Bola.com, Surabaya - Tepat bulan ini, 24 tahun yang lalu, Persebaya Surabaya merasakan duka yang mendalam karena meninggalnya seorang pemain mereka. Dia adalah Eri Irianto, wafat pada 3 April 2000, meninggalkan Persebaya, masyarakat Surabaya, dan semua penggemar Persebaya.
Jika menilik kariernya, Eri Irianto mulai meniti karirnya bersama Petrokimia Putra, sebuah klub Galatama yang berbasis di Gresik.
Advertisement
Bersama dengan rekan-rekannya seperti Jacksen F. Tiago, Widodo C. Putro, Carlos De Mello, dan lainnya, Eri Irianto berhasil membawa Petrokimia Putra finis di posisi pertama klasemen wilayah Timur pada gelaran Liga Indonesia 1994-1995.
Mereka mencapai babak 8 besar dengan catatan yang mengesankan, meskipun harus menelan kekalahan pahit dari Persib Bandung pada partai puncak.
--
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Performa Tertular di Timnas Indonesia
Kemampuan Eri Irianto terus bersinar, dan ia dipercaya untuk memperkuat Timnas Indonesia, di mana ia menorehkan sejarah dengan penampilan gemilangnya di SEA Games ke-18 di Chiang Mai, Thailand.
Dalam salah satu pertandingan, Indonesia menghancurkan Kamboja dengan skor telak 10-0, dengan empat gol dicetak oleh Eri Irianto sendiri.
Prestasi Eri Irianto tidak berhenti di situ. Pada kualifikasi Piala Asia 1996, ia kembali menunjukkan kepiawaiannya dengan membawa Timnas Indonesia mengalahkan India dengan skor 7-1, dan menahan imbang Malaysia 0-0.
Kehadirannya di lini tengah membuat pertahanan lawan sulit untuk menembus, sementara kreasi serangan Indonesia seringkali dimulai dari kakinya. Tak hanya itu, dia dikenal memiliki tendangan geledek, yang seringkali menjadi solusi saat tim yang dibelanya mengalami kebuntuan.
Namun, pada tahun 1996, Eri Irianto memutuskan untuk mencoba peruntungannya di luar negeri, dan ia bergabung dengan klub Malaysia, Kuala Lumpur FC. Tak lama setelah itu, dia kembali ke tanah air dan membela Persebaya Surabaya.
Di sana, dia berjuang keras bersama timnya, mencapai partai final pada musim kompetisi 1998/1999, meskipun harus menyerah di hadapan PSIS Semarang.
Advertisement
Momen Gelap
Hingga akhirnya, tanggal 3 April 2000 memang menjadi tanggal yang tidak akan dilupakan oleh semua pihak di Persebaya dan juga Bonek, suporter Persebaya. Pada tanggal itulah, Eri mengalami insiden di Stadion Gelora 10 November, Surabaya.
Saat itu, Persebaya melakoni pertandingan melawan PSIM Yogyakarta dalam lanjutan Divisi Utama 1999/2000. Eri yang juga tampil di laga tersebut bertabrakan dengan pemain PSIM asal Gabon, Samson Noujine Kinga.
Pada sekitar pukul 17.00 WIB, Eri menjalani serangkaian pemeriksaan medis intensif di rumah sakit, termasuk rontgen, CT scan, dan pemeriksaan lainnya, setelah mengalami kondisi yang membuatnya sangat tidak nyaman.
Meskipun hasil pemeriksaan awal menyatakan bahwa kondisi fisiknya normal, Eri tetap merasa sangat sakit dan mengalami gejala tubuh yang tidak sesuai dengan suhu normal tubuhnya.
Kemudian, sekitar pukul 22.00 WIB, tim medis memutuskan untuk memindahkan Eri ke ruang observasi intensif (ROI) untuk memantau kondisi otaknya yang mungkin terpengaruh akibat benturan saat bermain.
Setelah hampir empat jam berada di ruangan tersebut, Eri, yang lahir di Sidoarjo pada tanggal 12 Januari 1974, akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Nama Eri pun dikenang akibat insiden itu.
Pensiunkan Nomor 19
Persebaya memutuskan untuk mempensiunkan nomor 19 yang menjadi miliknya musim itu. Tak cukup sampai di situ, mes pemain Persebaya yang terletak di Jl Karanggayam No 1, Surabaya juga diberi nama Wisma Eri Irianto.
Angka 19 kini telah menjadi angka yang sakral di Persebaya. Bahkan, angka itu telah dipensiun sebagai nomor punggung untuk menghormati Eri. Tidak ada lagi pemain Persebaya yang bisa menggunakannya.
Usia Eri memang hanya sampai 26 tahun. Namun, dia sudah meninggalkan banyak hal dalam karier sepak bola. Dia membawa Persebaya menjadi runner-up Divisi Utama 1998/1999. Selain itu, dia sudah pernah membela Timnas Indonesia dan telah mengantongi 10 caps.
Advertisement