Bola.com, Jakarta - Mantan bintang Timnas Portugal dan sejumlah klub besar Eropa, Abel Xavier, sudah dua kali berkunjung ke Indonesia. Pria berusia 51 tahun itu berkesempatan mengunjungi klub Persita Tangerang, hingga menjadi bintang tamu podcast Youtube di kanal Sport77.
Abel Xavier lahir di Nampula, Mozambik pada 30 November 1972. Namun, ia punya kewarganegaraan Portugal setelah hijrah. Ia dikenal sebagai salah satu bek kiri potensial pada eranya.
Advertisement
Selain Timnas Portugal, Abel Xavier tercatat pernah membela klub besar seperti Liverpool, AS Roma, Everton, Galatasaray, PSV Eindhoven, hingga LA Galaxy sebelum memutuskan pensiun sebagai pemain pada 2008.
Setelah gantung sepatu, Xavier menekuni pekerjaan melatih dengan membesut Olhanense, Farense, Desportivo Aves, dan Timnas Mozambik yang merupakan tanah kelahirannya.
Baru-baru ini, Abel Xavier ikut membahas mengenai kondisi dan perkembangan sepak bola Indonesia. Ia mengakui ada persamaan maupun perbedaan yang mencolok antara sepak bola di Indonesia dengan Portugal.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Usia Dini Jadi Fondasi
Abel Xavier memiliki segudang pengalaman ketika masih merumput di lapangan hijau. Ia merupakan satu generasi dengan legenda-legenda Portugal di zamannya seperti Luis Figo, Manuel Rui Costa, Vitor Baia, Fernando Couto, Sergio Conceicao, hingga Nuno Gomes.
Sudah puluhan kali membela Portugal, ada banyak pesepak bola dengan nama besar pula yang pernah dihadapinya. Mulai dari Zinedine Zidane, David Beckham, dan seabrek pesepak bola top pada era 1990-an hingga memasuki milenium baru.
Lantas seperti apa sepak bola Indonesia di mata Abel Xavier? Ia menyebut pembinaan usia dini adalah fondasi pertama yang harus dibangun.
"Saya sangat terkesan dengan masyarakat Indonesia. Negara ini sangat besar, termasuk tentang sepak bola. Pertanyaannya adalah caranya membuat sebuah tim yang kuat, kompetitif, hasrat untuk memenangkan pertandingan, dan meraih sesuatu yang diharapkan," kata Abel Xavier memulai obrolannya podcast Sport77.
"Negara ini sangat besar populasinya dan ada banyak bakat. Menariknya ketika di luar sana banyak negara yang lebih sedikit talentanya, tapi bisa melakukannya lebih baik. Salah satu contohnya Portugal, yang dihuni 12 juta orang, mengapa mereka mengembangkan bakat pemain muda dengan baik?"
"Semua harus dipikirkan dengan matang, mulai dari tingkat terendah di daerah, provinsi, nasional, sampai Internasional. Tidak mudah memang, harus berani berinvestasi, bukan soal uang saja," lanjutnya.
Advertisement
Tanamkan Profesionalisme
Abel Xavier mengaku cukup mengikuti perkembangan sepak bola Indonesia. Ia juga sudah berkunjung ke banyak negara untuk soal sepak bola. Xavier terakhir kali menjabat pelatih Mozambik, yang kini semakin berkembang setelah ia tinggalkan pada 2019.
Tidak hanya menjadi pelatih kepala di Timnas Mozambik, Abel Xavier juga ikut terlibat banyak hal yang ada di federasi sepak bola Mozambik. Tak ketinggalan dalam pematangan bakat sejak usia dini dengan bekal sebagai mantan pesepak bola yang dimilikinya.
Timnas Mozambik mengalami kemajuan, dengan lolos ke Piala Afrika 2024, dan kini bersaing sengit di Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Afrika.
"Saya datang dari negara miskin di Afrika ke Portugal dengan membawa mimpi menjadi pesepak bola yang sukses, dan negara itu banyak memberikan kesempatan. Bagi saya, seorang atlet atau pemain sepak bola harus profesional, perlu menciptakan sebuah lingkungan dengan kebiasaan disiplin dan struktur yang sehat," beber Abel Xavier.
"Pemain harus bisa menghormati pemimpin sebuah tim, menghormati aturan, dan perlu membuat semangat yang baik, asupan yang baik, nutrisi, metode yang baik, bekerja keras, perbanyak latihan taktik, teknik, motivasi, sampai pendekatan mental," imbuhnya.
Pentingnya Kedisiplinan
Ada perbedaan besar dari segi pembinaan usia muda pesepak bola di Indonesia dan Portugal yang diceritakan Abel Xavier. Ia mengakui secara visual postur tubuh, ada kemiripan ukuran atlet dari kedua negara tersebut, tetapi ada perbedaan dari cara dan sistemnya.
"Bedanya, Indonesia tidak punya program dasar yang kuat untuk pengembangan usia muda. Di sini anak-anak usia 15-16 tahun melakukan hal yang sama dengan anak-anak usia 10 tahun di Portugal, ada selisih 5 tahun. Pengembangan usia muda di Indonesia dasarnya baru dimulai pada usia 15," jelasnya.
"Di level Provinsi misalnya harus ada akademi untuk anak-anak usia 6-8 tahun, dan terus bertahap sampai ke level timnas. Saya usia 8 tahun sudah masuk akademi Sporting Lisbon, di mana 80 persen pemain Portugal diproduksi di sini. Di Sporting Lisbon saya terus bertahap naik ke kelompok usia 8,9,10,11, sampai 17 tahun."
"Setelah itu saya ke Estrela Amadora, setelahnya saya ke Benfica. Kedisiplinan paling penting, ketika bolos latihan jangan harap bisa ikut latihan lagi, ini adalah soal pendidikan karakter," tegasnya memungkasi.
Sumber: Kanal Youtube Sport77
Advertisement