Sukses


Fenomena Ylvis, Lirik Aneh, dan Leicester City

Bola.com — Pada 2 September 2013, duo komedian Norwegia, Ylvis, merilis single: The Fox (What Does the Fox Say?). Asa sang duo tak terlalu tinggi. Maklum, sejak masuk ke dunia tarik suara dengan meluncurkan lagu non-single berjudul Rumour Says pada tahun 2000, mereka tak terlalu mendapat respons dari pasar.

Beberapa single lain, meski tetap berstatus non-album, seperti Kjempeform (2004) sampai Stonehenge (2011), juga tak mendapat respons dari bursa musik di kawasan Eropa. Alasannya sama, yakni materi lagu yang kurang mendukung, ditambah lirik yang dianggap tak sesuai pasar saat itu.

Sampai pada akhirnya, mereka tanpa beban melepas single The Fox (What Does the Fox Say?). Lagu ini menjadi yang pertama diperkenalkan pada edisi 2013. Uniknya, respons terhadap lagu ini justru berbeda. Padahal, banyak orang mengkritisi lirik yang terbilang aneh.

Tanpa disadari, lagu tersebut langsung meledak di pasaran. Hanya dalam beberapa hari, lagu itu mampu menarik minat banyak orang untuk melihatnya melalui saluran berbagi video, YouTube. Dua tahun sejak diunggah, lebih dari 560 juta orang telah menyaksikan klip lagu yang menceritakan mengenai binatang rubah itu.

Fenomena tersebut mengundang beberapa reaksi negatif, lantaran dianggap sebagai lagu tak bermutu. Bagaimana tidak, lirik sederhana dengan sisipan kata yang terkesan asal-asalan, seperti "Ring-ding-ding-ding-dingeringeding", menjadi sajian utama lagu tersebut.

Satu anggota Ylvis, Bard Ylvisaker, tidak menanggapi serius respons orang-orang yang mengejek lagunya tersebut. "Semua orang berbicara tentang lirik lagu ini. Tetapi, sebagian besar mengatakan hal luar biasa dan aneh," katanya.

Duo komedian asal Norwegia yang tergabung dalam Ylvis, Bard dan Vegard Ylvisaker. (AFP/John Thys)

Sikap cuek, keras kepala namun penuh visi tersebut membuahkan hasil istimewa ala Ylvis. Dua tahun berselang, The Fox kembali "mengudara". Bedanya, kali ini Si Rubah yang dimaksud berasal dari dunia sepak bola.

Kejutan Leicester City

Tepat di kota Leicester, pemilik nama panggilan, The Foxes, sedang berkibar. Ya, sama dengan Ylvis, Leicester City juga tampil mengejutkan dan tak diperkirakan bisa menjadi penguasa sementara kompetisi yang dianggap paling bergengsi di dunia, Premier League!

Bagaimana tak sensasional, Leicester City sukses berada di atas klub-klub seperti Arsenal, Manchester City, Manchester United, Liverpool ataupun Tottenham Hotspur. Selaras dengan pembentukan lirik The Fox (What Does the Fox Say?), komposisi "lirik" Leicester City juga berasal dari kepingan pemain yang dianggap tak berkualitas tinggi, atau sudah tak berkembang di tim asal.

Beberapa "lirik" tim yang bermarkas King Power Stadium tersebut, di luar dugaan mampu menghasilkan harmoni mematikan. Sebut saja, nama-nama yang tadinya asing, kini sudah mendapat tempat seperti bomber Jamie Vardy, Andy King, Riyad Mahrez, Yohan Benalouane dan pemain asal SM Caen, N'Golo Kante.

Maskot Leicester City, Filbert the Foxes. (AFP/Paul Ellis)

Belum lagi deretan individu yang terbuang dari tim yang membeli mereka, termasuk kuartet eks Manchester United, yakni Ritchie de Laet, Danny Drinkwater, Matty James, dan Danny Simpson. Sedangkan daftar penyempurna komposisi tim datang dari pemain yang nyaris dianggap sudah habis di klub lamanya, seperti Marc Albrighton (eks Aston Villa), Nathan Dyer (eks Swansea City), Christian Fuchs (eks FC Schalke) dan Gokhan Inler (eks Napoli).

Bagi fans Leicester City, komposisi tersebut bak gambaran lagu Ylvis yang dirilis pada 2013 juga, Will Never Be A Star, yang berisi pesimisme untuk bisa terbang tinggi. Namun, seperti halnya The Fox (What Does the Fox Say?), kumpulan pemain "aneh" tersebut menjadi senjata mematikan tak terduga, yang diramu sempurna via campur tangan Claudio Ranieri.

Pada awal musim, The Foxes dipandang sebelah mata. Maklum, The Foxes harus berjuang dari zona degradasi selama beberapa pekan pada musim lalu. Ditambah, The Foxes kehilangan Esteban Cambiasso, satu-satunya pemain ternama berpengalaman yang ada di skuat utama.

Kerja keras

Tidak salah jika Leicester City dianggap tidak memiliki para pemain berbakat. Demi menutupi hal tersebut, Ranieri yang sudah merasakan manis dan pahit melatih banyak klub, memiliki cara ampuh "menyentil" mental para pemain.

Sebagai penikmat musik, Ranieri ternyata sering mendengarkan lagu Fire dari Kasabian. Ranieri beralasan, lagu tersebut bisa membangkitkan semangat juang bagi orang-orang yang mendengarkannya.

"Saya mengatakan kepada para pemain, ketika Anda masuk ke lapangan dan mendengar lagu Fire dari Kasabian, fans menginginkan pejuang. Saya ingin mereka tampil layaknya pejuang di mata fans. Kasabian adalah band rock dari Leicester, jadi semuanya cocok. Saya pikir, fans menyukai pejuang dan saya puas dengan performa para pemain," ungkap Ranieri.

Apa yang dilakukan Ylvis untuk membuat lagu The Fox (What Does the Fox Say?) menarik perhatian dunia, mungkin serupa dengan yang dilakukan Ranieri. Sang arsitek menanamkan etos kerja keras kepada pemain-pemain The Foxes, yang memang menjadi julukan Leicester City sejak klub tersebut berdiri pada 131 tahun silam.

Kesederhanaan dari lirik The Fox (What Does the Fox Say?), ternyata bisa berujung kesuksesan. Potensi Ylvis sebagai publik figur tidak akan ada apa-apanya tanpa kerja keras. Seperti ucapan dari seorang novelis Amerika Serikat, Stephen King, "Yang membedakan individu berbakat dengan individu sukses adalah kerja keras,". Tentu saja, itu juga selaras dengan apa yang dilakukan keluarga besar Leicester City.

Manajer Leicester City, Claudio Ranieri. (AFP/Louisa Gouliamaki)

"Kami menghubungi Stargate, perusahaan musik yang pernah menjadi produser penyanyi ternama, Beyonce dan Rihanna. Awalnya, kami ragu mereka mau bekerja sama dengan kami. Namun, kenyataannya mereka bersedia," ujar Bard Ylvisaker.

Hasilnya, skuat sederhana tanpa pemain bintang yang dimiliki Leicester City, kini menjadi pembicaraan dunia, khususnya di Inggris. The Foxes versi Ranieri mampu bercokol di urutan teratas klasemen sementara Premier League. Para pesaing dipaksa menunggu Leicester City terpeleset dari singgasana Premier League.

Sekarang, tinggal bagaimana Ranieri menjaga konsistensi permainan Vardy dan kawan-kawan hingga musim ini berakhir. Ada sebuah ilmu pasti yang mengatakan, "Angin bertiup lebih kencang di tempat yang tinggi". Dalam pengertian ini, Leicester City mendapat sebuah tantangan untuk tetap kukuh di puncak klasemen Premier League.

Sumber: Berbagai sumber

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, Liga Italia, dan Liga Prancis dengan kualitas HD di sini:

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer