Bola.com, Jakarta - Menjadi pemain Timnas Indonesia adalah impian semua pemain di Tanah Air. Kesempatan itu harusnya dimanfaatkan dengan baik.
Namun, ada beberapa pemain yang justru tidak memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. Ramai Rumakiek adalah kasus terbaru.
Baca Juga
Sembuh dari Cedera di Timnas Indonesia, Kevin Diks Main 90 Menit dan Cetak 1 Assist dalam Kemenangan FC Copenhagen di Liga Denmark
2 Pemain ke Timnas Indonesia Proyeksi Piala AFF 2024, Arema FC antara Bangga dan Kehilangan
Shin Tae-yong Hanya Pertahankan 8 Pemain Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026 ke Piala AFF 2024, Sisanya U-22 dan U-20
Advertisement
Ramai tidak jadi dibawa ke Korea Selatan untuk mengikuti pemusatan latihan Timnas Indonesia U-23. Komunikasi yang terputus antara Ramai dan tim pelatih jadi sebabnya.
Ramai sempat mengaku sakit kepada asisten pelatih Timnas Indonesia U-23, Nova Arianto. Namun, ketika diminta untuk menjalani perawatan di Jakarta, Ramai tidak memberikan jawaban.
Pun demikian ketika pemain Persipura Jayapura itu diminta mengirimkan dokumen untuk berangkat ke Korea Selatan. Hal itu juga tidak mendapatkan respon dari Ramai.
Ramai Rumakiek bukan kasus indisipliner pertama yang terjadi di Timnas Indonesia. Bola.com mencatat beberapa pemain lain yang pernah melakukan hal serupa. Berikut ulasannya:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Serdy Fano dan Yudha Febrian
Serdy Ephy Fano dan Yudha Febrian sempat menjadi harapan. Keduanya tampil apik di Tim Nasional kelompok umur.
Namun, pada tahun 20202 lalu keduanya membuat heboh. Itu terjadi setelah adanya video yang tersebar di media sosial. Video itu terlihat keduanya sedang berada di klab malam.
Keduanya ditemani seorang wanita yang sedang memegang gelas berisi minuman. Padahal saat itu, keduanya masih mengikuti pemusatan latihan (TC) bersama Timnas Indonesia U-19
Akibatnya, kedua pemain tersebut langsung dicoret pelatih Shin Tae-yong dari Timnas Indonesia U-19. Tidak hanya membuat Shin Tae-yong geram, Ketua PSSI, Mochamad Iriawan, juga ikut kesal dengan sikap indisipliner Serdy Ephy dan Yudha Febrian. Iwan Bule itu menegaskan Serdy Ephy dan Yudha Febrian tidak lagi memiliki kesempatan untuk membela Timnas Indonesia U-19.
Yudha dan Serdy sempat ditampung di beberapa klub setelah kasus itu. Namun, mereka tak bisa lagi menemukan permainan terbaik.
Advertisement
Oktovianus Maniani
Piala AFF 2010 adalah turnamen yang spesial bagi Okto. Saat itu ia tampil impresif dan sempat jadi harapan baru bagi sepak bola Indonesia.
Namun, pada 2013 Oktovianus Maniani mendapatkan pencoretan dari Timnas Indonesia asuhan Luis Manuel Blanco. Saat itu, Okto yang masih berusia 23 tahun tidak datang saat sesi latihan Timnas Indonesia.
Benar saja, Okto kemudian tidak bisa mencapai level terbaiknya sebagai pesepakbola. Sejak saat itu, Okto tak pernah kembali lagi ke Timnas Indonesia.
Kariernya sebagai pemain pun stagnan. Ia kerap berpindah-pindah klub.
Titus Bonai
Sama seperti Okto, Titus Bonai juga punya potensi yang luar biasa. Salah satu penampilan terbaik Tibo adalah ketika bermain untuk Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011.
Titus Bonai memiliki catatan panjang perihal tindakan indisipliner di Timnas Indonesia. Kejadian itu berlangsung pada Maret 2011 ketika Titus kabur dari pemusatan latihan jelang menghadapi Kualifikasi Olimpiade 2012.
Pelatih Timnas Indonesia U-23 saat itu, Alfred Riedl mencoret Titus Bonai karena tidak tahan dengan prilakunya. Titus yang saat itu baru berumur 22 tahun diketahui kerap keluar hotel tanpa izin dan mabuk-mabukan.
Tibo juga pernah melakukan kecerobohan lain di tahun 2012.. Titus Bonai gagal memperkuat Timnas Indonesia dalam laga uji coba melawan Vietnam karena lupa membawa paspor.
Advertisement
Diego Michiels
Pemain naturalisasi satu ini tidak hanya pernah punya kasus indisipliner di internal Timnas Indonesia saja. Bahkan, Diego pernah harus berurusan dengan pihak kepolisian.
Tercatat, Diego sudah pernah empat kali harus berurusan dengan hukum di Indonesia. Kejadian pertama terjadi di sebuah kelab malam di Jakarta pada tahun 2012.
Dua tahun kemudian, Diego ketahuan memukul petugas keamanan di sebuah perumahan di Samarinda. Kejadian ketiga juga terjadi di Samarinda.
Kekerasan terakhir yang dilakukan Diego terjadi pada tahun 2017 lalu. Saat itu ia terlibat aksi penganiayaan di sebuah kafe di Kemang, Jakarta.