Bola.com, Jakarta - Persela Lamongan tak mampu melawan takdir. Setelah 18 tahun berlaga di kasta tertinggi sepak bola Tanah Air, klub berjuluan Laskar Joko Tingkir itu dipastikan turun ke Liga 2 musim depan.
Ketetapan tersebut diterima Moch. Zaenuri dkk sebelum menjalani pertandingan kontra Bhayangkara FC pada pekan ke-32 BRI Liga 1 2021/2022 di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Minggu (20/3/2022) malam WIB.
Baca Juga
Advertisement
Kemenangan impresif Barito Putera atas Persik Kediri sehari sebelumnya, mempercepat kepastian Persela Lamongan terlempar ke Liga 2. Poin mereka tak lagi sanggup menggapai Barito Putera yang duduk diambang batas aman.
Catatan 22 laga beruntun tanpa kemenangan memberikan gambaran jelas situasi yang terjadi di kubu Persela. Mereka seolah telah kehilangan mental bertanding untuk keluar dari jerat degradasi.
Pertanyaannya, apa yang menyebabkan keterpurukan Persela Lamongan musim ini? Bola.com melihat ada lima hal penting yang berkaitan dengan menurunnya performa mereka musim ini. Berikut ini adalah ulasannya.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Komposisi Pemain Tak Ideal
Empat laga tak terkalahkan di Piala Menpora 2021 membuat manajemen terlewat optimistis. Padahal selepas turnamen pramusim itu, beberapa nama senior seperti Eky Taufik dan Lucky Wahyu memilih hengkang.
Kepergian beberapa pilar jelas menimbulkan lubang yang cukup dalam. Sayangnya, Persela terlambat menyadarinya sehingga tak menemukan pengganti sepadan tepat pada waktunya.
Persela coba memperbaiki diri dengan merekrut hingga belasan pemain pada pertengahan musim. Rasa percaya diri sempat membuncah walaupun mayoritas pemain baru berasal dari Liga 2. Tetapi hasil di lapangan justru semakin buruk.
Advertisement
Salah Rekrut Pemain Asing
Selain dikenal dengan gudangnya pemain muda, Persela juga tersohor akan kemampuannya menemukan pemain asing berkualitas. Tim Laskar Joko Tingkir selalu mendapatkan ekspatriat debutan yang sanggup menjadi tumpuan tim.
Namun, hal tersebut tak terlihat pada musim ini. Mereka kehilangan sentuhannya dalam menemukan berlian mentah. Dua pergantian pemain asing pada bursa transfer tengah musim, mengisyaratkan hal tersebut.
Sayangnya, langkah drastis yang dilakukan manajemen Persela tak membuahkan hasil. Jose Wilkson dan Selwan Al-Jaberi tak mampu menanggung seluruh ekspektasi yang dibebankan kepada mereka.
Sering Kecolongan Menit Akhir
Ungkapan "laga belum usai sebelum peluit berbunyi panjang" sepertinya dilupakan oleh Persela. Secara statistik, 14 dari 53 gol yang bersarang ke gawang mereka, tercipta dalam 15 menit terakhir. Ini merupakan catatan terburuk di antara 17 klub lainnya.
Sebetulnya, tak ada masalah jika mereka kebobolan pada menit akhir jika memiliki tabungan lebih dari satu gol. Masalahnya, gol-gol lawan yang datang ini beberapa kali justru mengubah hasil pertandingan.
Jafri Sastra sempat terheran-heran dengan masalah ini. Ia pun menyerah untuk menemukan solusi dari masalah ini dan memilih mengundurkan diri dari jabatannya jauh-jauh hari.
Advertisement
Tanpa Pelatih Kepala, Apa yang Diharapkan?
Sejak pekan ke-27 BRI Liga 1 2021/2022, Persela bertanding tanpa seorang pelatih kepala. Sekalipun telah menunjuk Gustavo Lopez sebagai direktur teknik, legenda Persela itu tak berada di sisi lapangan untuk memberikan instruksi.
Peran tersebut diserahkan kepada Ragil Sudirman yang menjabat sebagai asisten pelatih. Gustavo 'hanya' duduk di atas tribune sembari mencatat setiap detil pertandingan yang bisa ditingkatkan saat jeda babak.
Hal tersebut secara tak langsung memukul mental pemain. Mereka mungkin merasa dibiarkan berjuang sendiri menyelamatkan kehancuran Persela sepeninggal kepergian Jafri Sastra.
Rindu Stadion Surajaya
Stadion Surajaya dan Persela merupakan kombinasi unik di sepak bola nasional. Tak sedikit tim besar yang harus tertunduk lemas setelah menghadapi mereka yang bermain di depan pendukungnya sendiri.
Tetapi pandemi COVID-19 yang menerpa seluruh penjuru dunia, memaksa PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) menerapkan format baru. Tak ada lagi sistem home dan away dengan mereka memperkenalkan sistem series (home tournament).
Sayangnya, sistem series ini tak mampir di Jawa Timur. Persela pun seolah kehilangan separuh kekuatannya. Secara tak langsung, takdir Persela untuk degradasi musim ini telah ditetapkan sejak awal putaran kedua.
Advertisement