Sukses


Nostalgia Rahim Soekasah di Sepak Bola Indonesia: Jadi Suporter, Pemain, hingga Manajer

Bola.com, Jakarta Rahim Soekasah, nama yang asing bagi generasi kini tapi tidak bagi generasi sebelumnya. Di masanya, Rahim Soekasah merupakan sosok yang tak terpisahkan dari sepak bola nasional.

Ia setidaknya pernah menduduki jabatan strategis, tiga di antaranya adalah manajer Pelita Jaya, manajer Timnas Indonesia U-23 2006, dan Ketua Badan Tim Nasional (BTN) medio 2009.

Rahim Soekasah juga dikenal sebagai salah satu petinggi klub Brisbane Roar yang bermain di kasta tertinggi Australia. Klub ini milik pengusaha beken Indonesia yang juga tokoh sepak bola dalam negeri, Nirwan Dermawan Bakrie.

Oh ya, selama memimpin Pelita Jaya, Rahim Soekasah sukses membawa timnya merengkuh gelar juara Galatama sebanyak empat kali sebelum kompetisi tersebut dibubarkan pada 1994 dan berganti nama menjadi Liga Indonesia.

Latar belakang serta pencapaian gemilang tersebut membuat Rahim Soekasah tak bisa lepas dari perjalanan panjang sepak bola nasional.

Kecintaannya terhadap sepak bola nasional juga pernah ia salurkan dengan cara maju sebagai calon Ketua Umum PSSI periode 2019 - 2023.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Pengalaman Besar

Lama tak muncul ke permukaan, pria yang kini terlihat masih bugar di usianya yang terus bertambah berbagi banyak kisah saat menjadi tamu di Bicara Bola besutan Akmal Marhali.

Dalam tayangan spesial tersebut, Akmal Marhali menyebut Rahim Soekasah sebagai salah satu tokoh sepak bola nasional yang sudah banyak makan asam garam serta hitam putih persepakbolaan Indonesia.

Apa yang membuat Rahim Soekasah sangat mencintai sepak bola hingga detik ini? "Saya senang sepak bola dari kecil. Ayah saya pencinta Persib Bandung. Ayah saya kan orang Sunda. Jadi setiap Persib main, saya diajak nonton. Dan ayah selalu bilang,'The best is Persib' Pada waktu itu Persib lagi bagus-bagusnya," kata Rahim Soekasah.

Dari ajakan-ajakan tersebut, balbalan menjadi keseharian Rahim Soekasah selanjutnya. "Waktu saya pindah ke Jakarta, saya ikut klub remaja. Latihannya di lapangan Mabes Polri sekarang. Awalnya bernomor punggung 11, posisi pemain sayap. Terus saya jadi kiper," kenangnya.

3 dari 4 halaman

Wah Pernah Jadi Kiper Terbaik

Karier Rahim Soekasah terus berlanjut sampai mahasiswa dan dia disebut-sebut sebagai kiper terbaik di PS Mahasiswa Indonesia yang juga merupakan anggota Persija Jakarta kala itu. "Kata orang sih begitu," kata Rahim Soekasah sambil tertawa.

Proses menjadi kiper cukup unik dan spontan. "Waktu itu kipernya lagi nggak ada. Saya ditanya bisa jadi kiper nggak, saya bilang saja bisa. Eh, ternyata bisa juga," ujarnya.

Hanya saja, kiprah Rahim Soekasah di lapangan hijau tak berlanjut ke pemain profesional. "Saya nggak pernah jadi pemain profesional. Saya sekolah ke Jerman. Nah, di Jerman, keinginan main bola itu muncul lagi karena di Jerman kan gila sepak bola. Jadi kebetulan saya tinggal di Munchen, jadi sering lihat tuh latihannya Bayern Munchen," tukas Rahim Soekasah.

Dari Jermam, Rahim Soekasah melanjutkan studi ke Inggris selama dua tahun lalu kembali ke Tanah Air.

"Saya sempat main bola dulu di PS Mahasiswa. Nggak lama muncullah Galatama (akhir 1979 atau awal 1980). Kebetulan kakak saya almarhum berteman dengan Edward Soeryadjaya (Astra). Dia tahu saya senang main bola. Lalu bicara-bicara, terus saya bilang bikin klub bola dong bos. Bikin deh Im, dia bilang begitu," kata Rahim Soekasah.

4 dari 4 halaman

Karier Jadi Manajer Tim

Singkat cerita, atas support Edward Soeryadjaya dan Astra, klub sepak bola yang diingiinkan Rahim Soekasah akhirnya terwujud. "Tapi tidak pakai nama Astra, melainkan naka UMS 80. Bukan UMS amatir ya," ujarnya.

Sayang, UMS 80 bubar pada tahun 1984. Padahal, klub dibangun berlandaskan manajemen yang sangat bagus dan solid.

"Gara-garanya pertandingan yang menentukan kita juara melawan Krama Yudha atau siapa siapa gitu saya lupa, bola itu harusnya sudah penalti karena kiper sudah jatuh tiba-tiba disentuh pemain belakang. Kan harusnya penalti. Dikartu merah pemain itu, kan berarti ada pelanggaran. Nggak tahunya berubah jadi corner. Nah, kalau berubah jadi corner buat apa dikasih kartu merah. Corner tetap dan kita kalah satu kosong. Kalau seri saja, kita bisa juara waktu itu," tutur Rahim Soekasah.

Meski merasa ducurangi dan UMS 80 bubar, Rahim Soekasah sama sekali tak kapok dan tetap menggeluti sepak bola. Sampai akhirnya dia dipercaya sebagai manajer Pelita Jaya dan berlanjut ke timnas dan bahkan menjadi tangan kanan Nirwan Dermawan Bakrie.

Lantas, apa masukan Rahim Soekasah untuk Timnas Indonesia saat ini? "Suasananya harus dibikin gembira. Aku lihat PSSI sekarang nih gembira. Suasana di kamar ganti happy semua. Kalau happt prestasi (pasti) bagus. Jangan murung. Ayo ketawa, gembira. Orang gembira tuh biasanya kuat," pungkas Rahim Soekasah.

Video Populer

Foto Populer