Bola.com, Semarang - Pelatih PSIS Semarang, Gilbert Agius, harus beradaptasi dan mencari solusi yang tepat agar timnya bisa tetap beraktivitas dengan optimal saat harus menjalani puasa di bulan ramadan.
Aktivitas berpuasa yang dijalankan kaum muslim selama bulan ramadan sebetulnya bukan hal yang baru bagi Gilbert Agius. Sebab, sepanjang kariernya sebagai pelatih, dia kerap bersinggungan dengan pemain muslim.
Baca Juga
Musim Hujan, Begini Siasat Pelatih Persik Agar Para Pemainnya Tidak Sakit Jelang Laga Melawan PSIS
Bursa Transfer Paruh Musim BRI Liga 1 2024 / 2025 Bakal Panas: Siapa Lagi yang Merapat Selain Eks Bek Lazio?
Berstatus Raja Tandang, tapi Jeblok di Kandang: Pelatih Persik Bertekad Jadikan PSIS Tumbal Kebangkitan di BRI Liga 1
Advertisement
Namun, dia juga harus mencari jalan tengah agar para pemainnya bisa tetap berlatih dengan normal selama ramadan. Ini menjadi tantangan bagi Gilbert karena kondisi pemain yang tidak ideal akibat berpuasa.
“Saya melihat ramadan sebagai bulan suci yang sangat spiritual bagi muslim. Mereka juga banyak beribadah kepada Tuhan. Di bulan ini, kaum muslim melakukan puasa,” kata Gilbert dikutip dari kanal YouTube PSIS TV.
“Puasa dan olahraga adalah dua hal yang seolah bertabrakan. Sebab, sebagai seorang atlet, sebetulnya sangat susah untuk tidak minum dan tidak makan saat harus bermain,” ia menambahkan.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Cari Solusi Terbaik
Situasi ini sebetulnya sudah dihadapi pelatih asal Malta itu pada ramadan tahun lalu. Ketika itu, Gilbert harus beradaptasi karena ini menjadi momen pertama baginya berkarier di negara yang mayoritas beragama muslim.
Setelah berdiskusi dengan seluruh elemen tim, solusi terbaik yang diambil ialah menggeser waktu latihan. Dari biasanya berlangsung pagi, agenda latihan diubah pada sore hari, tepatnya satu jam sebelum waktu berbuka tiba.
“Tapi, yang saya lakukan musim lalu saat saya pertama kali melatih PSIS Semarang, kami harus mengganti waktu latihan. Kami mulai latihan satu jam sebelum buka puasa,” katanya.
“Karena, pilihannya adalah menggelar latihan sebelum atau sesudah berbuka puasa. Kami pun berdiskusi dan solusi terbaiknya adalah menggelar latihan setelah berbuka. Mereka bisa makan setelah latihan selesai,” lanjutnya.
Advertisement
Perlu Keseimbangan
Pelatih berusia 50 tahun itu menjelaskan, memang tidak mudah untuk menghadapi situasi ramadan pada hari pertandingan. Sebab, tim pelatih harus mencari waktu serta menu makanan yang tepat.
Pemain tentu tak bisa berbuka dengan menu makan yang normal menjelang pertandingan. Oleh karena itu, eks pelatih Timnas Malta itu berusaha untuk beradaptasi dengan kultur pesepak bola muslim di Indonesia.
“Ketika kami sudah selesai latihan, mereka bisa berbuka puasa dan mendapatkan energi untuk latihan. Selain mengganti jadwal, kami juga harus menyeimbangkan apa yang mereka makan dan kapan waktunya saat pertandingan. Memang tidak mudah,” katanya.
“Jadi, saya harus beradaptasi untuk bulan ramadan. Saya tidak mengubah apa pun. Saya tidak mengubah makanannya. Karena saya tahu akan sulit untuk mengubah makanan,” ia menambahkan.
Yuk Lihat Peta Persaingan
Advertisement