Bola.com, Jakarta - Beberapa tahun terakhir, Timnas Indonesia seperti kehabisan stok penyerang tajam. Maklum, di kompetisi Liga 1, daftar top scorer dikuasai penyerang asing.
Sementara striker lokal sulit bersaing. Faktor minim kesempatan bermain jadi salah satu penyebabnya. Padahal jika melihat ke belakang, Timnas Indonesia pernah melahirkan para penyerang hebat.
Baca Juga
Skuad Timnas Indonesia yang Gagal di Piala AFF 2024 Awalnya Diproyeksikan untuk Pertahankan Medali Emas di SEA Games 2025
Pengakuan Pelatih Filipina, Beruntung Bisa Lolos ke Semifinal Piala AFF 2024 usai Mempermalukan Timnas Indonesia
Anak Baru di Timnas Indonesia Minta Maaf Gagal Lolos ke Semifinal Piala AFF 2024: Ini Bukan Hasil yang Kami Inginkan
Advertisement
Bola.com merangkum ada delapan nama yang bisa mewakili setiap generasinya. Mereka jadi nama-nama yang disegani.
Beberapa pemain mungkin terasa asing di telinga generasi milenial. Sebab, mereka berkiprah beberapa tahun setelah Indonesia merdeka.
Nama-nama seperti Ramang, Soetjipto Soentoro, Bambang Pamungkas, hingga Boaz Solossa menghiasi sosok penyerang tajam Timnas Indonesia dari generasi ke generasi.
Berikut cerita singkat 8 penyerang terbaik yang pernah dimiliki Timnas Indonesia.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Ramang
Pria kelahiran Barru, Sulawesi Selatan, pada 24 April 1924, merupakan salah satu pesepak bola hebat yang pernah dimiliki Indonesia. Ia meraih banyak kesuksesan bersama klubnya, PSM (dulu Makassar Voetbal Bond) dan juga Timnas Indonesia.
Sukses di klub, Ramang makin berkibar di pentas internasional bersama Timnas Indonesia. Sejarah mencatat, Ramang pernah membuat salah satu kiper, Lev Yashin pontang-panting dalam mengawal gawangnya.
Momen itu terjadi pada Olimpiade Melbourne 1956. Seperti dimuat situs FIFA, Ramang membuat bek Uni Soviet dan sang kiper, kewalahan. Indonesia pun berhasil menahan Rusia 0-0 walau akhirnya takluk 0-4 dalam laga ulangan.
Ramang melakoni debut bersama Timnas pada 1952. Pemain yang terkenal punya kecepatan di atas rata-rata itu rutin mencetak gol sejak saat itu. Hebatnya lagi, aa mengemas 19 gol hanya dalam 6 laga.
Ia juga mencetak dua gol yang jadi perbincangan hangat via tendangan salto. Tak cukup sampai disitu, Ramang berperan besar atas sukses Timnas Indonesia menyingkirkan China di Kualifikasi Piala Dunia 1958, menang 4-1 atas Indonesia (Asian Games 1958), dan imbang melawan Jerman Timur 2-2 tahun 1959.
Advertisement
Soetjipto Soentoro
Striker yang memiliki panggilan "Gareng" begitu produktif di eranya. Pemain yang memperkuat Persija Jakarta sejak 1964-1971 itu menurut berbagai sumber berhasil mencetak lebih dari 50 gol semasa berkostum Tim Merah-Putih.
Terlepas dari kebenaran jumlah golnya itu, Gareng merupakan sosok yang ditakuti setiap lawan pada masanya walau kariernya di Tim Garuda terbilang singkat. Ia berkiprah bersama Timnas Indonesia selama lima tahun (1965-1970).
Berbagai cerita menarik mewarnai jalan karier striker yang memutuskan pensiun dari Timnas Indonesia saat masih berusia 29 tahun. Ia pernah bersua Feyenoord yang diperkuat Guus Hiddink, dan klub Jerman Werder Bremen.
Saat meladeni klub asal Jerman itu, Gareng membuat publik terkejut. Ia mencetak hattrick saat Timnas Indonesia takluk dengan skor tipis 5-6 dari Bremen. Kabarnya, Gareng, dan dua rekan setimnya, Max Timisela dan John Simon ditawari bermain untuk tim asuhan Herr Brocker usai laga uji coba tersebut.
Setelah itu, Soetjipto membawa Timnas Indonesia juara Piala Emas Aga Khan tahun 1966 dan juara Piala Raja. 1968. Setahun berselang, adik dari Soegijo dan Soegito, yang merupakan pemain Persija tahun 1956-1964, membawa Tim Merah Putih juara Merdeka Games.
Pada 1970, usai pagelaran Asian Games, Gareng yang menyandang status pencetak gol terbanyak Merdeka Games dengan 11 gol, memutuskan pensiun dari Timnas Indonesia pada usia 29 tahun.
Ricky Yakobi
Semasa aktif, Ricky Yakobi merupakan striker andalan Timnas Indonesia pada era 1980-an. Ia memperkuat skuat Garuda mulai 1985 hingga 1991.
Prestasi terbaik mantan pemain PSMS Medan dan Arseto Solo itu membawa Tim Merah-Putih meraih gelar SEA Games 1987. Ricky mencetak satu gol kala mengalahkan Burma (sekarang Myanmar) dengan skor 4-1 di semifinal.
Di final, Timnas Indonesia menang tipis atas Malaysia via gol Ribut Waidi. Ricky dkk. berhasil memberikan medali emas pertama bagi Indonesia dari cabang sepak bola.
Salah satu momen yang tak terlupakan dari sosok Ricky adalah gol indahnya ke gawang Uni Emirat Arab di Asian Games 1986. Pengoleksi dua gelar top scorer Galatama membuat publik terpukau dengan dengan voli jarak jauh yang bersarang ke gawang lawan.
Pasca Asian Games, Ricky menjajal peruntungan dengan bermain di luar negeri bersama klub asal Jepang, Matsushita FC (sekarang Gamba Osaka). Dia menjadi pemain pertama yang bermain di kompetisi Negeri Sakura itu.
Sayangnya, karier Ricky bersama Matshushita tidak berjalan mulus. Ia jarang turun bermain karena lebih banyak diterpa cedera. Meski begitu, Ricky pernah berujar bahwa pengalaman bermain di luar negeri membuat dirinya menjadi pribadi yang lebih disiplin dan tidak gampang menyerah.
Pada tahun 2020, Ricky tutup usia ketika bermain bola di Jakarta bersama para mantan pesepakbola tanah air.
Advertisement
Bambang Nurdiansyah
Karier Banur, sapaan akrab Bambang Nurdiansyah, bersama Timnas Indonesia terbilang awet. Ia berkostum Tim Merah Putih selama 11 tahun (1980-1991).
Pria yang memutuskan berkarier sebagai pelatih seusai gantung sepatu ini sudah memperkuat Timnas Indonesia sejak level junior. Prestasi terbaiknya kala mengantarkan Tim Merah Putih juara SEA Games 1991.
Di level klub, karier pria berusia 55 tahun ini terbilang mulus. Pemain yang mengawali karier bersama Arseto Solo ini meraih dua gelar juara kompetisi Galatama bersama Krama Yudha Tiga Berlian.
Selain itu, ia juga pernah tiga kali meraih gelar Top Scorer Galatama. Deretan gelar di level klub dan pribadi membuat nama Banur begitu disegani kawan maupun lawan.
Widodo Cahyono Putro
Nama Widodo Cahyono Putro menjadi buah bibir persepak bolaan dunia setelah mencetak gol indah ke gawang Kuwait pada Piala Asia 1996. Bahkan, gol lewat aksi akrobatik itu dinobatkan sebagai gol Piala Asia edisi ke-11 yang digelar di Uni Emirat Arab.
Selain dikenang karena gol indahnya itu, Widodo yang kini menukangi Sriwijaya FC, dikenal sebagai striker yang licin sulit dikawal dan memiliki kecepatan di atas rata-rata. Kariernya di Tim Merah-Putih juga berjalan cukup lama dari tahun 1991 hingga 1999.
Selama itu, Widodo tercatat bermain dalam 55 pertandingan bersama Timnas Indonesia. Pria kelahiran Cilacap, Jawa Tengah, berusia 45 tahun itu juga masuk daftar Tim Merah-Putih yang meraih gelar SEA Games 1991 yang diarsiteki Anatoli Polosin.
Di level klub, Widodo hanya meraih dua gelar juara kala mengantarkan Persija Jakarta meraih gelar Liga Indonesia tahun 2001 dan Petrokimia Putra di musim selanjutnya. Saat berkostum Petrokimia Putra, Widodo sempat mempersembahkan runner-up Liga Indonesia edisi perdana 1995-1996.
Setelah memutuskan gantung sepatu, Widodo bersama sejumlah rekan seangkatannya macam, Edy Harto, Aji Santoso kerap kali masuk staf tim kepelatihan Timnas Indonesia.
Ia bahkan sempat menukangi Timnas Indonesia U-20 kala berlaga di Sultan Halsanah Bolkiah Cup pada tahun 2012. Widodo terakhir kali membesut Bhayangkara FC di paruh pertama BRI Liga 1 2022/2023.
Advertisement
Kurniawan Dwi Yulianto
Kurniawan Dwi Yulianto, pemain jebolan program pelatnas jangka panjang di Italia berlabel PSSI Primavera ini dianugerahi bakat besar. Kurus, sapaan akrabnya, memiliki insting mencetak gol yang tinggi dan kecepatan di atas rata-rata.
Kelebihan itu pula yang membuat pemain yang kerap gonta-ganti klub begitu sulit dihadang bek-bek lawan. Berkat kehebatannya pula, Kurniawan sempat mencicipi persaingan di kompetisi Eropa bersama klub Swiss, FC Luzern (1994-1995).
Mantan pemain Pelita Jaya dan PSM Makassar itu memakai kostum Timnas Indonesia dari 1995 sampai 2006. Dalam rentang waktu itu, ia berhasil mencetak 31 gol. Koleksi gol yang membuatnya menjadi pencetak gol terbanyak kedua terbanyak di bawah juniornya, Bambang Pamungkas.
Meski begitu, karier Kurniawan tak lepas dari sisi kelam. Pemain yang pernah memperkuat klub Malaysia, Sarawak FA itu sempat mengalami masa sulit karena mengonsumsi narkoba.
Beruntung, Kurniawan bisa bangkit dan mengembalikan kariernya yang sempat meredup. Hingga kini, nama Kurniawan pun masih harum bagi pencinta sepak bola di Tanah Air.
Bambang Pamungkas
Bambang Pamungkas melakoni laga debut bersama Timnas Indonesia pada 2 Juli 1999. Kala itu, Bepe, sapaan akrabnya, mencetak sebuah gol saat Tim Merah Putih bermain imbang 2-2 dengan Lituania.
Sejak debutnya itu, karier Bambang begitu akrab dengan gol. Prestasi juga diukirnya pada gelaran Piala AFF (dulu Piala Tiger) dengan merengkuh gelar top skorer tahun 2002.
Ia mencetak 8 gol dari 6 pertandingan. Namun, Bambang tidak mampu memberikan gelar juara bagi Indonesia lantaran harus puas mengakhiri turnamen sebagai runner-up. Di final, Indonesia kalah adu penalti dari Thailand dengan skor 2-4 (2-2).
Pemain yang memiliki kelebihan dalam duel udara itu masih menjadi pemain yang memegang caps dan pencetak gol terbanyak Timnas Indonesia. Pemain yang memutuskan pensiun dari Tim Merah Putih tahun 2013 mengoleksi 85 caps dan 37 gol.
Di level klub, Bepe merupakan ikon klub Persija Jakarta. Ia juga sukses membawa Tim Macan Kemayoran meraih gelar Liga Indonesia tahun 2001 dan Liga 1 2018. Kini, Bepe sudah gantung sepatu dan sempat menjabat sebagai manajer tim Persija di musim 2021/2022.
Advertisement
Boaz Solossa
Nama pemain bernama lengkap Boaz Theofilius Solossa tampil memukau dalam kiprah pertamanya bersama Timnas Indonesia di Piala AFF 2004. Kala itu, adik dari Ortizan dan Nehemia Solossa itu langsung disebut sebagai bocah ajaib.
Julukan itu diberikan karena penampilan impresif Boaz bersama Tim Merah-Putih. Padahal, saat itu Bochi, sapaan akrabnya, masih belum genap berusia 20 tahun.
Sepanjang turnamen tersebut, Boaz tak henti membuat publik berdecak kagum. Kapten Persipura Jayapura itu mengakhiri turnamen Piala AFF pertamanya dengan mencetak 4 gol atau terpaut 3 gol dari striker berpengalaman, Ilham Jaya Kesuma.
Seusai tampil apik di Piala AFF, karier Boaz terus menanjak dan selalu menjadi pilihan pelatih Timnas Indonesia. Namun, cedera patah kaki saat melawan Hong Kong sempat membuat sinar Boaz meredup.
Saat Timnas Indonesia diarsiteki Jacksen Tiago, Boaz sempat dipercaya menjadi kapten tim. Ia juga mencetak satu-satunya gol Timnas Indonesia kala takluk 1-8 dari Uruguay pada 2010.
Boaz kembali jadi bagian Persipura di Liga 2. Namun musim lalu dia sempat bermain untuk Borneo FC dan PSS Sleman.