Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia akan menghadapi China dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia pada Selasa (15/10/2024). Laga ini mengingatkan cerita mengenai Kualifikasi Piala Dunia 1958, di mana Timnas Indonesia berhadapan dengan China lewat sistem home and away.
Pada Kualifikasi Piala Dunia Swedia 1958, Timnas Indonesia menempati Grup 1 Zona Asia dan Afrika. Pada putaran awal, langkah Indonesia berjalan mulus setelah menang WO atas China Taipei (Taiwan).
Baca Juga
Erick Thohir Ingin Timnas Indonesia Tuntaskan Putaran 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan 12 Poin: Ada Bonusnya
Marselino Ferdinan dan 3 Pemain Diaspora Timnas Indonesia yang Main Kinclong saat Taklukkan Arab Saudi: Petarung Tangguh
Pelatih Bahrain Mulai Ketar-ketir Jelang Lawan Timnas Indonesia: Sangat Sulit, Mental Harus Disiapkan!
Advertisement
Pada kualifikasi 1, Timnas Indonesia hanya berhadapan dengan China lewat sistem kandang tandang. Pada pertandingan pertama yang digelar di Jakarta, Indonesia menang 2-0 berkat gol Ramang (47' dan 80').
Pada pertemuan kedua, China menang 4-3 di kandang sendiri. Kedua tim akhirnya menjalani laga play-off di Yangon dan berakhir dengan skor 0-0. Indonesia berhak lolos ke fase berikutnya berkat selisih gol (3 gol tandang).
Indonesia bergabung dengan Sudan, Mesir, dan Israel pada babak berikutnya. Indonesia, seperti halnya sekarang, pada waktu itu tidak mengakui kedaulatan Israel, sehingga meminta FIFA menggelar pertandingan di tempat netral.
Namun, permintaan Indonesia ditolak. Indonesia akhirnya mundur dari Kualifikasi Piala Dunia dan mengubur kans tampil di Piala Dunia 1958.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Laga Kandang Kontra China Digelar di Monas
Satu hal yang menarik dari Kualifikasi Piala Dunia 1958 ialah laga yang digelar di Jakarta pada 12 Mei 1957. Menurut laporan Harian Merdeka dan Harian Umum, China berkekuatan 16 pemain tiba di Bandara Kemayoran, Jakarta, 5 Mei 1957.
Pertandingan itu disaksikan 80 ribu orang di Lapangan Ikada atau lapangan Gambir, kawasan Monas, yang merupakan pusat kegiatan olahraga Jakarta sebelum kawasan Senayan dibangun. Laga itu ditonton oleh Bung Hatta dan Duta Besar China serta Myanmar.
Timnas Indonesia yang ditangani Antun Pogacnik, dan China sama-sama tampil ofensif dengan lima penyerang. Namun, Indonesia sempat kesulitan karena buta akan kekuatan China. Maklum, China pada waktu itu tidak sering melakukan uji coba.
Sepanjang laga babak pertama, China menguasai hampir 90 persen penguasaan bola. Beruntung, Indonesia punya duet Chaerudin dan Thio Him Tjiang yang sangat solid sehingga sulit ditembus.
Selain itu, penampilan kiper Maulwi Saelan juga brilian. Lini tengah, Rukma, Kiat Sek, dan Tan Liong Houw, membuat China frustrasi.
Pertahanan Timnas Indonesia yang terkenal sejak Olimpiade Melbourne 1956 ini menjadi kunci sukses menghadapi Negeri Tirai Bambu.
Advertisement
Pelatih China dari Indonesia
Menurut ulasan media massa pada 6 Mei 1957, pelatih kepala Timnas China bernama Tai Lin-tjhing. Menurut surat kabar Harian Umum yang mengutip RRI, Timnas Indonesia sangat mengetahui sosok pelatih yang satu ini.
Lin-tjhing adalah orang Indonesia. Pada 1930, ia bermain di Jakarta untuk UMS (Union Makes Strength). Ia juga merasa sangat senang bisa menginjakkan kakinya kembali di Indonesia setelah 20 tahun. Ia juga berkesempatan menemui kembali rekan-rekannya dulu.
Namun, kehadiran pelatih China di Jakarta justru menjadi ancaman bagi Timnas Indonesia. Tai Lin-tjhing mengetahui betul bagaimana gaya bermain Indonesia, ditambah lagi, Indonesia sering berlaga di luar negeri sehingga kekuatan tim banyak diketahui.
Terbukti, Timnas Indonesia kelimpungan ketika mengahadapi China. Tim Garuda sempat merasa di atas angin melihat punya pengalaman dan teknik dibanding China karena sering beruji coba di luar negeri dan mengandalkan banyak pemain senior.
Namun, China punya beberapa faktor istimewa yang mampu menutupi kelemahan di sektor pengalaman dan teknik. Faktor mental dan fisik yang kuat menjadi senjata China menutupi kelemahannya. Selain itu, China punya fighting spirit yang luar biasa.
Indonesia Menunjukkan Kelas
Pelatih Timnas Indonesia, Toni Pogacnik mengulang strateginya di Olimpiade Melbourne 1956. Indonesia tak hanya bekerja keras, tapi juga cerdik dalam mematahkan setiap serangan serta passing-passing China.
“Taktik permainan China sama dengan Uni Soviet. Barisan depan tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari posisi tengah dan selalu mencari bola ke tengah,” ucap Toni dikutip dari Harian Merdeka, Mei 1957.
Menjelang akhir babak pertama, lini tengah Indonesia berhasil membuat China kewalahan. Pasukan Mao Tse Tung itu menumpuk tujuh pemain di belakang. Namun, tak ada hasil hingga babak pertama usai.
Pada babak kedua, Indonesia menunjukkan kelasnya. Meski China mengambil inisiatif lebih dulu melakukan serangan, Saelan masih terlalu tangguh. Bahkan, tak lama kemudian serangan cepat Indonesia membuahkan hasil lewat aksi Ramang.
Tembakan keras Ramang mengagetkan kiper China, Tjang Tjun-hsiu, mengubah kedudukan menjadi 1-0 untuk Indonesia. China membalas semenit berselang, namun wasit menganulir karena dianggap off-side.
Indonesia makin percaya diri. Ramang kembali membesarkan harapan Indonesia lolos ke Piala Dunia di Swedia setelah menjebol gawang China lagi. Skor 2-0 bertahan hingga pertandingan usai.
Sayangnya, setelah menempuh play-off dan lolos ke fase berikutnya, Indonesia mundur dari ajang itu karena tak mengakui Israel sebagai negara.
Advertisement
Data dan Fakta
Skuad Timnas Indonesia
K: Saelan (kapten), Paidjo
B: Him Tjiang, Chaerudin, Rasjid
T: Bakir, Santja, Kiat Sek, Liong Houw, Rukma
D: Ramli, Parhim, Ramang, Djamiaat, Saari, Sian Liong, Danu, Witarsa
Skuat China
K: Tjang Tjun-hsiu, Huang Tjao-wen
B: Tju Fu-lai (kapten), Wang Teh-fu, Piao Wan-fu, Kao Jun-she
T: Wang Hsiwen, Tjou Hsing, Tjiang Tjing-thien
D: Wang Lu (wakil kapten), Ha Tjeng Kuang, Hsung Kiem-fu, Tjang Hung-ken, Nien Wei-se, Sun Fu-tjhing, Fang Djeng-tjhiu