Bola.com, Jakarta - Meskipun Manchester United pernah mencicipi puncak klasemen Liga Inggris 2020/2021, ada sense bahwa cepat atau lambat, mereka akan kembali menjadi 'tim yang mengejar' ketimbang mempertahankan posisi teratas.
Terseok-seok pada awal musim, Manchester United mampu bangkit dan menemukan konsistensinya. Itu dibuktikan dengan 13 laga tak terkalahkan.
Baca Juga
Advertisement
Namun demikian, dua rentetan hasil minor jadi batu sandungan anak asuh Ole Gunnar Solskjaer. Pertama, kalah di kandang dari Sheffield United, lalu disusul dengan hasil imbang kontra Arsenal meski menguasai jalannya pertandingan.
Sebaliknya, Manchester City justru ngebut dengan catatan kemenangan yang impresif. Kekuatan anak asuh Pep Guardiola itu terlalu merata dengan memainkan rotasi total kala menang tipis 1-0 atas Sheffield United, tim yang mengalahkan Manchester United pada laga sebelumnya.
Harus ada perspektif berbeda saat melihat performa Manchester United musim ini. Betul bahwa Bruno Fernandes dkk. masih berada di papan atas, bahkan jadi kandidat peraih juara Liga Inggris 2020/2021, tapi ada beberapa hal yang secara teknis mengganjal.
Perlu diingat, Setan Merah musim lalu menyudahi kompetisi Liga Inggris 33 poin di bawah Liverpool dan 15 poin dari Manchester City. Jadi, apapun yang terjadi musim ini selayaknya disyukuri oleh fans Manchester United yang telah merindukan tim kesayangannya sejak era Sir Alex Ferguson.
Berikut ini Bola.com mengupas sejumlah faktor yang menjadi penghambat Manchester United meraih trofi Liga Inggris 2020/2021.
Â
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Area Kanan Terlalu Defensif
Manchester United butuh delapan poin lagi untuk menjadi tim yang lebih baik dari musim lalu. Kini tinggal bagaimana Solskjaer meramu taktik lagi untuk bisa terbang lebih tinggi lagi.
Persoalannya, sejak awal musim Manchester United terlihat gagap. Itu terasa betul saat mereka mendapatkan beberapa pemain seperti Edinson Cavani, Alex Telles, dan Donny van de Beek.
Setan Merah juga sukses merekrut Facundo Pellistri dari Penarol dengan harga 9 juta pounds meski hingga berita ini turun, pemain asal Uruguay itu dilaporkan bakal dipinjamkan ke Alaves.
Penulis menilai, Solskjaer membutuhkan 2-3 pemain di level tim utama (bukan back-up, apalagi sekadar penghangat bangku cadangan). Utamanya, winger kanan yang jadi prioritas.
Paul Pogba dan Marcus Rashford dimainkan secara bergantian di posisi tersebut. Masalahnya, winger kanan bukan posisi asli kedua pemain itu.
Skema seperti ini seharusnya 'oke oke saja', tapi Aaron Wan-Bissaka bukan tipikal bek kanan offensive seperti halnya Vladimir Coufal atau Trent Alexander-Arnold. Ia lebih bertipe defensive, sehingga area kanan lapangan dirasa kurang maksimal.
Â
Advertisement
Donny van de Beek Sia-Sia?
Saat diboyong dari Ajax Amsterdam, banyak suporter Manchester United begitu gembira menyambutnya. Sayang, alih-alih jadi tandem Paul Pogba dan Bruno Fernandes, Donny van de Beek malah baru dua kali turun sebagai starter.
Sejumlah 'pundit' mengklaim kalau Van de Beek sekadar panic buying biar Solskjaer enggak malu-malu amat karena pasif di bursa transfer pemain atau gagal mendapatkan target. Tapi penulis merasa kalau pembelian ini tidak sepenuhnya gagal karena stok gelandang bertahan United memang tak banyak.
Bursa transfer Januari 2021, setidaknya hingga berita ini turun, belum benar-benar berakhir. Jika memang Van de Beek dirasa bukan untuk dijadikan pemain utama, Solskjaer harus bisa menemukan pendamping yang tepat buat Paul Pogba di lini tengah.
Solskjaer tak bisa terus-terusan bongkar pasang Fred dan McTominay di posisi gelandang. Nemanja Matic dan Van de Beek yang seharusnya bisa jadi pilihan utama, nyatanya masih harus bersabar dengan keputusan Solskjaer.
Di tempat lain, Cavani bisa dibilang perekrutan terbaik United musim ini, yang ironisnya, bukanlah pilihan utama di lini depan. Solskjaer masih sering memainkannya sebagai super sub, karena masalah kebugaran, namun berbuah hasil.
Â
Tidak Bisa Instan
Membawa Manchester United kembali ke jajaran elite Liga Inggris selalu menjadi proyek jangka panjang. Solskjaer, selama dua tahun ini, sudah berada di jalur yang tepat.
Kita berbicara tentang Manchester United dengan segala kejayaannya. Perlu diingat, Sir Alex Ferguson juga tak bisa serta merta membawa Setan Merah langsung menjadi tim yang mendunia.
David Moyes pernah mengemban tugas berat ini, lalu gagal. Berikutnya ada banyak lagi yang datang dan pergi, dari Louis van Gaal hingga Jose Mourinho.
Dewa-dewa di Manchester United mungkin sudah paham betul bahwa tak ada sesuatu yang instan. Bertahannya Solskjaer sejak akhir musim lalu meski terseok-seok demi meraih zona Liga Champions bisa jadi sinyal bagus.
Ketika mereka terlempar dari Liga Champions musim ini pun, Solskjaer masih dipertahankan. Lagi, ini adalah sinyal bagus buat Manchester United yang sedang membangun ulang dinasti tim secara perlahan.
Liga Inggris telah berbeda. Persaingan tak lagi big four, melainkan big six. Jelas Manchester United bukan cuma bersaing dengan Liverpool, Arsenal, atau Chelsea saja. City dan Tottenham Hotspur juga telah berkembang sedemikian rupa hingga menjadi kekuatan baru.
Jadi, penulis beranggapan kalau musim ini Manchester United bisa mematok target lain. Tidak menjadi juara, asal bisa merepotkan Manchester City dan Liverpool di tiga besar sudah merupakan prestasi tersendiri buat Ole Gunnar Solskjaer.
Advertisement