Bola.com, Jakarta - Generasi milenial mungkin tidak banyak yang tahu nama Djoko Malis Mustafa. Sebab, dia meninggalkan dunia sepak bola pada 2012.
Jadi, sudah 11 tahun namanya tidak terdengar di kancah sepak bola nasional. Terakhir dia menjabat sebagai pelatih Persik Kediri.
Advertisement
Tapi, di era 70 sampai 80-an, Djoko Malis merupakan pesepakbola ternama. Dia sempat membela tim besar seperti Persebaya Surabaya, Niac Mitra dan Yanita Utama. Gelar juara Perserikatan dan Galatama pernah dirasakannya.
Posisinya merupakan penyerang. Meski tidak pernah merasakan top skorer, tapi partnernya di klub beberapa kali jadi pencetak gol terbanyak. Salah satunya Fandi Ahmad (Singapura) ketika bermain di Niac Mitra musim 80-an.
Djoko mengaku dirinya punya kelemahan sebagai pesepakbola. Dia merasa posturnya tidak terlalu ideal. Itu disampaikan dalam kanal Youtube Pinggir Lapangan.
"Postur saya tidak terlalu tinggi. Namun punya tekad khusus. Dengan menambah latihan. Kalau latihannya sama dengan pemain lain, saya akan berat bersaing. Dan tekad saya ingin berprestasi di sepak bola,” kenangnya.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Latihan 5 Kali Sehari
Di awal kariernya, Djoko Malis harus berlatih sampai lima kali dalam sehari. Mulai pagi sebelum subuh, sampai menjelang tidur.
"Jam 3 menjelang Subuh saya sudah latihan. Yang kedua, setelah Subuh. Setelah itu, ikut latihan pagi bersama tim junior atau senior. Siangnya, latihan stamina atau endurance. Sore ikut latihan dengan klub. Malam sebelum tidur, latihan di kamar. Push up, sit up atau latihan lainnya yang terasa masih kurang,” jawabnya.
Latihan yang menguras tenaga tentunya. Tapi pria kelahiran 30 September 1957 itu masih bisa mengatur kondisinya agar tidak sampai over training.
Djoko menjaga pola istirahat, makan dan menambah nitrisinya. "Masa remaja hilang karena sepak bola,” kenangnya.
Advertisement
Karier Tidak Terlalu Panjang
Namun pengorbanannya tak sia-sia. Karena dia sudah mendapatkan banyak hal dari sepak bola. Meskipun kariernya tidak terlalu panjang: sebagai pemain, sekitar 10 tahun.
Dia terpaksa pensiun karena cedera lutut. Sedangkan sebagai pelatih sekitar 11 tahun. "Saya selalu punya target. Kalau sudah tercapai, ya break. Waktu masuk klub profesional dan timnas, target saya harus punya rumah," ujar Djoko Malis.
"Karena anak saya tiga, ingin dapat tiga rumah. Alhamdulillah tercapai. Begitu juga melatih. Tidak perlu lama-lama, kalau waktunya selesai ya break sudah,” tegasnya.
Djoko pensiun melatih karena waktu itu dia dua kali gajinya tertunggak. Yakni di Gresik United dan Persik Kediri. Setelah itu terjadi dualisme kompetisi. Sehingga dia memilih untuk menekuni dunia bisnis.
Latihan Bersama Petinju dan Pendaki Gunung
Selain latihan lima hari sekali, ada cerita lain yang dimiliki Djoko. Dia sempat latihan bersama para petinju dan pendaki gunung.
Tujuannya untuk meningkatkan fisik. Saat latihan siang hari, dia sering menggunakan jaket dan celana panjang plus kacamata.
Rutenya berkeliling di sekitar Surabaya. Karena waktu itu dia masih bermain untuk Persebaya pada tahun 70-an.
"Kalau latihan siang sering bareng sama petinju. Pakai jaket lengkap dengan kacamata. Ya seperti latihan petinju juga memang saat itu,” kenangnya.
Saat kompetisi berhenti, Djoko masih punya agenda latihan. Dia mengaku pernah berlari dari area Kabupaten Malang menuju kaki gunung Semeru.
"Waktu itu break kompetisi. Saya lari dari daerah Malang ke Semeru. Melewati 13 bukit. Jadi naik turun. Latihannya sama pendaki gunung. Tapi berhenti di Ranu Kumbolo. Mau naik ke puncak Semeru, cadangan makanan habis,” lanjut mantan pelatih Persmin Minahasa itu.
Advertisement