Bola.com, Jakarta Duel El Clasico Jawa Timur, Persebaya Surabaya melawan Arema FC sudah berlalu. Namun, laga yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Sabtu (25/9/2023) ini masih menimbulkan kesan positif.
Beberapa yang menyita perhatian adalah bagaimana laga yang sejak dulu sering diantisipasi karena tensi tinggi, justru berlangsung tanpa kendala. Misalnya saja, rombongan Arema FC menggunakan bus saat masuk dan meninggalkan stadion.
Baca Juga
Hasil BRI Liga 1: PSM Comeback dan Bungkam Barito Putera, Malut United Curi 3 Poin di Markas PSIS
Pelatih Persija Sedih Timnas Indonesia Tersingkir dari Piala AFF 2024, Berharap Dony Tri dan Muhammad Ferarri Ikut Away ke Malut United
Sudah Lewati 5 Laga Bersama Persis, Ong Kim Swee Kecewa Belum Bisa Persembahkan Kemenangan Pertama
Advertisement
Padahal selama ini mereka menggunakan rantis untuk menghindari lemparan dari suporter tuan rumah. Begitu juga saat Persebaya main di Malang. Maklum, rivalitas kedua tim sangat tinggi dan suporter kedua tim juga sulit didamaikan.
Mantan striker Arema FC era 90-an, Singgih Pitono jadi saksi rivalitas kedua tim. Saat mendengat jika skuat Arema menggunaka bus biasa ke Stadion GBT, dia merasa ini sebuah hal yang positif. Apalagi Bonekmania ikut mengawal skuat Singo Edan. Apa katanya?
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Hal Bagus
Singgih Pitono menceritakan pengalamannya menjadi saksi hidup Derbi Jatim saat masih aktif menjadi pesepak bola. Kini ia senang karena atmosfer laga berubah lebih dingin.
Singgih berharap, jika nantinya Arema FC ber-homebase kembali di Malang, perlakukan yang sama bisa diberikan Aremania. Mereka mengawal rombongan Persebaya dengan aman. Sehingga tidak ada kesan sebuah peperangan. Melainkan simbol perdamaian.
“Saat jadi asisten pelatih Arema, dua kali saya ikut away ke Surabaya. Semuanya menggunakan rantis. Itupun masih dilempari suporter. Ketika tahu kemarin tidak pakai rantis, rasanya ini jadi sebuah hal yang bagus kedepannya,” kata top skorer Galatama 1993 tersebut.
Advertisement
Kenangan Era 90-an
Semasa bermain, Singgih beberapa kali away dengan Arema ke Surabaya. Waktu itu, rantis atau barakuda masih belum digunakan untuk akomodasi tim. Sehingga Arema tetap menggunakan bus dari hotel menuju Stadion Tambaksari atau Gelora 10 November yang jadi markas Persebaya waktu itu.
“Waktu saya masih jadi pemain, rasanya tidak pernah pakai rantis. Pakai bus dengan pengawalan Polisi. Ya tetap dilempari. Kaca bus pecah sudah biasa."
"Datang dan keluar dari stadion pasti situasinya seperti itu. Kami harap, kedepan era baru sebagai sesama suporter Jawa Timur harusnya bisa berdamai,” terangnya.