Bola.com, Jakarta - Mantan pemain Timnas Indonesia, Oktovianus Maniani, memberikan pesan penting untuk pesepak bola muda agar perjalanan kariernya tak meredup karena performa menurun.
Okto Maniani memang menjadi salah satu contoh nyata pemain sensasional yang mencuri perhatian bersama Timnas Indonesia. Namun, karier sepak bolanya justru tak awet karena sejumlah faktor.
Baca Juga
Hasil Liga Italia: Bang Jay Gacor 90 Menit, Venezia Sikat Cagliari dan Keluar dari Posisi Juru Kunci
VIDEO: Timnas Indonesia Gagal Total di Piala AFF 2024, Salah Shin Tae-yong?
Stadion Nasional Dipakai Konser, Timnas Singapura Terpaksa Geser ke Jalan Besar di Semifinal Piala AFF 2024: Kapasitas Hanya 6 Ribu Penonton
Advertisement
Namanya mencuat bersama Tim Garuda di Piala AFF 2010. Setelah itu, dia masih sempat menjadi andalan Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011. Tak lama setelah itu, performanya ambles.
Pemain yang akrab disapa Okto Maniani tersebut menyadari, penurunan drastis itu sudah dimulai sejak bersama Perseru Serui. Salah satu penyebab utamanya yakni karena cedera.
"Kalau fase penurunan, saya rasa itu terjadi saat saya bermain bersama Perseru Serui pada 2015. Salah satu alasannya saat itu ialah karena cedera," kata Okto Maniani dalam sesi wawancara bersama kanal YouTube Sport77 Official.
Â
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Akibat Merasa Cepat Puas
Selain faktor cedera, Okto juga mengakui popularitas juga menjadi masalah utama jika seorang pesepak bola langsung cepat puas dengan pencapaiannya di usia yang masih muda.
Masalah ini memang tak bisa dilepaskan dari latar belakang Oktovianus Maniani. Jauh sebelum terkenal sebagai pemain tim nasional, dia pernah menjalani kehidupan yang pahit.
Karena kesuksesan itulah, Okto seperti sudah merasa mendapatkan semuanya. Hal ini berakibat fatal karena pemain yang terakhir memperkuat PSBS Biak pada 2022 tersebut tak berkembang.
"Selain itu, fase penurunan menurut saya pribadi, karena saya merasa cepat puas. Itu memang salah dan fatal dalam perjalanan karier saya saat itu," ujarnya.
"Saya merasa sudah dapat semuanya. Karena, sebelum menjadi pesepak bola yang terkenal, hidup saya di pasar. Sehari dapat Rp30 ribu sudah terasa cukup bagi saya," ia menambahkan.
Advertisement
Popularitas Bikin Lupa Diri
Dalam kasus Okto, penyesalan memang datang terlambat. Dia baru menyadari sikapnya di masa lalu justru membuat karier sepak bolanya hancur. Padahal, dia saat itu sudah berkeluarga.
Faktor lain yang membuat performanya menurun itu juga tak bisa dilepaskan dari sikap indisipliner dalam menjaga kebugaran. Padahal, bagi seorang atlet, tubuh adalah aset yang paling berharga.
"Padahal, ada hal besar yang seharusnya saya pikirkan, karena saya sudah punya keluarga. Seharusnya saya punya tanggung jawab besar, tetapi saya lupa," katanya.
"Karena dengan kepuasan itu, bisa bermain bersama tim nasional dan dipuja banyak orang, saya justru lupa diri. Akhirnya hal itu membuat saya tidak bisa menjaga kondisi kebugaran agar tetap fit," lanjutnya.
Â
Pesan Penting untuk Generasi Muda
Pemain asal Jayapura tersebut berharap, pengalaman pahitnya bisa menjadi pelajaran bagi pemain muda. Satu hal lainnya yang juga disampaikan Okto ialah memaksimalkan kesempatan bermain bersama tim nasional.
Jika menilik ke belakang, ada banyak sekali pemain yang menolak panggilan tim nasional. Menurut Okto, sikap semacam itu bisa berakibat fatal untuk karier seorang pesepak bola.
Bagaimanapun juga, salah satu puncak karier seorang pesepak bola ialah mengantarkan prestasi terbaik untuk tim nasional di level internasional
"Jangan sampai ada rasa puas, karena itu akan merusak karier kalian untuk berprestasi. Pesan saya untuk para pemain muda, saat mendapatkan panggilan tim nasional, datanglah," ujarnya.
"Jangan sampai tidak datang. Karena itu yang akan membantu kalian memiliki nilai jual ke depan yang lebih baik. Pemain yang tidak mau memenuhi panggilan Timnas itu bisa fatal," ia melanjutkan.
Advertisement