Bola.com, Jakarta - Program naturalisasi kembali dilakukan untuk kepentingan Timnas Indonesia, terutama naturalisasi pemain keturunan. Sejauh ini ada tiga pemain keturunan yang sedang dalam proses untuk murni menjadi WNI.
Para pemain naturalisasi yang masih dalam proses di antaranya adalah Jordi Amat, Sandy Walsh, dan Shayne Pattynama. Proses naturalisasi ketiganya sudah berlangsung sejak tahun 2021 lalu.
Advertisement
Program naturalisasi ini bukan kali pertama dilakukan Indonesia. Sudah ada puluhan pemain lain yang dinaturalisasi sejak tahun 2010.
Kemudian timbul pertanyaan. Sampai kapan program naturalisasi ini dilakukan? Apakah mungkin di masa depan kita melihat 11 pemain yang menjadi starter di skuad Timnas semuanya pemain keturunan?
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Perkara Etika
FIFA memang belum merumuskan regulasi mengenai peraturan pemain naturalisasi dalam sebuah tim. Apalagi buat negara yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan seperti Michail Antonio yang memiliki paspor Inggris dan Jamaika, naturalisasi pemain adalah sesuatu yang asing.
"Tidak ada batasan naturalisasi dari FIFA, tidak ada hukumnya. Tapi lebih pada etika kita. Mau enggak kita diisi oleh pemain luar semua, saya rasa tidak lah," ujar anggota Exco PSSI, Hasani Abdulgani.
Hasani lantas memiliki standar atau acuan mengenai seberapa banyak pemain naturalisasi yang bisa membela Timnas Indonesia. Menurutnya, maksimal ada empat pemain naturaliasi.
"Tiga atau empat oke lah, tapi kalau 11 ya enggak lah," sambungnya.
Advertisement
Memacu Pertumbuhan Kualitas Pemain Lokal
Ada anggapan kedatangan pemain keturunan di Timnas Indonesia punya dampak buruk. Terutama terhadap perkembangan pemain lokal. Mengenai kesempatan mereka untuk bermain di Timnas Indonesia.
Hasani justru melihat hal yang sebaliknya. Ia merasa kedatangan pemain keturunan justru bisa memacu pemain lokal untuk lebih berkembang.
"Sifat manusia kalau enggak dikasih tantangan dia manja, comfort. Tapi kalau dikasih challenge dia selalu ingin lebih," ujar Hasani.
"Berbicara aspek sepak bola tentu ini soal kompetisi. Kalau kita ambil pemain luar tentu mereka (pemain lokal) harus bersaing," sambungnya.
Membuka Kesempatan Bermain di Eropa
Lebih lanjut, Hasani kemudian menyatakan keuntungan lain memakai pemain keturunan, terutama mereka yang lama bermain di Eropa. Seperti Jordi Amat, Sandy Walsh, dan Shayne Pattynama.
Ketiganya bisa menularkan pengalaman kepada pemain lokal. Terutama kepada para pemain muda. Selain itu, ketiganya juga bisa membuka jalan bagi pemain muda Indonesia untuk mencoba berkarier di Eropa.
"Jordi misalnya dia kan lama di Eropa. Pemain muda kita bisa belajar dari dia juga dan membuka jalan ke Eropa," tandas Hasani.
Advertisement
Beda Kewarganegaraan Ganda dengan Naturalisasi
Indonesia adalah satu dari sedikit negara yang tidak memberlakukan kewarganegaraan ganda. Dengan begini, tak ada warga negaranya yang memiliki dua paspor.
Berbeda dengan negara-negara lain di Eropa, Amerika Selatan, maupun Afrika, mereka menerapkan kewarganegaraan ganda. Dalam konteks sepak bola, bisa mengambil contoh Jorginho (Italia-Brasil), Thiago Alcantara (Spanyol-Brasil), dan Jonathan Cantillana (Chile-Palestina).
FIFA juga tidak mempersoalkan kewarganegaraan ganda. Hanya yang terpenting, pemain yang sudah pernah membela timnas senior suatu negara tertentu, tidak boleh membela timnas negara lainnya.
Hal ini pernah berlaku pada Declan Rice, gelandang West Ham. Meski sempat membela Irlandia U-21, ia akhirnya mantap memilih Timnas Inggris sebagai kapal karier internasionalnya.