Bola.com, Jakarta - Berakhir sudah persaingan panjang dan melelahkan kompetisi Pegadaian Liga 2 2024/2025. Tiga klub berhasil membawa tiket untuk promosi ke kasta tertinggi atau Liga 1 musim depan.
PSIM Yogyakarta, Bhayangkara FC, dan Persijap Jepara secara resmi menjadi tim yang akan ikut berlaga di Liga 1 musim depan. PSIM menyandang status sebagai juara Liga 2 setelah mengalahkan Bhayangkara FC di final.
Advertisement
Adapun Persijap Jepara merebut satu tiket terakhir, usai mengatasi PSPS Pekanbaru pada perebutan peringkat ketiga. Kiprah ketiga klub tersebut layak ditunggu untuk meramaikan persaingan di Liga 1 musim depan.
Baik PSIM, Bhayangkara FC, dan Persijap sama-sama punya jejak sejarah di sepak bola Indonesia. Yuk simak profil ketiga tim yang diulas Bola.com berikut ini:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
PSIM Yogyakarta
Klub kebanggan Wong Jogja, PSIM Yogyakarta berstatus tim terbaik Liga 2 2024/2025. Mereka menjadi kampiun setelah mengalahkan Bhayangkara FC di final, Rabu (26/2/2025).
Berbicara soal PSIM, tim ini tidak bisa dikesampingkan dalam perkembangan sepak bola di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). PSIM adalah pionir bagi persepak bolaan di wilayah kerajaan Mataram, selain Persis Solo yang enam tahun lebih tua.
Nama PSIM Yogyakarta begitu melegenda sebagai klub besar dan penuh sejarah di DIY. Sejarah terbentuknya PSIM dimulai pada 5 September 1929 dengan lahirnya organisasi sepak bola yang diberi nama Perserikatan Sepak Raga Mataram atau disingkat PSM.
Keberadaan PSIM tak bisa dipisahkan dari lahirnya organisasi sepak bola Indonesia yakni PSSI pada 1930. Satu tahun setelah PSIM terbentuk, PSSI lahir di Yogyakarta, yang ikut diinisiasi oleh enam tim legendaris lainnya, yaitu Persija Jakarta, Persis Solo, Persib Bandung, PSM Madiun, PPSM Magelang, dan Persebaya Surabaya.
PSIM sudah eksis saat kompetisi sepak bola Indonesia untuk pertama kalinya bergulir pada era 1930-an. Dengan format kompetisi masih bernama Perserikatan, PSIM pernah mencicipi gelar juara pada edisi 1932.
Sempat begitu digdaya pada awal persepak bolaan Indonesia, PSIM lambat laun mengalami fase naik turun. Pada medio 1970-an, PSIM belum bisa bicara di level kompetisi utama atau kasta tertinggi.
Kemudian saat era Ligina pada 1994, prestasi PSIM mengalami pasang surut. PSIM juga pernah mengalami degradasi pada Liga Indonesia 1994-1995 dan promosi dua tahun kemudian.
Setelah bertanding selama tiga musim di Divisi Utama, PSIM kembali harus terdegradasi ke Divisi I pada musim kompetisi 1999-2000 atau saat kompetisi bernama Liga Bank Mandiri edisi pertama. Empat tahun PSIM berjuang di Divisi I sampai akhirnya naik lagi pada 2005.
Kebijakan PSSI menggabungkan format satu wilayah menjadi ISL pada 2008, lagi-lagi membuat PSIM gagal melaju dan terpaksa kembali ke Divisi Utama. Perjuangan tim pujaan Brajamusti dan Mataram Independent ini pun terus dilakukan hingga menjadi juara kasta kedua musim ini.
Advertisement
Bhayangkara FC
Bhayangkara FC menunjukkan kelasnya sebagai klub besar. Sebab hanya butuh satu musim saja untuk berada di kasta kedua. Mereka kembali lagi mentas ke Liga 1, habitat Bhayangkara FC sejak bermusim-musim lamanya.
Tim yang berada di bawah naungan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ini sempat menjadi juara Liga 1 musim 2017. Cukup konsisten di musim-musim berikutnya, namun pil pahit harus ditelan musim lalu. Mereka terdegradasi dari BRI Liga 1.
Perjuangan Bhayangkara FC layak diacungi jempol. Mereka tak merombak banyak pemain di skuadnya, dan diasuh pelatih muda Hanim Sugiarto. Bhayangkara FC mempertahankan sebagian besar skuadnya dari era Liga 1. Awan Setho, Ruben Sanadi, Andy Setyo, TM Ichsan, Wahyu Subo Seto, Dendy Sulistyawan, Frengky Missa, Muhammad Hargianto, Putu Gede Juniantara, hingga Sani Rizky. Mereka menambah kekuatannya dengan menggaet bomber penuh pengalaman Ilija Spasojevic.
Sedikit menengok ke belakang, Bhayangkara FC tercatat sebagai klub paling banyak dan sering berganti nama. Setidaknya tujuh kali mereka berubah label. Nah, dari sinilah muasal sengketa yang terjadi antara Persebaya asli dengan Bhayangkara FC.
Cikal bakal Bhayangkara FC berawal dari dualisme Persebaya Surabaya yang beralih ke LPI, kompetisi yang tak diakui PSSI. Ketika itu, Persebaya mengubah namanya menjadi Persebaya 1927 di bawah PT Persebaya Indonesia.
Di sisi lain, Bhayangkara FC berasal dari Persikubar Kutai Barat yang diboyong ke Surabaya dan diubah namanya menjadi Persebaya Surabaya oleh Wisnu Wardhana di bawah PT Mitra Muda Inti Berlian (MMIB) pada 2010. Itu dilakukan agar Surabaya memiliki wakil di liga resmi PSSI.
Pada 2015, Persebaya milik PT MMIB tidak boleh mengikuti turnamen arahan Mahaka Sports & Entertainment yang bertajuk Piala Presiden 2015. Karena ingin mengikutinya, mereka menambahkan kata United di tim tersebut.
Sejak lolos ke-8 besar, BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia) mengisyaratkan untuk menanggalkan nama Persebaya kepada Persebaya United, karena hak paten logo dan nama ada di tangan Persebaya 1927 di bawah PT Persebaya Indonesia. Oleh karena itu, mereka mengubah nama menjadi Bonek FC.
Namun di Piala Jenderal Sudirman 2015, mereka kembali mengubah nama klubnya menjadi Surabaya United dikarenakan Bonek 1927 mengecam nama Bonek sebagai klub sepak bola yang aslinya merupakan nama suporter.
Pada 12 April 2016, Surabaya United melakukan merger dengan tim yang mengikuti Piala Bhayangkara 2016, PS Polri dan mengubah namanya menjadi Bhayangkara FC. Surabaya United memakai Stadion Gelora Delta di Sidoarjo sebagai home base, dan akan mengikuti Indonesia Soccer Championship A 2016. Bahkan kemudian langsung menjadi kampiun Liga 1 2027.
Persijap Jepara
Persijap menyusul jejak PSIM dan Bhayangkara FC untuk menjadi kontestan Liga 1 musim 2025/2026. Tim berjulukan Laskar Kalinyamat mengalahkan PSPS Pekanbaru pada laga penentuan alias perebutan tempat ketiga Liga 2 musim ini.
Persijap menang tipis 1-0 lewat gol Leo Lelis dan membuat publik kota ukir berpesta. Sebab penantian 11 tahun untuk kembali bisa ke kasta tertinggi, terwujud. Persijap bisa dibilang sebagai klub kuda hitam dan konsisten pada masanya.
Tim asal Kabupaten paling paling utara Jateng tersebut tak bisa dilepaskan dari kekuatan sepak bola Jawa Tengah, lantaran sempat tampil cukup konsisten di kompetisi kasta teratas Liga Indonesia.
Nama Persijap Jepara melambung tinggi setelah untuk pertama kali promosi dari kasta kedua pada 2003. Berkat tangan dingin Rudy Keltjes, Persijap menjelma menjadi tim kuat dan berkarakter.
Setidaknya hingga delapan musim beruntun tim asal Kota Ukir itu tampil konsisten, dengan tidak pernah turun kasta. Prestasi yang cukup unik karena tim sebesar PSIS Semarang maupun Persis Solo, sulit mengejar apa yang ditorehkan Persijap saat itu.
Konsistensi tim berjulukan Laskar Kalinyamat ini tidak lepas dari kekompakan permainan tim dengan skuad apa adanya. Tidak adanya sosok pemain yang dianggap bintang, menjadikan Persijap justru sering bermain lepas tanpa beban.
Sayangnya prestasi Persijap berangsur-angsur menurun seiring terjadinya dualisme kompetisi pada 2011. Persijap memutuskan bermain di kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI), hingga akhirnya turun kasta.
Dari situlah Persijap berjuang keras kembali ke habitatnya dulu di kasta tertinggi. Banyak jalan terjal yang harus dilalui dengan berkutat lama di kasta kedua, bahkan secara ironis tim ini harus melorot ke kasta ketiga pada 2017.
Perlahan namun pasti, Persijap bangkit dan musim 2024/2025 menjadi momentumnya. Di bawah kendali pelatih penuh pengalaman Widodo Cahyono Putro, membuat Persijap layak diperhitungkan dalam persaingan di Liga 1 musim depan.
Advertisement