Sukses


PSSI Sebut Utang Rp670 Miliar kepada Perusahaan Belgia Warisan dari LPIS Era Djohar Arifin

Bola.com, Jakarta - PSSI mengonfirmasi utang 47 juta dolar AS (Rp640 miliar) kepada perusahaan Belgia, Target Eleven. Asosiasi pimpinan Mochamad Iriawan ini mengungkapkan tagihan tersebut berasal dari warisan PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) era Djohar Arifin.

PSSI pernah dikepalai Djohar Arifin pada 2011-2015. Ketika itu, kompetisi Indonesia terpecah menjadi dua, Indonesian Premier League (IPL) dan Indonesia Super League (ISL) akibat dualisme.

PSSI kaget dengan tuntutan dari Target Eleven sebab selama tiga kali pergantian Ketua PSSI sejak Djohar Arifin lengser, mulai dari La Nyalla Mattalitti, Edy Rahmayadi, dan Mochamad Iriawan, utang itu tidak pernah disinggung dalam kongres tahunan yang dihadiri perwakilan FIFA, AFC, dan AFF.

"PSSI berniat baik untuk menyelesaikan kasus ini. Namun, Target Eleven bersikeras untuk menyeret administrasi yang sekarang tidak tahu-menahu mengenai perjanjian yang terjadi hampir satu dekade lalu," kata Sekjen PSSI, Yunus Nusi dinukil dari laman PSSI.

"Sementara itu, pihak PT LPIS tidak pernah disinggung dan dilibatkan oleh Target Eleven dalam kasus ini," ujar sekjen asal Gorontalo tersebut.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Utang sejak 2013

Media Belgia, RTBF mengklaim PSSI punya utang hingga 47 juta dolar AS kepada perusahaan Target Eleven. Mereka juga dilaporkan ke Pengadilan Arbritase Olahraga (CAS).

Semua berawal dari kerja sama PSSI dengan Target Eleven pada 2013. PSSI menunjuk Target Eleven untuk mengelola kompetisi profesional yang terdiri dari dua divisi di Indonesia. Jika merujuk dari tahunnya, PSSI masih dipimpin Djohar Arifin. 

Target Eleven datang ke Indonesia pada 2013 diwakili Sir David Richards, mantan Presiden Premier League.

Sir David Richards dan PSSI disebut sepakat untuk membuat kompetisi profesional di Indonesia, juga dengan industri sepak bolanya.

"PSSI menunjuk saya pada Juni 2013 untuk menata kembali dua kasta sepak bola profesional dan mengelolanya selama sepuluh tahun," ujar Patrick Mbaya, GM Target Eleven dinukil dari RTBF.

"Atas permintaan itu, saya melakukan beberapa perjalanan ke Jakarta khususnya dengan Sir David Richards dan Phil Gartside, mantan Chairman Bolton Wanderers, anggota Exco Premier League, dan eks CEO Stadion Wembley," jelasnya.

3 dari 4 halaman

Sempat Mencoba Lewat Jalan Damai

Kedua belah pihak dinarasikan sepakat dengan perjanjian selama sepuluh tahun, termasuk pengelolaan hak siar televisi yang nilainya mencapai 1,5 miliar dolar AS (Rp21 triliun).

"Namun, PSSI tidak memenuhi komitmen keuangan karena masalah internal," imbuh Patrick Mbaya.

RTBF mendeskripsikan kerja sama Target Eleven dengan PSSI menjadi kacau karena sanksi FIFA terhadap PSSI pada 2015, korupsi, match fixing, kasus penunggakan gaji pemain, hingga masalah suporter.

RTBF mengungkapkan bahwa Target Eleven telah mengerjakan proyek selama bertahun-tahun tanpa dibayar sesuai kontrak pada 2013. Target Eleven lalu membawa perkara ini ke CAS pada 9 Juni 2021.

Dalam beberapa kesempatan, PSSI disebut meminta masalah ini untuk dituntaskan secara damai. Target Eleven pun setuju untuk menangguhkan pengajuannya di CAS.

4 dari 4 halaman

PSSI Diseret ke CAS

Setelah berbulan-bulan, sengketa kedua belah pihak jalan di tempat. Target Eleven merasa PSSI mengulur waktu dengan harapan tidak perlu bertanggung jawab. Mereka memutuskan memproses kembali laporan di CAS.

Patrick Mbaya kembali ke CAS pada 23 Februari 2022 untuk menunjukkan bahwa PSSI tidak beriktikad baik dan nihil kemungkinan kesempatan damai.

"Sepertinya PSSI terpecah belah mengenai solusi yang saya usulkan kepada mereka. Tujuan saya adalah untuk memulihkan apa yang menjadi hak saya," papar Patrick Mbaya.

Meski begitu, Patrick Mbaya masih terbuka untuk berdialog dan mencari solusi konstruktif dengan PSSI, namun hanya melalui pengadilan mengingat kegagalan kedua belah pihak lewat jalan damai.

"Jumlah yang harus dibayar signifikan dan itu mewakili pekerjaan yang dilakukan selama beberapa tahun dan kompensasi atas hilangnya pendapatan berdasarkan kontrak utama yang seharusnya kami tanda tangani untuk kompetisi. Seperti hak siar televisi. Itu jelas sangat berarti bagi bisnis saya," ujarnya.

Sumber: PSSI, RTBF

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer