Bola.com, Yogyakarta - Tragedi Kanjuruhan tepat setahun berlalu. Untuk memeringati peristiwa memilukan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 itu, Jaringan Solidaritas Tragedi Kanjuruhan Yogyakarta menggelar aksi di kawasan Tugu Pal Putih Yogyakarta, Minggu (1/10/2023).
Koordinator Lapangan Aksi Jaringan Solidaritas Tragedi Kanjuruhan Yogyakarta, Muhammad Fakhrurrozi mengatakan 1 Oktober adalah hari yang tidak boleh dilupakan. Sebab, ada 135 orang, termasuk perempuan dan 38 anak yang direnggut nyawanya.
Baca Juga
Advertisement
Mereka meregang nyawa selepas menyaksikan pertandingan Liga 1 yang mempertemukan antara Arema FC kontra Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
"Kematian itu sebabnya karena dua perkara, yaitu brutalitas aparat keamanan dan tidak becusnya panitia penyelenggara pertandingan," ujarnya kepada wartawan.
Fakhrurrozi menjelaskan, aksi solidaritas sudah berlangsung sejak Kamis (28/9/2023). Lantas, bertepatan setahun tragedi tersebut, mereka mengadakan aksi simbolik seperti gantung sepatu, nobar film Tragedi Kanjuruhan, refleksi keluarga korban kanjuruhan, doa bersama, dan pernyataan sikap politik.
"Aksi ini diikuti oleh masa gabungan. Mulai dari suporter hingga teman-teman muda yang ingin ikut aksi yang tergerak untuk solidaritas," kata Fakhrurrozi.
Â
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
6 Tuntutan
Sebagai pernyataan sikap, ada enam tuntutan yang disuarakan oleh Jaringan Solidaritas Tragedi Kanjuruhan Yogyakarta.
Di antaranya mereka menuntut agar ditetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat, hentikan renovasi atau perombakan Stadion Kanjuruhan.
Kemudian, hentikan penggunaan gas air mata dalam pertandingan sepak bola, penanganan kerumunan, dalam aksi demonstrasi dan penanganan apapun.
Lalu, bebaskan delapan tahanan Arek Malang tanpa syarat, usut tuntas kasus dan keterlibatan aktor lain dalam Tragedi Kanjuruhan, dan tetapkan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Duka Sepak Bola Nasional.
"Dalam Tragedi Kanjuruhan itu, gas air mata yang mestinya tidak boleh dibawa oleh aparat di stadion malah ditembakkan kemana-mana. Termasuk ke tribun penonton yang saat itu ditempati oleh 40-an ribu penonton. Hanya didapat tiga orang dengan vonis ringan, sebagai dalang dari pembantaian besar ini," tandas Fakhrurrozi.
Â
Â
Advertisement
Negara dan Kepolisian Abai
Fakhrurrozi berujar, Tragedi Kanjuruhan adalah salah satu bencana terburuk dalam dunia olahraga Tanah Air. Menurut dia, aksi solidaritas ini jadi momentum yang tepat untuk mengingat tragedi tersebut.
"Hingga hari ini, keluarga korban Tragedi Kanjuruhan tidak pernah mendapatkan proses pengusutan dan keadilan yang konkrit," keluhnya.
"Negara dan kepolisian telah abai dan sepenuhnya menolak bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan," tambah Fakhrurrozi.
Â
Â
Â
Merasa Kehilangan
Hal senada diungkapkan, Nuri Hidayat, salah satu keluarga korban asal Malang yang hadir dalam aksi tersebut. Dia menuturkan, sampai saat ini para keluarga korban masih merasa kehilangan.
Apalagi dengan berbagai hal tidak mengenakkan yang hampir setahun ini mereka rasakan. Seperti adanya intimidasi secara verbal terhadap keluarga korban.
"Kami merasa sakit sekali. Bahkan kami jauhlah dari kata keadilan itu. Berbagai upaya sudah kami lakukan seperti mediasi dengan Pemkab Malang tapi belum ada hasil," ungkapnya.
"Tragedi Kanjuruhan bukan diakibatkan oleh buruknya infrastruktur stadion atau karena hembusan angin sebagaimana dinyatakan oleh Presiden Joko Widodo."
"Terdapat fakta yang jelas adanya pemukulan, kekerasan, kebrutalan aparat dan kesengajaan penembakan gas air mata yang menyebabkan tewasnya 135 orang tak bersalah," tegas Nuri.
Â
Advertisement
Intimidasi
Mirisnya, ditengah perjuangan keluarga korban dalam mendapatkan keadilan, mereka justru mendapatkan intimidasi, dicelakai, hingga ancaman pembunuhan.
"Memang banyak keluarga korban yang mendapat tali asih dari negara. Tapi menurut kami itu adalah sebuah takziah. Jadi kalau ada kata-kata tali asih itu sebagai ganti nyawa dari anakku pasti kami tidak terima," ucapnya.
"Dan setelah ini, sebagai keluarga korban, saya berharap agar Tragedi Kanjuruhan ini diusut tuntas," harap Nuri.
Yuk Lihat Peta Persaingan
Advertisement