Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia terus bersiap jelang laga berat pada 6 dan 11 Juni mendatang. Tim asuhan Shin Tae-yong tersebut akan menjamu Irak dan Filipna di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta pada lanjutan babak kedua kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Dalam dua laga nanti, Timnas Indonesia yang kini berada di posisi kedua Grup F dengan tabungan tujuh poin, menargetkan kemenangan demi memastikan langkah ke babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026.
Baca Juga
Semangat Membara Bang Jay Idzes Menyambut Lanjutan R3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Maret 2025!
Marselino Ferdinan dan 3 Pemain Diaspora Timnas Indonesia yang Main Kinclong saat Taklukkan Arab Saudi: Petarung Tangguh
Pelatih Bahrain Mulai Ketar-ketir Jelang Lawan Timnas Indonesia: Sangat Sulit, Mental Harus Disiapkan!
Advertisement
Dari sekian posisi yang dipersiapkan, lini tengah menjadi sorotan. Di sektor ini, coach STY telah memanggil Thom Haye, Ivar Jenner, Marselino Ferdinan, Ricky Kambuaya, Yakob Sayuri, dan Egy Maulana Vikri.
Nama-nama tersebut bukan sosok yang asing. Setidaknya, sebagian besar dari mereka ikut mengantarkan timnas senior ke-16 Besar Piala Asia 2023 maupun semifinal Piala Asia U-23 2024.
Sejarah mencatat, Timnas Indonesia memang sangat bertumpu kepada pemain lini tengah, teristimewa gelandang serang.
Â
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Firman Utina
Masih ingat Firman Utina? Bagi mereka yang berusia di atas 30 tahun, Firman bukanlah nama yang asing. Dari sekian nama mentereng di eranya, sang gelandang adalah satu di antaranya.
Di masa kejayaanya, Firman Utina tak hanya andalan di lini tengah bagi klub yang pernah dibelanya, tetapi juga Timnas Indonesia. Bermain sebagai gelandang serang, legenda yang kini berusia 42 tahun itu pernah berjaya bersama Arema Malang, Sriwijaya FC, dan Persib Bandung.
Bareng Singo Edan, pria kelahiran Manado, Sulawesi Utara tersebut menyabet dua gelar Piala Indonesia yakni 2005 dan 2006.
Pindah ke Sriwijaya FC, peran ciamiknya di lini tengah ikut mengantarkan Laskar Wong Kita menyabet gelar jawara Liga Super Indonesia 2011/2012 serta Community Shield Indonesia 2010.
Tak kalah mengilap, Firman Utina juga menorehkan sensasi ketika memperkuat Persib Bandung. Dia membawa Tim Maung Bandung menyebet trofi bergengsi Liga Super Indonesia 2014 dan Piala Indonesia 2015.
Di timnas, sosoknya juga nyaris tak tergantikan. Siapa pun pelatihnya, Firman Utina kerap masuk daftar starter. Bersama timnas, Firman pernah memenangkan Piala Kemerdekaan 2004 serta dua kali runner-up Piala AFF 2004 dan 2010.
Kehebatannya diakui lawan, setidaknya di kawasan Asia Tenggara. Terbukti, ia pernah didapuk sebagai pemain terbaik Piala AFF 2010.
Tak hanya Firman Utina, Indonesia juga punya gelandang serang jempolan lainnya dalam kurun 25 tahun terakhir. Mereka dikenang tak hanya karena permainan khasnya tetapi juga kontribusi selama mengenakan jersey kebangaan Tim Garuda. Berikut tiga nama lainnya.Â
Â
Advertisement
Ponaryo Astaman
Mau tahu apa ciri khas Ponaryo Astaman ketika bertanding? Ia kerap mengecoh lawan dengan cara mengumpan bola tanpa melihat rekan yang akan diberinya assist.
Kelebihan lainnya, Ponaryo juga tipe gelandang serang yang selalu ngotot mempertahankan bola dan kalau lepas ia langsung merebutnya kembali.
Fisik dan staminanya yang luar biasa membuat mantan bintang PSM Makassar, Arema Malang, Siriwijaya FC, dan Persib Bandung itu jadi playmaker yang paling dicari setiap pelatih timnas.
Sukses bersama Arema Malang, Sriwija FC, dan Persib membuat Ponaryo Astaman masuk daftar elite pemain dengan bayaran termahal di masanya.
Kiprahnya di timnas senior cukup lama, dari 2001 hingga 2014. Gelar kampiun Piala Kemerdekaan 2008 dan dua kali runner up Piala AFF 2004 dan 2010 menjadi penanda Timnas Indonesia pernah memiliki playmaker tokcer bernama Ponaryo Astaman.
Â
Ahmad Bustomi
Lama menghilang, apa kabar Ahmad Bustomi? Arek Jombang ini dulu sempat jadi idola jutaan fans setia Timnas Indonesia. Gaya permainannya yang meliuk-liuk bagai belut membuat Indonesia tak pernah kehabisan stok mumpuni di lini tengah.
Ahmad Bustomi sejatinya memang seorang gelandang bertahan. Namun, bukan berarti dia tak bisa diplot sebagai playmaker yang mengatur tempo permainan.
Posturnya yang mungil, 167 cm, tak membuat nyali Ahmad Bustomi ciut setiap kali berhadapan dengan gelandang-gelandang dan bek-bek lawan bertubuh raksasa.
Saat masih memperkuat Arema misalnya, Ahmad Bustomi tampil bernas yang mengantarkan Tim Singo Edan ke singgasana Indonesia Super League (ISL) 2009/2010.
Pemain yang kini berusia 37 tahun itu berhasil menembus Timnas Indonesia U-23 dan naik pangkat ke tim senior. Dari kurun waktu 2010 sampai 2014, pemain yang juga pernah membela Mitra Kukar, Persela Lamongan, dan PSMS Medan tersebut membawa Indonesia ke final Piala AFF 2010. Sayang, di partai pamungkas, Ahmad Bustomi dkk. kalah dari Malaysia.
Â
Advertisement
Evan Dimas
Tak hanya dipercaya sebagai pengatur gempuran dan orang yang paling bertanggung jawab memutus serangan lawan di lini tengah, Evan Dimas juga dikenang sebagai seorang kapten Timnas Indonesia yang bersahaja. Tak banyak bicara namun banyak bekerja, itulah ciri khas pemain yang kini berusia 29 tahun itu.
Kariernya di timnas bisa dibilang moncer. Berangkat dari Timnas Indonesia U-16, eks penggawa Persija Jakarta itu kemudian naik level ke Timnas Indonesia U-19, U-23, dan selanjutnya ke timnas senior.
Di timnas, Evan Dimas pernah membawa Garuda Muda menyabet gelar juara Piala AFF U-19 2013.
Bagi lawan Indonesia, Evan Dimas adalah hantu yang sangat menakutkan. Menghentikan pergerakannya berarti mematikan 50 persen kekuatan Indonesia.
Itulah mengapa, saat final SEA Games 2019 lalu melawan Vietnan, bek Doan Van Hau menyudahi permainan Evan dengan tekel horor pada medio babak pertama.
Tebasan maut tersebut membuat Evan Dimas harus keluar lapangan pertandingan dengan ditandu. Minus sang konduktor, Indonesia takluk 0-3 dan harus pulang membawa medali perak.
Evan Dimas butuh waktu yang cukup lama untuk pulih dan beraksi kembali di lini tengah. Meski tak lagi di timnas, namanya terpatri kuat di hati rakyat Indonesia.