Sukses


Kilas Balik Aturan Pemain Asing di Liga Indonesia: Revolusi Profesi Demi Angkat Gengsi, Prestasi, dan Menarik Atensi Fans Bola Sejati

Bola.com, Kediri - Gerakan Revolusi Industri terjadi pada periode tahun 1760-1850 yang dimulai di Kawasan Britania Raya. Imbasnya terjadi perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia.

Revolusi ini menyebabkan terjadinya perkembangan masif yang mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia yang berimbas pada pendapatan untuk kehidupan sehari-hari. Revolusi Industri ini juga merembet ke dunia olahraga. Olahraga yang sebelumnya sebagai hobi dan untuk mengangkat harkat sebuah negara, berikutnya menjadi profesi bagi pelakunya untuk hidup lebih mapan dan sejahtera.

Di cabang sepak bola, revolusi juga terjadi secara besar-besaran. Pemain profesional dengan kualitas mumpuni pun menyebar ke berbagai liga di seluruh belahan dunia. Indonesia pun tak bisa menghindari invasi pemain impor tersebut di kompetisi domestik.

Aturan pemakaian asing pun mulai ditata. Kebijakan di Indonesia dimulai dari kompetisi Galatama pada era 1980-an dengan dibentuknya klub-klub privat yang didanai dari orang-orang kaya di Tanah Air. Namun aturan ketika belum jelas, salah satunya terkait jumlah dan asal negara si pemain.

 

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Manuver Galatama

Dalam sejarah awal Galatama tak tak banyak pemain asing yang beredar. Karena Liga ini masih baru lahir, sehingga tak begitu memikat minat pesepak bola luar negeri. Selain itu, pamor sepak bola Indonesia yang masih medioker juga jadi pertimbangan mereka.

Dari catatan hanya ada delapan pemain asing yang pernah berkiprah dalam kompetisi Galatama (1979-1993). Namun kehadiran pemain asing gelombang pertama ini menumbuhkan animo penonton untuk menyaksikan aksi mereka di lapangan hijau. Selain itu, tentu saja pengelola Galatama harus mampu bersaing dengan klub Perserikatan yang telah memiliki pendukung fanatik tradisional lebih besar.

Klub Pardedetex Medan paling getol memanfaatkan regulasi jasa pemain asing. Dua pemain asing pertama yaitu Steve Tombs dan Paul Smythe. Kedua pemain dari Exeter, klub Divisi III Liga Inggris, itu memperkuat Pardedetex di Galatama I/1979-1980. Musim 1980-1983, datang pemain asal Brasil, Jairo Matos yang ditransfer dari Yomiuri (Jepang). Pardedetex juga pernah mengontrak pemain asal Belanda berdarah Suriname, Wendel van Leeuwarde pada musim 1982-1983.

Di musim sama, Niac Mitra mendatangkan kiper David Leedan Fandi Ahmad asal Singapura. Ada pula sosok asal Belanda berdarah Ambon, Moses Isaac dan Hans Manuputty, yang memperkuat Tunas Inti. Gelombang selanjutnya ada lima pemain asing yaitu Agusto Savilla (Brasil) –rekan Jairo Matos di Yomiuri, Juan Carlos (Brasil), Soh Chin Aun (Malaysia), Piyapong Pue-on (Thailand), dan Rainer Bonhoff (Jerman [Barat]). Namun, mereka batal tampil di pentas Galatama. Karena ada prahara match fixing yang membuat Galatama harus dibubarkan.

 

3 dari 4 halaman

Era Baru

Air bah pemain asing kembali membanjiri Indonesia pada era penyatuan kompetisi Eks Galatama dan Perserikatan 1994. Saat itu, PSSI menyiapkan puluhan pemain asing untuk ditawarkan di tim-tim peserta Liga Indonesia edisi perdana. Untuk pertama kali muncul peran agen pemain sebagai perantara antara pemain dan klub. Saat itu nama Angel Ionita paling populer.

Tidak seperti era Galatama, PSSI pun mulai menerapkan aturan tiap klub diijinkan menggunakan tiga pemain asing. Di awal liga Divisi Utama, muncul nama-nama pemain bintang kelas dunia yakni Roger Milla dari Kamerun dan Mario Kempes dari Argentina.

Dalam perkembangannya, musim kompetisi 2003, PSSI mengeluarkan peraturan baru yang membolehkan setiap klub peserta Liga Indonesia memiliki lima pemain asing. Kuota pemain itu berlaku hingga musim 2014 atau sebelum PSSI dibekukan dan mendapat sanksi dari FIFA. Bak gayung bersambut, banyak agen pemain yang menilai Indonesia adalah negara yang tepat buat kliennya mengadu nasib. Eropa, Afrika, dan Asia menjadi benua favorit buat klub Liga Indonesia melempar jala seluas-luasnya. Gelombang pemain asing terus membanjiri sepak bola Indonesia, bahkan mantan bintang Piala Dunia juga tertarik.

Salah satunya kejutan Pelita Jaya merekrut Roger Milla, bintang Timnas Kamerun, yang menciptakan sensasi dengan menembus perempat final Piala Dunia 1990. Meski sudah mulai termakan usia, Roger Milla masih mampu menciptakan 23 gol dari 23 pertandingan. Mantan bintang timnas Argentina di Piala Dunia 1978, Mario Kempes, juga pernah berlaga di Liga Indonesia, tepatnya bersama Pelita Jaya pada tahun 1999. Striker andalan Albiceleste itu menyumbang 10 gol di 15 pertandingan yang dilakoni bersama Pelita.

Dari benua Eropa, ada juga beberapa pemain yang pernah berlaga di Piala Dunia. Ivan Bosnjak misalnya, pernah berseragam Persija Jakarta. Bosnjak merupakan striker Timnas Kroasia pada Piala Dunia 2006. Namun, sosok Dejan Gluscevic (Yugoslavia/Montenegro) bisa jadi merupakan pemain Eropa paling sukses di Liga Indonesia, setidaknya hingga kini. Eks bintang Liga Eropa seperti Michael Essien, Charlton Cole, Lee Hendrie, Marcus Bent, Danny Guthrie juga turut merasakan asam manis rumput lapangan sepak bola Indonesia.

 

4 dari 4 halaman

Pembaruan

Di era LPI sempat memberlakukan istilah marquee players dengan kualifikasi ketat untuk mengangkat level kompetisi. Namun kompetisi tak berjalan lama, karena terjadi dualisme kompetisi LPI dan ISL yang berbuntut pembekuan PSSI sebagai anggota FIFA.

Aturan pemakaian asing terus berkembang sesuai regulasi yang diterapkan AFC dan FIFA. Mau tak mau, Indonesia sebagai anggota kedua lembaga itu pun harus mengikuti tatatan yang telah ditetapkan. Apalagi AFC menerapkan akreditasi untuk klub yang bisa berlaga di level antarklub Asia. Jika sebelumnya juara dan runner-up Indonesia bisa langsung berkiprah di Liga Champions Asia, kini mereka hanya bisa tampil di level kedua dan ketiga di Asia. Karena grade kompetisi Indonesia berada di level kedua dan ketiga Asia.

Nah, agar klub-klub Indonesia bisa naik derajat di tataran antarklub Asia, maka penambahan kuota pemain asing pun harus ditambah guna mengangkat kualitas kompetisi. Ini dimulai di Liga 1 dengan memakai aturan pemakaian lima pemain asing dengan perincian tiga pemain bebas dari benua manapun, dan masing-masing satu dari Asia dan Asia Tenggara.

Untuk Liga 1 2024/2025 mendatang, PSSI, PI LIB, dan klub peserta kompetisi sedang menggodok aturan baru dengan kuota delapan pemain asing. Banyak pertimbangan terkait rencana penerapan aturan anyar ini. Tujuan utama adalah mengangkat mutu kompetisi untuk mengejar ketinggalan Indonesia atas negara-negara Asia lainnya. Misi tersirat adalah memberi atmosfer persaingan positif antara pemain lokal dan asing secara profesional. Faktor terselubung di baliknya yaitu hitungan ekonomis. Karena, konon, harga pemain lokal terlalu mahal dibanding pemain asing. Sehingga klub-klub pun secara realistis lebih memilih mengontrak pemain asing murah dengan kualitas setara pemain pribumi.

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer