Bola.com, Jakarta - Kongres PSSI 2024 disertai beberapa isu yang menjadi pembicaraan hangat publik sepak bola nasional.
Satu yang paling mendapat sorotan adalah kampanye para pemain lokal di Liga 1 yang menyiratkan penolakan adanya penambahan kuota pemain asing, dibandingkan musim lalu.
Baca Juga
Advertisement
Namun, kampanye itu rupanya memicu reaksi negatif dari masyarakat pencinta sepak bola nasional. Di sosial media, netizen justru mengolok-ngolok para pemain tersebut dengan sebutan "takut bersaing".
Pengamat sepak bola Tanah Air dari Football Institute, Budi Setiawan, mengatakan adanya kampanye penolakan penambahan legiun asing dari pemain-pemain lokal jangan diartikan sebagai bobroknya mental pemain nasional di Liga 1.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kurangnya Sosialisasi
Kata Budi Setiawan, publik harus melihatnya secara luas, bisa saja kampanye penolakan penambahan kuota pemain asing di Liga 1 muncul karena kurangnya sosialisasi dari PSSI maupun operator kompetisi, dalam hal ini adalah PT LIB.
"Penolakan ini jangan dimaknai sebagai bobroknya mental pemain lokal. Jangan sampai kita membacanya seperti itu. Saya lihat ini karena kurangnya sosialisasi dari sebuah kebijakan yang diambil, sehingga pemain tidak bisa memahami dan memaknai ini dengan baik," kata Budi Setiawan kepada Bola.com, Senin (10/6/2024).
"Tidak ada informal meeting dan formal meeting antara PSSI, PT LIB, dan asosiasi pemain ini membuat situasinya jadi agak tegang. Ada alur koordinasi dan komunikasi yang stagnan, sehingga upaya modernisasi seperti tidak kelihatan di permukaan," tambahnya.
Advertisement
Demi Memperkuat Klub Indonesia
Terkait kemungkinan pengesahan regulasi penambahan kuota pemain asing pada Kongres PSSI, Budi menegaskan jika tujuannya untuk memperkuat klub Indonesia di kompetisi Asia, maka kebijakan penambahan kuota pemain asing musim depan harus disetujui semua pihak tak terkecuali pemain profesional.
Menurut Budi, hingga saat ini tidak ada klub-klub Liga 1 yang bisa menembus jauh kompetisi Asia seperti halnya Persipura Jayapura.
"Kenapa ini harus dilakukan? Karena secara tidak langsung ini menentukan ranking liga atau kompetisi indonesia di Asia dan ASEAN. Dalam beberapa tahun terakhir klub Indonesia yang bertanding di kompetisi Asia tidak pernah lolos dari fase play-off atau grup stage awal," ungkapnya.
Klub Indonesia Sulit Bersaing di Asia
Sulitnya bersaing di turnamen Asia menyebabkan kuota klub Indonesia berkurang. Menurut Budi Setiawan syarat untuk bertambahnya kuota atau naik level adalah klub Indonesia harus punya prestasi mentereng di kompetisi Asia, mulai dari lolos fase grup hingga melenggang ke final.
"Sejauh mana klub indonesia melangkah akan menentukan jumlah kuota dan jumlah klub Indonesia pada musim selanjutnya (dan juga peringkat liga). Kompetisi AFC Champions League 1, Champions League 2, AFC Challenge, Indonesia hanya dapat slot di Champions League 2 dan AFC Challenge. Jadi kasta klub Indonesia itu grade B," tuturnya.
Pria yang pernah masuk kepengurusan PSSI sebagai Deputi Sekretaris Jenderal periode 2014 sampai 2017 itu menambahkan, penggunaan 6+2 pemain asing yang linier dengan standard kompetisi AFC menjadi pilihan untuk diambil PSSI. Kebijakan itu dalam konteks untuk menaikkan peringkat Liga Indonesia, baik di Asia maupun ASEAN.
Advertisement
Pemain Asing di Kompetisi Negara Tetangga
Masih kata Budi Setiawan, jika dibandingkan dengan negara tetangga, jumlah pemain asing mereka juga banyak. Pertama Malaysia Super League memperbolehkan 9 pemain asing didaftarkan, namun hanya ada lima yang boleh dimainkan saat bertanding.
Kedua Thai League atau Liga Thailand memperbolehkan klub mengontrak sembilan pemain asing. Tiga di antaranya harus berasal dari kawasan Asia Tenggara.
"Namun, jumlah yang boleh dimainkan di lapangan 7 pemain. Sementara itu Liga 1 musim depan boleh 8 pemain asing, namun yang diperbolehkan main bersamaan 5+1 Asia," Budi Setiawan mengakhiri pembicaraan.