Bola.com, Jakarta - Bek legendaris Timnas Indonesia, Firmansyah, mengorek kembali memori buruk momen adu penalti saat menghadapi Timnas Thailand pada final Piala AFF 2002, yang membuatnya trauma sampai sekarang.
Firmansyah, yang kala itu baru pertama kali memperkuat Timnas Indonesia, langsung merasakan perjalanan yang luar biasa karena berhasil melalui persaingan dari fase grup hingga akhirnya lolos ke final Piala AFF 2002.
Advertisement
"Kalau bicara final Piala AFF 2002, itu menjadi bagian dari memori buruk saya. Jadi flashback ini, dan teringat kembali. Padahal, saya paling sedih kalau mengingatnya," buka Firmansyah dikutip dari Sport77.
Ketika itu skuad Garuda tertinggal 0-2 pada babak pertama lewat gol Chukiat Noosarung (26') dan Terdsak Chaiman (38'). Beruntung, dua gol Yaris Riyadi (46') dan Gendut Doni (79') membuat kedudukan kembali berimbang.
"Saat tertinggal 0-2 lalu bisa mengejar pada babak kedua, kemudian pada menit-menit akhir, Gendut Doni dan Zainal Arif dapat peluang. Gendut Doni harusnya bisa cetak gol itu. Kiper sudah tidak ada, dia malah terpeleset," kenangnya.
Sebagai Penasihat Teknis PSSI, Jordi Cruyff akan fokus membangun sepak bola Indonesia Indonesia dalam lima aspek
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Sudah Siapkan Algojo
Pelatih Timnas Indonesia saat itu, Ivan Kolev, sebetulnya sudah memberikan materi latihan khusus untuk menghadapi adu penalti. Nama-nama pemain yang disiapkan sebagai algojo penalti juga sudah ada.
"Saat adu penalti, mental kami sedang turun. Saya sebenarnya tidak disiapkan oleh coach Ivan Kolev sebagai penembak karena sebelum ditulis, para pemain senior bilang tidak mau ambil," ungkap Firmansyah.
"Padahal, di latihan itu semua sudah disiapkan siapa saja yang bakal jadi algojo. Dalam nama-nama tersebut, tidak ada nama saya yang disiapkan untuk menendang pada babak adu penalti. Walaupun, saya juga ikut latihan," lanjutnya.
Advertisement
Pemain Senior Ogah Ambil
Sayangnya, kata Firmansyah, para pemain senior yang semestinya mengambil tanggung jawab karena lebih berpengalaman justru enggan menjadi algojo. Akhirnya, Timnas Indonesia diwakili oleh empat penendang yang masih berusia muda.
Mereka adalah Bambang Pamungkas, Bejo Sugiantoro, Firmansyah, dan Imran Nahumarury. Bepe dan Firmansyah ketika itu baru berumur 22 tahun. Sedangkan pemain senior lainnya semacam Nur'alim, Yaris Riadi, hingga Gendut Doni tak jadi eksekutor.
"Ketika senior-senior enggak mau ambil dan angkat tangan semua, lalu siapa mau menembak? Sedangkan yang harus dijadikan algojo itu adalah pemain-pemain yang masih bermain. Tidak boleh pemain cadangan," ujar dia.
"Mau enggak mau, ya saya harus mengambil. Tapi, yang membuat saya nervous adalah ketika Bejo mengambil. Bejo saat itu kan tidak masuk juga karena eksekusinya terkena tiang gawang, dan itulah yang membuat saya down," lanjut mantan pemain Persikota dan Sriwijaya FC ini.
Trauma Seumur Hidup
Kegagalan Firmansyah mengeksekusi penalti tersebut memang akhirnya ikut membuat Timnas Indonesia kalah 2-4 pada babak tos-tosan dari Thailand. Hal inilah yang meninggalkan trauma mendalam bagi pria asal Tangerang tersebut.
"Saya pun mengambil target. 'Ah, arahnya saya mau ke situ'. Tapi, ya mungkin Tuhan tidak mengizinkan. Bola eksekusi saya keluar. Padahal, sebetulnya kiper sudah tertipu. Sepakan saya keras, tetapi bolanya tinggi," tuturnya.
Bahkan, pria yang pernah menjadi asisten Bima Sakti di Timnas Indonesia U-16 itu setelah kegagalan tersebut, enggan lagi mengambil penalti, meski sebatas pertandingan sepak bola biasa bersama teman-temannya.
"Saya dua hari dua malam tidak bisa tidur. Itu yang membuat beban saya. Sampai ketika fun game pun saya enggak mau ambil penalti. Trauma itu rasanya sampai sekarang ini," ucap pelatih berlisensi AFC Pro itu.
Sumber: Sport77
Advertisement