Bola.com, London - Oktober 1886, David Danskin, salah satu pekerja pabrik senjata Royal Arsenal, di Wooldwich, memutuskan mendirikan klub sepak bola bersama tiga temannya, Elijah Watkins, John Humble, dan Richard Pearce. Awalnya, keputusan pria kelahiran 9 Januari 1863 itu hanyalah demi memuaskan hobi semata. Namun, siapa sangka seiring perjalanan klub itu bertransformasi menjadi salah satu raksasa sepak bola Inggris Raya.
Advertisement
Baca Juga
Danskin lalu mencari anggota lain agar timnya dapat bertanding. Tak lama berselang, dua mantan pemain Nottingham Forest, Fred Beardsley, dan Morris Bates memutuskan bergabung. Setelah terkumpul 15 pemain, Danskin dan kawan-kawan "patungan" untuk menyempurnakan klub yang diberi nama Dial Square FC, mengacu ke salah satu bengkel di kompleks pabrik senjata tempat mereka bekerja.
11 Desember 1886, Dial Square FC melakoni pertandingan perdana melawan Eastern Wanderers di lapangan Isle of Dogs. Setelah berhasil menang telak enam gol tanpa balas atas Eastern Wanderers, Danskin dan kawan-kawan pun langsung mendeklarasikan kelahiran Dial Square FC.
Kemenangan bersejarah itu membuat intensitas pertemuan para pemain Dial Square semakin meningkat. Pada perayaan Natal 1886, mereka berkumpul di Royal Oak Pub. Dalam kesempatan itu, Beardsley meminta bantuan rekannya di Nottingham Forest. Dial Square kemudian mendapatkan paket lengkap kostum berwarna merah.
Mereka juga memikirkan nama baru untuk tim. Terinspirasi dari tempat bekerja dan kedai minum tempat mereka biasa berkumpul, Dial Square lalu berubah nama menjadi Royal Arsenal. Namun, lima tahun berselang, mereka kembali mengubah nama klub menjadi Woolwich Arsenal.
Pada 1913, Woolwich Arsenal memutuskan pindah ke stadion Higbury, London Utara. Salah satu alasan kepindahan tersebut karena Stadion Manor Ground, di Plumstead, London Timur, tidak diperuntukan bagi klub sepak bola dan hal itu tidak memenuhi syarat sebagai klub sepak bola profesional.
Danskin dan kawan-kawan pun kembali mengubah nama klub dengan menghilangkan "Woolwich" dan hanya menggunakan Arsenal FC. Setelah itu, penampilan Arsenal terus meningkat dan satu per satu gelar mulai berhasil diraih klub yang pada akhirnya memiliki julukan The Gunners tersebut.
Trofi pertama Arsenal direngkuh pada 26 April 1930 kala Arsenal mengalahkan Huddlersfield Town 2-0 di partai final Piala FA. Pada musim berikutnya, di bawah asuhan manajer Herbert Chapman, The Gunners sukses meraih gelar liga Inggris untuk kali pertama setelah memuncaki klasemen dengan poin 66.
Seiring perjalannya, Arsenal pun bertansformasi menjadi salah satu klub paling disegani di Inggris. Total, klub yang kini dibesut Arsene Wenger tersebut hingga kini telah mengoleksi 13 gelar Premier League, 12 gelar Piala FA, 14 Trofi Community Shield, dan satu Piala Winners.
Evolusi Logo
Julukan The Gunners dan logo Arsenal berkaitan dengan asal-usul klub yang didirikan oleh pekerja pabrik senjata Royal Arsenal di Borough of Woolwitch pada 1986. Awalnya, lambang Arsenal adalah gambar tiga meriam dengan moncong menghadap ke atas.
Logo itu mengacu pada lambang metropolitan Borough of Woolwitch. Pada era 1920-an, gambar tiga meriam diubah menjadi satu meriam saja dengan moncong menghadap ke kiri. Di atas logo terdapat tulisan Arsenal dan dibawahnya terdapat logo Borough of Islington.
Di bawah logo terdapat tulisan Victoria Concordia Crescit, yang memiliki arti kemenangan berawal dari harmoni. Semboyan itu digaungkan oleh Harry Homer, Editor program Arsenal, pada musim 1947-1948.
Arsenal kemudian merubah kembali logo mereka pada 2002. Mereka mengubah moncong meriam menjadi menghadap ke kanan, seperti yang kita kenal sampai saat ini.
The Invincible Arsenal
Sejak Liga Inggris modern dimulai pada 1992-hingga kini, tercatat hanya satu tim yang memiliki rekor tidak terkalahkan dalam satu musim. Tim itu adalah Arsenal yang mengukir sejarah dengan tidak terkalahkan dalam 38 pertandingan. Sejak saat itu mereka dikenal dengan sebutan Invicibles.
Cerita berawal pada 1 Juli 2003. Saat itu jendela transfer sedang dibuka sebelum dimulainya kompetisi Premier League musim 2003-2004. Kondisi keuangan Arsenal sedang terpecah karena harus juga fokus untuk melakukan belanja pemain secara besar-besaran demi mendongkrak performa klub.
"Ketika Anda melihat orang-orang meraih sukses, Anda akan menemukan fakta, mereka bukan orang yang hanya termotivasi saja, melainkan memiliki konsistensi atas motivasi mereka." - Arsene Wenger.
Hampir sebagian besar dana tersebut dialihfungsikan untuk membayar pembangunan stadion baru yang sekarang digunakan Theo Walcott dan kawan-kawan, Stadion Emirates. Alhasil, Wenger, yang hanya sedikit memiliki dana belanja pemain, harus pintar-pintar mengeluarkan uang dari kocek tim untuk membeli pemain yang benar-benar dibutuhkan tim.
Berbagai pertimbangan matang dilakukan Wenger dan jajaran manajemen untuk membangun skuat yang kompeten menghadapi Premier League 2003-2004. Hingga pada akhirnya pilihan jatuh pada kiper Borussia Dortmund, Jens Lehmann, yang dibeli seharga 1,5 juta poundsterling. Kiper asal Jerman itu didatangkan untuk menggantikan David Seaman yang memutuskan bergabung ke Manchester City.
Selain Lehmann, Wenger juga menjatuhkan pilihannya pada bek asal Swiss, Philippe Senderos, Cesc Fabregas, dan Johan Djourou yang diboyong ke London dengan status bebas transfer. Gael Clichy didatangkan dari Cannes dengan harga 250.000 poundsterling.
Pembelian ini sangat timpang jika dibandingkan dengan Chelsea yang saat itu membeli banyak pemain untuk membangun skuat The Roman Emperor. Pemilik Chelsea, Roman Abramovich, merekrut beberapa pemain ternama, antara lain Claude Makalele dengan biaya transfer sebesar 16 juta poundsterling, Joe Cole dari West Ham (6,6 juta poundsterling), dan Hernan Crespo dari Inter Milan (16,8 juta poundsterling).
Namun, dengan pembelian yang seadanya, Wenger berhasil meramu pemain baru dan lama menjadi sebuah skuat terbaik yang pernah ada di Premier League. Alhasil, pada 16 Februari 2004, Thierry Henry dan kawan-kawan berpesta di depan hadapan suporter di Higbury setelah mengalahkan Aston Villa 3-1.
Arsenal menutup musim dengan rekor tidak terkalahkan. Dari 38 pertandingan, tim Meriam London mencatatkan rekor 26 kali menang, 12 kali imbang, dan tidak pernah kalah. Arsenal pun menjadi tim paling produktif (+47), unggul 10 gol dari Chelsea yang finis sebagai runner-up (+37).
Itu menjadi terakhir kalinya Arsenal mengecap manisnya meraih gelar Premier League. Kini, sudah 11 tahun lamanya trofi Premier League tak mampir ke markas mereka.
Meski tak pernah meraih trofi Premier League lagi sejak musim 2003-04, fans Arsenal bisa sedikit tersenyum. Pada musim 2013-14, Arsenal sukses memutus dahaga gelar usai meraih gelar Piala FA setelah mengalahkan Hull City 3-2 lewat babak perpanjangan waktu.
Satu musim berikutnya, Mesut Ozil dan kawan-kawan pun kembali berpesta di Wembley. Kali ini, giliran Aston Villa yang dihajar empat gol tanpa balas. Namun, meski dua trofi tersebut berhasil diraih, skuat asuhan Wenger tentunya akan terus bekerja keras memikirkan cara bagaimana kembali menggondol trofi Premier League yang lebih dari satu dekade tak pernah mampir ke lemari trofi di Emirates Stadium.
"Ketika Anda melihat orang-orang meraih sukses, Anda akan menemukan fakta, mereka bukan orang yang hanya termotivasi saja, melainkan memiliki konsistensi atas motivasi mereka." - Arsene Wenger.