Sukses


Shin Tae-yong dan Timnas Indonesia Butuh Kritik, Bukan Hujatan

Bola.com, Jakarta - Shin Tae-yong dipilih PSSI untuk menangani Timnas Indonesia sejak Desember 2019. PSSI, melalui Ketua Umum Erick Thohir, kemudian memperpanjang kontrak STY hingga 2027. Sejak 2019, meskipun belum membawa tim asuhannya meraih trofi juara, STY begitu dipuja di Indonesia.

Penyebabnya adalah sejumlah pencapaian dan perkembangan yang ditunjukkan Timnas sejak ditangani STY. Sejak kehadiran STY, peringkat FIFA Indonesia hingga saat ini terus bergerak naik. Saat STY datang, Indonesia ada di peringkat 173. Sekarang, per Oktober 2024, Indonesia berada di peringkat 129.

Capaian lain adalah menembus semifinal Piala Asia U-23 2024 dengan menyingkirkan negara-negara yang selama ini sulit dikalahkan. Pada  babak penyisihan Indonesia menang 4-1 atas Yordania dan Australia 1-0. Pada fase gugur, giliran Korsel dibekuk melalui adu penalti 11-10 setelah babak normal dan perpanjangan waktu skor imbang 2-2.

Pada putaran Final Piala Asia 2024, Indonesia lolos dari fase grup meskipun akhirnya takluk 0-4 dari Australia di 16 Besar. Saat ini, TImnas Indonesia masih bertarung di babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia dan masih punya peluang untuk lolos langsung ke Piala Dunia, atau bertarung lagi di babak keempat.

Kecuali soal peringkat FIFA, belum pernah ada pelatih yang membawa Timnas Indonesia mencapai apa yang diraih STY sekarang. Tak heran kalau STY banjir dukungan dari masyarakat, khususnya suporter Timnas Indonesia. Pun demikian dengan Timnas U-23 dan senior yang dilatih STY.

Sayangnya, dukungan tersebut seringkali menjadi membabi buta. Kritik atau masukan yang bernada positif pun kerap berakhir dengan hujatan buat yang memberi kritik. Netizen beramai-ramai menghujat bahkan hingga mendoxing siapapun yang memberi kritik STY dan Timnas. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Pengkritik Dibully

Usai pertandingan uji coba resmi internasional Indonesia vs Argentina yang berakhir dengan skor 0-2, 19 Juni 2023 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, saya bertemu dengan salah satu mantan striker Timnas Indonesia, sebut saja namanya F. Saat itu sambil nongkrong santai di tangga tribun GBK saya menanyakan pendapatnya terkait penampilan Rizky Ridho dkk.

Di mata saya, sang mantan striker ini adalah sosok yang kapabel untuk memberikan komentar. Pada periode tahun 2000-an, dia membukukan hampir 50 penampilan dan mencetak gol sebanyak dua digit buat Tim Merah Putih. Hingga saat ini, menurut pandangan saya belum ada sosok striker penerus yang berani, punya gocekan yahud, dan tajam seperti dirinya di skuad Timnas Indonesia.

"Timnas kelihatan masih kurang tenang. Sering kehilangan bola dengan mudah dan cepat waktu ditekan lawan," ucap F.

Tak hanya itu, ia juga memberikan masukan soal kualitas lawan yang dihadapi dalam laga uji coba. Menurutnya, sangat perlu untuk mencari lawan yang sesuai dengan kebutuhan Timnas Indonesia.

"Saran saya, lawan selanjutnya jangan yang kualitasnya jauh di atas seperti Argentina. Tujuannya supaya kelihatan cara main saat menyerang. Kalau kualitas lawan terlalu jauh di atas, sulit untuk melihat cara menyerang Timnas karena lebih banyak diserang," kata si mantan striker yang kini memegang lisensi kepelatihan A AFC itu.

Buat saya, kritik dan saran tersebut konstruktif. Disuarakan oleh eks striker Timnas Indonesia, yang kini juga paham ilmu kepelatihan. Saya yakin, F juga tak memiliki kepentingan pribadi apapun dengan komentarnya. Saat itu statusnya free. Tidak sedang melatih tim manapun.  Intinya, komentar F itu sangat layak untuk dijadikan bahan berita.

Pagi hari setelah obrolan malam itu, berita terkait masukan dan saran F dipublish. Sore harinya, selepas Maghrib, F mengontak saya lewat aplikasi Whatsapp.

"Mas, saya dihujat netijen di medsos gara-gara ngomong kritik dan saran buat Timnas," tulis F.

Saya langsung membalas pesan dari F. "Gak ada yang salah dari komentarmu. Kan kamu memang memberikan masukan yang membangun, berdasarkan apa yang kamu lihat di pertandingan," tulis saya.

"Ok siap," balas F.

Semasa aktif bermain, F ini tak mudah takut dengan provokasi atau intimidasi bek lawan. Gaya bicaranya cuek dan ceplas ceplos. Hal ini mungkin yang membuatnya bisa bersikap dengan cuek dengan hujatan yang diterimanya. 

Bulan Mei 2024, saya terlibat lagi dalam percakapan dengan eks pemain TImnas Indonesia yang lain, sebut saja namanya B. Posisinya gelandang dan pernah menjadi kapten Tim Merah Putih. Momennya percakapan kami terjadi setelah Tim U-23 Indonesia tampil sebagai semifinalis di Piala Asia U-23. Saat itu B juga tengah jadi bahan hujatan netizen karena komentar dan sarannya buat Timnas U-23.

"Sekarang sulit mencari kritikan yang proper. Bahkan beberapa media yang dulu sangat terjaga integritasnya, sudah mulai ikut-ikutan membuat berita "yang penting netizen senang", karena takut kalau berbeda akan ditinggal pembaca, atau dihujat netizen. Sementara kalau ada yang memberi kritikan membangun malah diserang netizen," tulis B dalam pesan whatsapp.

"Kondisi seperti inilah yang akhirnya membuat kebenaran sepakbola sudah hilang. Yang banyak hanya kepalsuan yang tujuannya hanya untuk menyenangkan saja," lanjut B.

B kemudian memperbolehkan saya untuk mengutip komentarnya untuk dijadikan bahan berita. Namun ia meminta saya untuk menyimpan identitas lengkapnya. Saya menduga, kemungkinan besar B ogah dijadikan bahan bulan-bulanan oleh netizen di media sosial.

Kondisi ini tentu memprihatinkan. Di belahan bumi manapun, yang namanya Tim Nasional dan pelatih, bakal menduduki kursi panas. Kritik, dari yang sopan hingga yang super pedas, sudah pasti akan menjadi santapan pelatih timnas. Dalam konteks F dan B, saya yakin apa yang mereka suarakan murni karena rasa cinta pada Timnas. Tak ada alasan buat mereka melontarkan kritik dan masukan karena alasan personal. Terlepas dari kritik atau saran tersebut didengar STY dan kemudian dijadikan bahan pertimbangan atau tidak, itu soal lain.  

 

 

 

 

 

3 dari 3 halaman

Kritik Pedas

Saat ini, Timnas Indonesia baru menelan hasil mengecewakan pada laga tandang ke Bahrain dan Cina di babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026. Sebelum berlaga, banyak harapan diapungkan karena Indonesia tak pernah kalah saat meladeni tim kuat Arab Saudi (1-1) di Riyadh dan Australia (0-0) di Jakarta.

Nyatanya, hasil imbang 2-2 lawan Bahrain harus diterima STY dan pasukannya. Meski unggul 2-1 hingga menit 90, kemenangan itu sirna karena Bahrain menyamakan skor di menit 99, padahal hanya ada enam menit untuk injury time dari fourth official. Wasit kemudian jadi bulan-bulanan karena dinilai menguntungkan Bahrain dengan memperpanjang waktu pertandingan melebihi enam menit hingga Bahrain mencetak gol. Kekecewaan dan pukulan berat kemudian diterima Timnas Indonesia. Berbekal tiga hasil seri, Indonesia malah kalah 1-2 dari China yang di tiga laga awal tak pernah menang.

Segera setelah laga usai, sejumlah pihak menjadi sasaran bully. STY dinilai melakukan kesalahan karena menurunkan pemain starter yang berbeda dengan laga lawan Bahrain. Tagar STYOut sempat terlihat di media sosial. 

Keputusan baru memainkan Thom Haye di babak kedua dinilai sebagai sebuah kesalahan. Padahal sebagai pelatih, STY dan jajaran asistennya yang paling tahu kondisi pemain dan punya kuasa penuh mau main dengan strategi seperti apa, plus siapa yang dinilai paling siap diturunkan. Belakangan, STY kemudian menjelaskan bahwa kondisi Thom memang tidak fit untuk bisa bermain dalam dua babak penuh.

Pemain pun tak luput dari hujatan. Asnawi Mangkualam menjadi salah satu sasaran hujatan paling banyak. Sang kapten dinilai tak mampu bermain maksimal hingga menit 80 sebelum akhirnya ditarik keluar. Fakta di lapangan ada 11 orang pemain yang bertarung tapi hanya Asnawi yang seakan menjadi orang paling bertanggung jawab atas kekalahan Indonesia tentu adalah hal yang menyedihkan, terutama buat pemain seperti Asnawi.

Kekalahan 1-2 dari Cina di laga terakhir pasti menjadi pelajaran berharga bagi STY dan pasukannya. Meski jalan makin terjal, peluang Indonesia untuk lolos ke Piala Dunia 2026 belum tertutup. Syaratnya tentu mengamankan poin di laga kandang lawan Arab Saudi, Bahrain, Cina dan Jepang. Berat, tapi masih terbuka.

Kondisi saat ini hendaknya juga membuka mata semua pihak. Bahwa STY dan pasukannya bukan tanpa kekurangan. Namun tak perlu pula menghujani STY, Timnas, atau pemain dengan hujatan. Yang diperlukan adalah kritik dan masukan yang membangun serta positif. Bahaya besar jika STY dan Timnas tak boleh dikritik dan diberi masukan. Bahkan seandainya Timnas akhirnya lolos ke Piala Dunia 2026, tentu kritik dan masukan tetap diperlukan. Kritik terkadang pedas. Namun jika diibaratkan sebagai masakan, seringkali rasa pedas melengkapi rasa sebuah masakan sehingga makin enak dinikmati.

Video Populer

Foto Populer