Bola.com, Jakarta - PSSI memutuskan untuk menghentikan kompetisi di Liga 2 dan Liga 3 2022/2023. Menariknya, BRI Liga 1 tetap lanjut, yang mana dengan adanya putusan tersebut maka degradasi ditiadakan.
Secara garis besar, seperti diutarakan Sekjen PSSI, Yunus Nusi, adanya permintaan dari sebagian besar klub penghuni Liga 2 2022/2023 menjadi salah satu alasannya. Keputusan tersebut keluar dalam hasil rapat Exco yang berlangsung di kantor PSSI di GBK Arena, Jakarta pada Kamis (12/1/2023).
Baca Juga
Advertisement
Banyak pihak mengritik keputusan PSSI menghentikan Liga 2 dan Liga 3, serta melanjutkan Liga 1 tanpa degradasi. Seharusnya ada cara yang lebih bijak mengatasi hal seperti ini.
Manajer Persipura Jayapura, Yan Permenas Mandenas, jadi satu di antara pihak yang kecewa. Menurutnya, keputusan PSSI menghentikan Liga 2 dan Liga 3 terkesan terburu-buru.
"Saya sangat menyayangkan keputusan Exco PSSI yang terkesan terburu-buru. Apa dasarnya 20 klub yang tidak setuju? Tidak diketahui dari mana saja. Seharusnya PSSI merilis ke publik daftar tim-tim yang merasa keberatan kembali bergulirnya kompetisi kembali," ujarnya.
Kompetisi liga tanpa degradasi sebetulnya terjadi di berbagai belahan negara lain, seperti di Filipina, Amerika Serikat, dan Australia. Namun, mereka memiliki alasan spesifik, dan memang dari awal tidak menerapkan sistem promosi-degradasi.
Liga 1 tanpa degradasi bisa berimbas buruk buat sepak bola Indonesia. Apa saja?
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kehilangan Gereget
Kompetisi tak cuma mencari juara saja, tetapi juga menegaskan siapa yang harus membenahi tim. Persaingan tak cuma di papan atas. Terhindar dari degradasi setelah berkutat lama di zona merah pun rasanya seperti sebuah kemenangan.
Hal-hal yang membuat kompetisi menarik untuk disimak adalah persaingan di semua area. Ancaman degradasi membuat seluruh tim akan bersaing menghindarinya. Itu artinya, setiap pertandingan menjadi sangat berarti, baik di papan atas maupun papan bawah.
Tanpa sistem degradasi, tim di luar papan tengah klasemen memiliki sedikit insentif untuk terus memainkan sepak bola yang menarik dan kompetitif. Tim-tim terbawah hanya akan merosot menjadi tim-tim pengembang prospek—atau pengumpan terbawah abadi ala Kansas City Royals.
Komisaris PT Persib Bandung Bermartabat (PBB), Umuh Muchtar, memiliki pendapat menarik. Dengan terhentinya Liga 2 musim ini, menurut Umuh Muchtar, pelaksanaan BRI Liga 1 akan berjalan kurang gereget. Tak ada satu pun tim yang akan terdegradasi pada akhir musim membuat nilai kompetisi makin berkurang.
"Saya bicara atas nama pribadi, bukan atas nama Persib. Ini merupakan keputusan yang tidak benar dan tidak masuk akal," tegas Umuh Muchtar, Kamis (12/1/2023) malam.
"Apa benar dari peserta Liga 2 yang tidak mau dilanjutkan? Atau ini hanya rekayasa, padahal semua berjuang. Kalau tidak ada degradasi buat apa? Bubarkan saja Liga 2 dan Liga 3."
"Menurut saya, harus ada ketegasan dari PSSI. Bukan PSSI yang diatur oleh klub. Buat apa kita berjuang selama ini mencari pemain bagus dan lainnya. Kalau tidak ada degradasi, ya sudah main biasa saja, tidak usah cari juara, tidak usah cari prestasi, asal main saja."
Advertisement
Bukti Kemunduran Sepak Bola Indonesia
Apa yang sudah diputuskan oleh PSSI sekarang adalah sebuah kemunduran besar bagi persepakbolaan Indonesia. Kritikan atas keputusan ini pun dilontarkan oleh Pelatih Bali United Stefano Cugurra.
“Jelas ini kurang bagus. Menurut saya waktu Liga 1 berjalan dengan sistem bubble di enam pertandingan tersisa saat itu, Liga 2 juga seharusnya bisa berjalan lagi,” jelas pelatih yang akrab disapa Teco ini.
Di samping itu tanpa adanya degradasi, tentu akan membuat aura kompetisi hilang begitu saja. Ketika sudah mengetahui tidak ada degradasi, tim-tim merasa santai terutama di tim papan bawah.
Sebut saja Persik Kediri, Dewa United, PSS Sleman, Barito Putera, Bhayangkara FC, hingga Rans Nusantara, bahkan PSIS Semarang bisa bernapas lega dan tidak perlu berdarah-darah untuk bisa lolos dari degradasi.
Teco menganggap dengan tidak ada degradasi, peluang terjadinya skor-skor besar semakin tinggi. Maksudnya adalah bisa saja ada pengaturan skor di dalamnya.
“Liga ini jadi tidak fair karena tidak ada degradasi. Hanya tim-tim papan atas yang coba untuk mengejar gelar juara. Sedangkan tim-tim yang ada di bawah, hilang fokus dan tidak ada semangat lagi. Kualitas liga semakin hilang kenapa? Mereka sudah tahu bahwa posisinya aman,” bebernya.
Redupkan Antusiasme
Tengok ada berapa figur publik yang tertarik berkecimpung di dunia sepak bola Indonesia? Bayangkan apa yang ada di hati dan pikiran Atta Halilintar melihat timnya, FC Bekasi City, tak bisa menemani rekannya, Raffi Ahmad mentas bareng di Liga 1.
Semangat dan antusiasme dari mereka yang berani nyemplung di kubangan demi tujuan istimewa bakal tergerus. Padahal, banyak yang sudah mereka korbankan, mulai dari materi, pikiran, dan waktu hanya demi menyiapkan sebuah tim sepak bola yang profesional dan mendekatkan sepak bola itu sendiri dengan masyarakat Tanah Air.
Tim-tim 'tradisional' seperti PSMS Medan, Sriwijaya FC, Persela Lamongan, PSIM Yogyakarta, hingga Persipura Jayapura yang bergelimang prestasi juga kena imbasnya. Mereka punya basis suporter yang kuat lagi mengakar, yang antusiasmenya tak perlu ditanyakan.
Jika tidak ada promosi apalagi dihentikan, apa yang bisa mereka perjuangkan? Sepak bola adalah perekat antarmasyarakat di negara yang luasnya dari Sabang sampai Merauke. Lewat sepak bola, masyarakat khususnya suporter, bisa menjalin silaturahmi dengan saudara jauh.
Banyak yang akan jadi 'korban', bukan cuma pemilik klub atau suporter saja, tapi juga mengorbankan semangat dan antusiasme terhadap sepak bola itu sendiri. Juga jangan lupa, roda ekonomi saja bisa bergerak gara-gara si kulit bundar!
Advertisement