Bola.com, Semarang - Pelatih PSIS Semarang, Gilbert Agius, menyimpan penyesalan atas sejumlah keputusan yang diambil dalam hidupnya untuk bisa fokus melanjutkan kariernya di dunia sepak bola.
Karier sepak bola pelatih asal Malta ini dimulai ketika bergabung bersama klub kota kelahirannya, Valletta. Bersama klub tersebut, Gilbert Agius sudah memulai kiprahnya di jenjang profesional pada 1990.
Baca Juga
Advertisement
Itu berarti bahwa Gilbert sudah resmi menjadi pesepak bola sejak usianya baru menginjak 16 tahun. Oleh karena itu, dia sudah harus meninggalkan bangku sekolah formal agar bisa fokus melanjutkan kariernya.
“Saya berhenti sekolah ketika usia saya menginjak 15 tahun. Jadi, saat itu saya harus berhenti karena fokus sepak bola. Karena, saat usiaku 16 tahun, saya sudah bermain sepak bola bersama Valletta,” kata Gilbert Agius.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kembali ke Masa Muda
Karier Gilbert Agius di dunia sepak bola memang pada akhirnya menghasilkan banyak sejarah. Di level klub, loyalitasnya bersama Valletta menghasilkan tujuh gelar juara. Dia juga menjadi pemain dengan jumlah caps dan gol terbanyak di klub tersebut.
Nomor punggung 7 yang digunakan Gilbert pun dipensiunkan demi menghargai pengabdiannya. Untuk level tim nasional, Gilbert mendapatkan penghargaan dari UEFA karena mengukir 119 caps selama dua dekade memperkuat Timnas Malta
Seiring berjalannya waktu, pelatih kelahiran 21 Februari 1974 itu merasa menyesal dengan keputusannya. Sebab, Gilbert sebetulnya termasuk murid yang pandai ketika masih duduk di bangku sekolah.
“Namun, itu tidak bagus. Saya berharap bisa kembali lagi ke masa-masa itu dan belajar sungguh-sungguh. Karena, saya saat itu pandai di sekolah dan jadi murid yang baik,” kata Gilbert Agius.
Advertisement
Filsafat dan Psikologi
Setelah memutuskan untuk pensiun dan melanjutkan kariernya di dunia racik strategi, juru taktik berusia 50 tahun itu menemukan kembali keasyikan mempelajari beberapa mata pelajaran.
Dua di antaranya yakni psikologi dan filsafat. Bagi Gilbert Agius, hal ini menjadi salah satu cara mengobati penyesalannya karena tak sempat mengenyam bangku sekolah secara formal karena sepak bola.
“Namun, setelah saya mengambil kursus untuk menjadi pelatih, itulah yang saya pelajari. Saya masih tertarik kepada beberapa subyek pelajaran seperti psikologi dan filsafat,” kata manta pelatih Timnas Malta itu.
“Saya mencoba untuk membaca sesuatu tentang hal itu. Namun, saya tidak pernah mempelajarinya secara formal di bangku kuliah. Saya merasa itu sebuah kerugian,” ia melanjutkan.
Persaingan di BRI Liga 1
Advertisement