Bola.com, Jakarta - Pesepak bola Indonesia belakangan ini menggalang gerakan untuk merespons kebijakan PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) dalam menambah kuota penggunaan pemain asing pada musim depan.
Di media sosial, para pesepak bola secara serempak mengunggah gambar dengan tulisan ‘Ini Sepak Bola Indonesia, Apakah Ini Sepak Bola Indonesia?’ di akun Instagramnya masing-masing pada Jumat (7/6/2024) malam WIB.
Baca Juga
Advertisement
Gerakan ini diyakini sebagai sebuah bentuk protes dari para pemain lokal soal perubahan regulasi kuota penggunaan pemain asing, dari enam menjadi delapan, untuk kompetisi Liga 1 musim depan.
Menurut mantan pelatih Persik Kediri, Aris Budi Sulistyo, fenomena ini muncul karena kegelisahan para pemain yang nasibnya terancam dengan kehadiran pemain impor. Sebab, kesempatan mereka akan tergerus dengan kebijakan ini.
“Saya kurang setuju dengan delapan pemain asing. Karena, di samping juga pembinaan dan sisi profesional, kita harus memberikan wadah bagi pemain-pemain lokal untuk jadi hebat,” ujar Aris Budi saat dihubungi Bola.com, Sabtu (8/6/2024).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Gaji Pemain Lokal
Namun demikian, Aris juga tak menampik apabila saat ini gaji para pemain lokal sudah sangat tinggi. Saban tahun, nilai kontrak terus mengalami lonjakan. Akan tetapi, hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas pemain.
“Memang harga pemain sudah gila-gilaan. Dari kemarin-kemarin, saya juga sudah melihat itu. Kenapa kok tim bisa menghargai pemain dengan nilai yang begitu tinggi?” katanya.
“Sedangkan, menurut saya, harganya tinggi, prestasi dan kemampuan masih biasa-biasa saja. Jadi, seolah-olah setiap tahun nilai kontrak para pemain ini harus naik. Walaupun kemampuannya tidak ikut naik,” imbuhnya.
Advertisement
Klub Kelimpungan
Tingginya nilai kontrak para pemain lokal ini memang akhirnya turut membuat klub kelimpungan secara finansial. Pasalnya, mereka harus menyiapkan anggaran besar untuk mengontrak pemain yang sudah punya nama besar.
“Nah ini yang harus bisa dilihat lagi. Karena, dengan harga yang begitu tinggi, itu membuat klub kelimpungan. Karena setiap musim harus mengeluarkan puluhan miliar untuk menggaji pemain, bahkan bisa lebih besar untuk klub-klub yang besar,” ujarnya.
Muncul Ketimpangan
Selain itu, Aris juga mengamati fenomena kesenjangan yang timbul di klub-klub Indonesia. Klub elite bisa mudah mendapatkan pendanaan dari sponsor. Sementara klub kecil sulit untuk mengaksesnya.
“Yang menjadi masalah lagi adalah kesenjangan antara tim satu dengan tim lainnya. Apalagi tim level kabupaten dengan tim-tim besar yang bisa lebih mudah mendapatkan sponsor,” kata Aris Budi.
“Perbedaan yang mencolok inilah yang menyebabkan ketimpangan. Akhirnya, pemain-pemain yang berada di klub kecil yang akan menghadapi gejolak. Mereka akan meminta bayaran yang sama,” ujarnya.
“Karena, mereka melihat Si A di sana prestasinya cuma segitu, sedangkan saya prestasinya segini, tetapi dapatnya cuma sedikit. Inilah yang efeknya membuat klub berpikir 10 kali untuk mempertahankan pemain tersebut dengan permintaan selangit.”
Advertisement