Bola.com, Jakarta Mari berandai-andai. Kalau saja program naturalisasi digeber dari dulu, Timnas Indonesia mungkin sudah berbaicara banyak di Asia.
Bayangkan, timnas kita diperkuat sederet pemain keturunan sekaliber Ruud Gullit, Giovanni van Bronckhorst, Nigel de Jong, John Heitinga, Robin van Persie, dan Radja Nainggolan.
Baca Juga
Advertisement
Dengan materi pemain mengerikan seperti ini, musuh mana yang tak bisa kita kalahkan?
Ruud Gullit, juga Robin van Persie, dua striker tokcer di eranya masing-masing. Legenda yang kini berusia 62 tahun itu sosok krusial di balik kedigdayaan Timnas Belanda di Euro 1988.
Di level klub, Ruud Gullit juga tak kalah cemerlang, terlebih saat memperkuat AC Milan, dari 1987 sampai 1994. Tak hanya menggondol tiga gelar Serie A, Ruud Gullit juga mememenangkan gelar bergengsi lainnya yakni dua trofi Liga Champions.
Meski terkesan identik dengan AC Milan, namun Ruud Gullit mengawali kebintangannya ketika berkostum Feyenoord dan PSV. Dari kedua klub itulah nama Ruud Gullit kian menjulang di langit Eropa, bahkan dunia.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Dari Generasi ke Generasi
Robin van Persie beda zaman dengan Ruud Gullit. RvP terpaut 21 tahun dari seniornya itu. Seperti Ruud Gullit, Robin van Persie juga bomber sangar dengan kemampuan mencetak dari gol dari sudut mana saja. Wajar, kalau dia kemudian dijuluki The Flying Dutchman.
Torehannya di Timnas Belanda layak diacungi jempol. Dalam dua edisi Piala Dunia, 2010 dan 2014, ia membawa Belanda ke posisi runner-up dan peringkat ketiga.
Di level klub, tak ada yang berani meragukan kemampuannya. Feyenoord, Arsenal, Manchester United, dan Fenerbahce merupakan klub yang pernah memakai jasanya dan sampai detik ini namanya harum semerbak bunga di sana.
Giovanni van Bronckhorst, Nigel de Jong, John Heitinga, dan Radja Nainggolan, juga punya cerita indah dalam kariernya masing-masing, baik di timnas maupun klub.
Advertisement
Cara Instan
Jika saja pemain-pemain ini dulu bisa diyakinkan PSSI untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) via program naturalisasi, kita tak lagi dipusingkan dengan Piala AFF serta ajang lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Kita tak perlu lagi cemas berlebihan setiap kali bersua dengan gurita-gurita Asia macam Australia, Arab Saudi, China, dan Jepang.
Adapun dalam dua tahun belakangan, PSSI, di bawah besutan Erick Thohir sebagai ketua umum, menggalakkan program naturalisasi. Hasilnya, bejibun pemain keturunan yang punya kualitas rata-rata kini memperkuat Timnas Indonesia.
Thom Haye, Jay Idzes, Rafael Struick, Jordi Amat, Calvin Verdonk, Nathan Tjoe-A-On, Justin Hubner, Ragnar Oratmangoen, Maarten Paes, dan Mess Hilgers saat menjadi andalan serta tumpuan di palagan Internasional, termasuk di Grup C putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Dalam waktu dekat, PSSI juga berencana menaturalisasi pemain keturunan lainnya, termasuk yang lagi santer disebut-sebut yakni Kevin Diks, bintang Copenhagen, Denmark.
Sekarang Hal yang Wajar
Naturalisasi di ranah sepak bola nasional sebenarnya bukan hal baru. Sudah ada sejak 1950-an. Saat itu, Arnold van der Vin, kiper keturunan Belanda, memperkuat timnas saat bentrok kontra Nan Hua, tim asal Hongkong, pada 27 Juli 1952.
Selain timnas, kelahiran Semarang itu juga pernah memperkuat tim-tim lawas Indonesia, dua di antaranya adalah Persija Jakarta dan PSMS Medan.
Jadi, kalau kemudian kiat berandai-andai ihwal pemain naturalisasi, kenapa tak dari dulu saja PSSI menggebernya. Tapi ini tak perlu diperdebatkan. Namanya juga berandai-andai.
Advertisement