Bola.com, Jakarta - Kiprah Mochamad Iriawan di sepak bola Indonesia penuh drama. Ada genre drama epik, tragedi, dan komedi. Jejak langkah jenderal purnawirawan Polri itu dimulai setelah resmi terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2019-2023 pada November 2019.
Sebagai debutan di sepak bola nasional, secara mengejutkan pria yang akrab disapa Iwan Bule itu menang mutlak saat penghitungan suara dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Advertisement
Dia mengalahkan dua calon ketua umum lainnya, yakni Rahim Soekasah dan Arif Putra Wicaksono. Iwan Bule meraih 82 suara dari total 85 voters.
Sementara itu, Rahim dan Arif sama sekali tidak mendulang suara. Adapun tiga suara lainnya abstain saat berlangsungnya pemungutan suara. Adapun satu suara lagi tidak ikut memilih alias walk out yakni perwakilan dari Persis Solo.
Mochamad Iriawan melanjutkan tonggak kepengurusan PSSI setelah era Edy Rahmayadi yang terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2015-2019. Namun, Edy memutuskan mundur dari jabatannya pada 2018, karena maju dalam pemilihan Gubernur Sumatra Utara.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Drama Epik Pemilihan Ketum
Agar tak terjadi kekosongan kepemimpinan, secara struktural Joko Driyono selaku waketum naik sebagai plt Ketum. Posisi Joko sebagai Waketum lantas digantikan Iwan Budianto.
Akibat Jokdri panggilan akrab Joko Driyono, tersangkut kasus perusakan barang bukti oleh Satgas Anti Mafia Bola.
Kembali pada Mochamad Iriawan. Drama epik terjadi pada KLB 2019. Sebelum penghitungan suara dimulai, lima calon ketum PSSI diusir dari arena Kongres PSSI.
Mereka adalah Vijaya Fitriyasa, Fary Djemy Francis, Yesayas Oktavianus, Sarman El-Hakim, dan Aven S. Hinelo. Sementara itu, Benny Erwin meski tidak diusir tetap memilih meninggalkan ruangan.
Akibat ketidakpuasan atas hasil KLB, muncul wacana menggelar Kongres PSSI. Benny Erwin mencurigai sudah bisa membaca pengaturan dari pihak-pihak tertentu untuk menjadikan Iwan Bule sebagai Ketua PSSI empat tahun ke depan.
Terlebih, ketika protes yang dilakukannya bersama lima calon Ketua PSSI lainnya berujung pada pengusiran dari arena KLB Pemilihan 2019
"Percuma mau aklamasi atau tidak. Lelah juga. Mubazir, percuma kami maju. Kalau saya lihat sih memang seperti diatur semuanya," ujar Benny ketika itu.
Bahkan, secara kolektif Benny dan lima calon Ketua PSSI lainnya, yakni Fary Djemy Francis, Yesayas Oktavianus, Sarman El-Hakim, Vijaya Fitriyasa dan Aven Hinelo bersepakat untuk mengirimkan surat resmi ke FIFA dan AFC, terkait penyelenggaraan kongres yang dinilai berjalan tidak sesuai dengan statuta.
Bahkan, Benny memungkinkan untuk terbang langsung ke Kuala Lumpur, Malaysia untuk bertemu dengan AFC.
Advertisement
Dihantam Pandemi COVID-19
Era kepemimpinan Iwan Bule sebagai Ketua PSSI memang tak berjalan mulus. Setahun menduduki kursi singgasana Ketum PSSI, dia dihadapkan Pandemi COVID-19 pada 2020 yang berimbas pada segala aspek sepak bola Nasional.
Beragam kendala harus dihadapai Iwan Bule, mulai dari roda kompetisi semua level harus terhenti hingga persiapan Timnas Indonesia di segala kelompok umur untuk mengikuti turnamen-turnamen internasional yang terganggu.
Selama tiga tahun masa jabatannya, episode epik Iwan Bule lainnya adalah mempersembahkan gelar juara, yakni Piala AFF U-16 2022 yang diraih Timnas Indonesia U-16. Prestasi ini mendongkrak nilai Mochamad Iriawan di mata pencinta sepak bola Indonesia.
Selain Piala AFF U-16, pencapaian tertinggi timnas di era Iriawan ialah timnas senior sebagai runner-up Piala AFF 2020 dan timnas U-23 merebut medali perunggu SEA Games 2021.
Sementara itu, posisi Timnas Indonesia pada ranking FIFA pada rezim Iwan Bule lumayan meningkat pesat. Tim yang dijuluki Garuda itu naik 16 peringkat.
Sebelum Iriawan memimpin, Timnas Indonesia berada di peringkat ke-171 per 24 Oktober 2019. Sekarang, Skuad Garuda bercokol di posisi ke-155 pada ranking FIFA per 23 Juni 2022.
Drama Tragedi dalam Kepemimpinan Iwan Bule
Ketika status pandemi COVID-19 mulai menurun tak serta merta sepak terjang Iwan Bule lancar. Tiba-tiba publik dikejutkan dengan Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, selepas laga klasik Arema FC kontra Persebaya yang berakhir 2-3.
Episode tragis tersebut menelan korban meninggal 135 orang dan puluhan mengalami luka-luka. Pemerintah pun membentuk Tim Independen Pencari Fakta atas tragedi kemanusiaan itu.
Hasil rekomendasi yang disetujui FIFA, PSSI harus menggelar KLB dan memajukan pemilihan Ketum PSSI baru pada 16 Februari mendatang.
Dampak Tragedi Kanjuruhan memang luar biasa. Selain beban psikologis para korban, juga mengganggu jalannya Liga 1. Setelah kompetisi dihentikan selama dua bulan, PSSI dan PT LIB sukses menyelesaikan putaran pertama musim ini.
Advertisement
Drama Komedi dalam Kepemimpinan Iwan Bule
Namun memasuki paruh kedua ada sinyal kompetisi tak akan berjalan mulus. Untuk pekan ke-18 saja ada empat laga yang terpaksa ditunda karena tak dapat izin dari kepolisian.
Iwan Bule juga dianggap gagal memenuhi target Timnas Indonesia menjuarai Piala AFF 2022, setelah anak asuh Shin Tae-yong itu disingkirkan Vietnam semifinal dengan agregat 0-2. Kegagalan ini pun menurunkan derajat kepercayaan terhadap sang ketum.
Yang sangat menarik, sebulan jelang KLB terjadi drama komedi yang dilakukan PSSI hingga membuat publik tersenyum gemas dan geregetan.
Akhir pekan ini, para Exco sepakat menghentikan Liga 2 dan Liga 3. Untuk Liga 1 tetap berjalan, namun tanpa klausul degradasi. Kita tunggu, apakah karir Iwan Bule akan mencapai titik nadir terendah pada akhir masa jabatannya nanti?