Bola.com, Jakarta Sosok Josep Guardiola terus menjadi bahan perbincangan. Atensi dunia sepak bola mengarah pada ke mana sebenarnya pelabuhan berikutnya bagi pria yang masih berstatus pelatih Bayern Munchen tersebut.
Sebagian besar kalangan media, terutama di Inggris, sudah membersitkan informasi kalau Guardiola memiliki peluang besar mendarat di Etihad Stadium, markas Manchester City. Beberapa syarat sudah tersedia, mulai dari dana belanja yang besar sampai deretan sahabat yang pernah bersama-sama menangani Barcelona.
Advertisement
Baca Juga
"Saya menginginkan pengalaman di kota yang baru dan ingin berkarier di Inggris. Saya punya beberapa tawaran dari klub Inggris, namun belum menandatangani apapun," ungkap Guardiola seperti dilansir BBC.
Sejak Desember 2015, media-media Inggris melaporkan Guardiola akan melatih salah satu klub Premier League pada musim depan. Manchester United, Manchester City, dan Chelsea diberitakan siap menggelontorkan dana besar demi mendapatkan tanda tangan Guardiola. Namun The Citizens menjadi klub terdepan untuknya, berikut lima alasannya.
1. Waktu dan Tempat yang Tepat
Sejak diakuisisi Sheikh Mansour melalui grup Abu Dhabi United Group pada 2008, City terlahir kembali sebagai sebuah klub sepak bola. Di fase ini, City bisa diibaratkan beranjak remaja, demi membangun karakternya manajemen pun mendaratkan Roberto Mancini pada 2009.
Usai Mancini mengepakkan kopernya dari Etihad Stadium, Manuel Pellegrini pun datang pada 2013. Pria Cile ini memiliki sifat yang lebih lembut ketimbang Mancini. Dia mengembuskan hawa kehangatan, kasih sayang dan kebebasan berekspresi baik di dalam maupun luar lapangan.
City yang tadinya "meledak-ledak" lebih kalem, suasana ruang ganti pun kian harmonis. Hasilnya dia menghadirkan Premier League 2013/2014, piala Liga 2014. Kini City semakin dewasa dan siap untuk mendapatkan arahan dari Guardiola.
Para pemain siap untuk mendengarkan mentor baru begitu pun juga dengan sang entrenador. Semasa di Barcelona dia mengaku tenaga dan mentalnya terkuras dan butuh suasana baru. City menjadi tujuan yang tepat untuknya.
Belum lagi gaya bermain City yang mengandalkan penguasaan bola sudah mulai tertanam. Mereka hanya butuh ide dan inspirasi baru.
2. City Butuh Strategi Anyar
Meski mulai menerapkan skema penguasaan bola melalui Yaya Toure sebagai nakhoda utama, detil permainan mereka belum tersusun rapi. Gelandang Bayern Munchen, Javi Martinez mengaku kepada Kicker pernah dipaksa menonton 200 video untuk meningkatkan peran dan pergerakannya di lapangan.
Guardiola memberikan hidupnya untuk mengotak-atik strategi sepak bola. Dalam biografi yang ditulis Guillem Balagué pada 2012, pria 44 tahun itu mengaku sampai tak datang ke acara program balet sang anak.
Di sini peran Guardiola sangat dibutuhkan. City butuh strategi baru yang tak mudah ditebak lawan.
3. Tekanan tak Terlalu Besar
Di setiap tim yang dibesutnya, Guardiola mendapatkan skuat yang sudah setengah jadi. Barcelona ditatar Frank Riijkard sedangkan Bayern Munchen telah dipugar Jupp Heynckes. Kendati demikian, dia bisa mengendalikan tekanan dengan cukup baik.
Buktinya dengan tekanan tinggi, dia bisa menerapkan strategi menyerang berisiko tinggi. Namun Guardiola butuh pemain berkualitas. Kemelempeman City di Premier League dan terutama di kompetisi Eropa menyisakan tanda tanya besar.
Di City memang ada tekanan tetapi target yang diterapkan tak terlalu tinggi. Situasi tersebut dimanfaatkan Guadiola untuk memukau para pengkritik dan meneruskan tinta emasnya pada liga yang terkenal paling bergengsi dan terkeras di dunia.
4. Tak ada Kejutan di Level Manajemen
Ketimbang merapat ke Manchester United atau Chelsea, langkah pindah ke City jauh lebih masuk akal. Figur Txiki Begiristain menjadi kuncinya. Mereka pernah berkolaborasi pada 2007-2010, keduanya juga bermain bersama di bawah besutan Johan Cruyff selama lima tahun pada era '90-an.
Dia juga berutang budi kepada direktur berusia 51 tahun tersebut setelah dibawa ke jenjang nakhoda Barcelona. Bagi Guardiola, ini kesempatan ideal untuk membalas utangnya.
Berkaca terhadap kedekatan kedua pria Spanyol tersebut, seharusnya tak ada masalah besar terkait agenda bersama City.
5. Ada Etihad Campus
Meski sudah bergelimang prestasi di usia sangat muda untuk seorang manajer sepak bola, Guardiola tetaplah seorang bocah. Bisa dibilang, dulu dia menjadi seorang ballboy yang berlari mengejar Victor Munoz ke dalam lapangan pada 6 April 1986.
Di Camp Nou, Guardiola mengorbitkan Martin Caceres yang kini berkostum Juventus, Bojan Krkic (Stoke City), Sergio Busquets dan Pedro Rodriguez (Chelsea).
Masa 29 tahun pasca malam indah di Camp Nou 1986, keinginan untuk membuat bintang baru selalu ada dalam benaknya. Bak karakter Genie di kartun animasi Aladdin, City mengabulkan permintaan Guardiola.
Setelah jor-joran memboyong para pemain dengan bandrol yang membuat pengemis meneteskan air matanya, City pun kini tak leluasa karena Financial Fair Play. The Citizens lebih fokus untuk menebar bibit-bibit baru dalam akademi sepak bolanya.
Manajemen klub telah menghabiskan ratusan juta poundsterling untuk membangun Kampus Etihad. Fasilitas ini membuat semua keinginan Guardiola untuk menumbuhkan talenta baru terakomodasi.
Saat ini, memang baru bisa memunculkan Kelechi Iheanacho. Namun bersama Pep dan Txiki Begiristain, keduanya siap mengembangkan akademi sepak bola layaknya La Masia.
Sumber: FourFourTwo, Pep Guardiola: Another Way of Winning: The Biography, Kicker, Fear and Loathing in La Liga, Daily Mail
Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, Liga Italia, dan Liga Prancis dengan kualitas HD di sini