Bola.com, Jakarta - Ibarat peribahasa buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Pepatah ini untuk menggambarkan kemiripan antara orangtua dan anaknya.
Artinya sifat, tingkah laku, dan kebiasaan orangtua akan menurun kepada anaknya. Faktor genetik berpengaruh besar terhadap kepribadian sang anak.
Advertisement
Perumpamaan ini berlaku untuk Nova Arianto, pelatih muda yang sukses meloloskan Timnas Indonesia U-17 ke putaran final Piala Asia 2025 Arab Saudi tahun depan.
Usut punya usut, ternyata sifat, bakat, dan kehebatan karier Nova Arianto sejak menjadi pemain hingga kini berkibar sebagai pelatih menurun dari sang ayah, Sartono Anwar. Jika silsilahnya ditarik ke belakang lagi, kakek Nova Arianto yang bernama M. Anwar juga seorang pesepak bola di zamannya.
Di artikel ini, kita akan mengenal lebih dekat dengan figur Sartono Anwar. Pria yang kini telah berusia 77 tahun ini termasuk pemain yang hebat di eranya. Meski tak pernah membela Timnas Indonesia, namun Sartono sempat bermain di PSIS, Persema, dan menutup karier di Persib. Klub terakhir ini juga pernah jadi pelabuhan Nova Arianto.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Nova Bek Tangguh, Sartono Anwar Pilih Jadi Gelandang
Jika Nova Arianto terkenal sebagai bek tangguh, Sartono Anwar sangat mumpuni di posisi gelandang. Karier sang ayah jadi pemain dan pelatih benar-benar dimulai dari bawah.
Kegilaan Sartono pada si kulit bundar dimulai sejak usia dini. Dia rela jadi anak gawang atau pemungut bola di pertandingan PSIS.
"Saya jadi anak gawang supaya bisa melihat pertandingan PSIS. Saya suka sepak bola, karena sering melihat ayah saya, M. Anwar main bola. Ada sesuatu di sepak bola yang membuat saya sangat menggandrunginya," kata Sartono Anwar.
Fanatisme terhadap PSIS jadi motivasi besar bagi Sartono Anwar. Cita-citanya pun terwujud kala berhasil masuk tim PSIS pada 1968. Tiga tahun dia mengabdi di klub berjulukan Mahesa Jenar itu.
Karier Sartono Anwar sebagai pemain terbilang cukup pendek. Dia memutuskan gantung sepatu pada 1972. Selain PSIS, dia sempat berkiprah di Malang dengan klub Atomsi Malang dan Persema. Kemudian Sartono bertualang ke Bandung bersama klub PS Angkasa. Di klub inilah yang akhirnya membuat Sartono dilirik Persib.
Advertisement
Moncer sebagai Pelatih
Meski bukan kategori pemain kaliber papan atas, namun prestasinya malah cemerlang sebagai pelatih. Sartono pulang ke Semarang dan kembali mengabdi di PSIS. Namun, uniknya dia malah jadi pelatih kiper untuk tim PSIS Junior selama tiga tahun.
"Jangan ragu untuk jadi pelatih. Pelatih tidak harus pernah jadi pemain Timnas. Yang penting terus belajar dan berdedikasi tinggi," tutur Sartono Anwar.
Sikap dan ucapan Sartono Anwar memang selaras. Dia rela melepas pekerjaan di Pertamina dan memilih sepak bola jadi kehidupannya yang akhirnya mengharumkan namanya di belantika Tanah Air.
Jejak ini pula yang diikuti Nova Arianto selepas pensiun. Nova mengawali karier pelatih di klub tak terkenal, Madiun Putra. Dia melanjutkan tugas Sartono Anwar yang saat itu telah terlanjur mengikat kontrak dengan Persisam Samarinda.
"Sebelum ke Persisam, saya melatih Madiun Putra. Pihak klub minta saya melatih lagi. Karena sudah terikat di Persisam, maka saya coba tawarkan Nova untuk menggantikan saya. Dan, teman-teman di Madiun menyetujuinya," ungkap Sartono dengan ciri khas topi Tino Sidin, pelukis di acara yang ditayangkan TVRI pada era 1980-an ini.
Seperti kedekatan dengan almarhum Ruddy Keeltjes, penulis juga sangat akrab dengan Sartono Anwar. Hubungan kami mulai terajut ketika Sartono Anwar membesut Persedikab Kediri pada 2002.
Ada kemiripan karakter antara mendiang Ruddy Keeltjes dan Sartono Anwar. Keduanya sosok pelatih hebat bersahaja dengan disiplin tinggi. Perbedaannya sifat Ruddy Keeltjes sangat keras dengan intonasi suara ekspresif. Sedangkan Sartono Anwar lebih humoris di luar lapangan. Tapi dia sangat tegas dan tanpa kompromi jika menyangkut posisinya sebagai pelatih.
Humoris
Jika penulis pernah tidur sekamar dengan almarhum Ruddy Keeltjes, begitu pula penulis dengan Sartono Anwar. Momen itu terjadi saat penulis meliput klub yang ditangani Sartono Anwar.
Penulis pernah ngobrol akrab di kamar pribadi Sartono Anwar di Kediri, Bojonegoro, Madiun, hingga di Samarinda. Dari situlah, penulis sangat mendalami sifat, pemikiran, dan curahan hati Sartono Anwar dalam menjalani kariernya sebagai pelatih. Seperti Ruddy Keeltjes, Sartono Anwar juga punya larangan keras merokok di kamarnya.
"Kamu tidur di kamar Om Sar saja mas. Jangan tidur sendiri, karena mes ini katanya angker," kata Sartono Anwar kepada Bola.com saat di Madiun.
Mes pelatih dan pemain Madiun Putra di Gedung Diklat BLK Jalan Duku Kota Madiun memang berseberangan dengan pemakaman umum (TPU) Gulun. Jadi wajar bila Sartono Anwar mengajak penulis tidur sekamar. Namun mes ini sangat strategis karena di seberang jalan ada lapangan untuk latihan. Jarak mes dengan Stadion Wilis pun hanya selemparan batu.
Sifat humoris Sartono Anwar mulai diketahui penulis ketika dia melatih Persedikab. Bahkan jajaran asisten pelatih menyamakan kelucuan Sartono Anwar dengan Marwoto, tokoh dagelan Srimulat asal Yogyakarta. Entah karena kemiripan wajah atau asal usul dari kawasan Joglosemar dengan dialek Jawa Tengahan.
Advertisement
Bisa Lucu, tapi Juga Bisa Meledak-ledak
Penulis menyaksikan kelebihan humoris Sartono Anwar pada sesi briefing tim Persedikab sebelum pertandingan di Cibubur. Padahal seharusnya sesi meeting tim sangat tertutup untuk media, karena di dalamnya menyangkut taktik dan strategi yang akan diterapkan di pertandingan.
"Ayo. Sini mas duduk dekat saya. Om anggap kamu bukan orang lain. Jadi tak ada rahasia di meeting ini. Om percaya kamu tak akan bocorkan taktik Persedikab ke tim lawan," ucap Sartono dalam persiapan Persedikab melawan Barito Putera beberapa tahun silam.
Benar saja! Sartono Anwar memaparkan taktik kepada pemain sangat serius. Tapi tiba-tiba dia mengeluarkan joke-joke lucu yang membuat seisi ruangan tertawa hingga terpingkal-pingkal. Anehnya, meski begitu semua staf dan para pemain sangat respek dengan sosok Sartono Anwar.
"Anak-anak yang menjuluki saya seperti Marwoto. Enggak apa-apa. Marwoto kan juga tokoh terkenal. Dengan begitu, hubungan kami malah makin akrab," ujarnya saat itu.
Namun jangan tanya jika saat sesi latihan dan pertandingan. Sartono Anwar bisa meledak-ledak hingga mengeluarkan kata-kata halus hingga kotor, bila ada pemain yang tak serius.
Tapi, anehnya lagi. Semua anak buahnya sama sekali tak merasa tersinggung dan sakit hati dengan perkataan Sartono Anwar. Dia pernah merogoh kocek pribadinya untuk membantu pemain jika terlambat menerima gaji. Om Sartono memang aktor kawakan di sepak bola!