Bola.com, Jakarta - Leicester City menelan kekalahan dari rival perebutan gelar juara Premier League 2015-2016, Arsenal, akhir pekan lalu. Namun, kondisi itu tak menyurutkan prediksi beberapa kalangan yang menyebut The Foxes tetap menjadi kandidat kuat jawara Premiership musim ini.
Beberapa faktor menjadi penyokong prediksi tersebut. Satu di antaranya adalah keberadaan Claudio Ranieri, yang sejak awal musim mampu membentuk tim berlatar soliditas, tak semata kemampuan individu.
Advertisement
Baca Juga
Walhasil, banyak pihak menilai Leicester City telah menjalani musim yang hebat, juga sang manajer, Claudio Ranieri. Sebagai tim yang baru saja promosi ke level teratas Liga Inggris dua musim lalu, Jamie Vardy dkk kini bertengger sebagai pemuncak klasemen hingga pekan ke-26. Apabila melihat beberapa faktor pendukung, Ranieri berpeluang untuk mencium piala di akhir musim nanti.
Sebenarnya, Ranieri bukanlah pelatih yang dikenal mampu membawa timnya menjadi juara sebuah liga. Pria berjuluk The Tinkerman lebih dikenal sebagai arsitek yang mampu membawa tim yang sedang “hancur-hancuran” menjadi sebuah tim yang lebih konsisten dalam bermain.
Jose Mourinho pernah menyebut Ranieri sebagai “Nearly Man”. Hal itu terjadi saat Ranieri menukangi AS Roma pada Serie A 2009/2010. Kala itu, Il Lupi nyaris meraih scudetto sebelum disalip Inter Milan, yang dilatih Mou, 'di tikungan terakhir'.
Namun, peluang meraih medali juara bagi Ranieri sepertinya lebih terbuka musim ini. Dalam sejarah kepelatihannya, bersama Leicester-lah ia mengalami paling sedikit kekalahan dalam satu musim.
Setidaknya sampai dengan pertandingan terakhir melawan Arsenal (14/2). Statistik juga mencatat selama tim asuhan Ranieri tidak kalah lebih dari 7 kali dalam satu musim di liga, tim asuhannya setidaknya akan tetap berada di peringkat tiga besar. Itulah yang terjadi pada Chelsea, Juventus, AS Roma, dan AS Monaco kala ditukangi eks pemain Catanzaro ini.
Pengecualian mungkin datang kala Ranieri melatih Napoli pada 1991/1992. Waktu itu Napoli juga hanya kalah 7 kali, tetapi mereka bertengger di peringkat 4 akhir musim. Namun, perlu diingat, Napoli baru saja kehilangan Diego Maradona yang terkena skandal doping.
Situasi tim Napoli asuhannya yang harus berhadapan dengan superioritas AC Milan sama dengan situasi saat dirinya kala membawa AS Roma dan Monaco menyaingi dominasi Inter dan PSG. Bedanya, dua tim tersebut berhasil dibawanya menjadi runner-up liga.
Jika dikaitkan dengan situasi musim ini ketika tidak ada satupun tim yang mendominasi di Liga Inggris seperti Inter dan PSG, tentu saja peluang juara Ranieri semakin terbuka lebar. Musim ini, Leicester dibawanya meraih rata-rata dua poin per pertandingan. Catatan tersebut pernah ditorehkan Ranieri bersama Chelsea pada musim 2003/2004. Sayangnya, Arsenal tak terkalahkan saat itu dan Chelsea berakhir menjadi runner-up liga.
Catatan yang sama juga terjadi kala menangani AS Roma dan AS Monaco. Ini menunjukkan tim asuhan pelatih berusia 64 tahun tersebut berpeluang besar setidaknya menjadi runner-up selama rataan poin mereka tetap terjaga dengan baik.
Jika ditelaah bagaimana lini serang Chelsea, Juventus, Roma, dan Monaco kala dibawa Ranieri berada di tiga besar liga masing-masing, akan muncul pola yang serupa. Lini serang mereka tidak bergantung pada satu orang saja. Saat di Chelsea musim 2003/2004, Ranieri terbantu oleh duet Hasselbaink-Lampard. Sementara di Juventus, dirinya memiliki Del Piero-Trezeguet. Di Roma ada Totti-Vucinic, kemudian di Monaco dengan Riviere-Falcao.
Selaras dengan kenyataan pada masa lampu Ranieri, Leicester musim ini memiliki kekuatan serang yang dominan dalam diri James Vardy dan Riyad Mahrez. Sebelumnya, kedua pemain tersebut bukan nama besar.
Namun, lihat bagaimana mereka membantu Leicester bertengger di puncak klasemen selama 8 pekan di musim ini. Untuk pertama kalinya Ranieri membawa timnya berada di puncak sebanyak ituu. Ragam kondisi tersebut memberi sinyal bahaya bagi Arsenal, Manchester City sampai Tottenham Hotspur.
Itu berarti ada kans terbuka lebar untuk Leicester City mencatat sejarah hebat, yakni menjadi jawara Premier League, sesuatu yang mungkin tak pernah terpikirkan fans kubu King Power Stadium tersebut.
Usai kalah dari Arsenal, lima partai ke depan bisa menjadi indikator seberapa jauh Leicester City akan melangkah. Akhir pekan ini, mereka akan menjamu Norwich City, lalu menjadi tuan rumah bagi West Bromwich Albion (2/3/2016).
Setelah itu, mereka akan tandang ke markas Watford (6/3/2016), berua Newcastle United (15/3/2016) dan berstatus tamu bagi Crystal Palace (19/3/2016).