Sukses


5 Fakta di Balik FFP, Biang Kerok Kasus Man City yang Bisa Berujung Hukuman Degradasi

Bola.com, Jakarta - Manchester City terjerat kasus keuangan. League membeberkan sejumlah dakwaan terhadap Man City terkait pelanggaran aturan financial fair play (FFP) selama 10 tahun di era modern.

Baru saja bursa transfer Januari 2023 beres, kasus Man City tiba-tiba muncul menjadi kejutan dari Liga Inggris. Selalu, pada momen seperti ini, istilah FFP kembali sering didengar pencinta sepak bola Eropa.

Di Eropa, setiap liga bernaung di bawah komando UEFA sebagai badan tertinggi sepak bola. UEFA menentukan beberapa peraturan umum yang wajib dipenuhi setiap klub, mulai dari Barcelona sampai Nottingham Forrest, semuanya sama di mata hukum.

Satu di  antara peraturan UEFA yang mengubah wajah sepak bola dunia adalah Financial Fair Play atau yang lebih akrab dikenal FFP. Peraturan ini lahir di era Michael Platini yang menginginkan sepak bola lebih adil.

Sebelumnya, beberapa tahun silam, klub-klub raksasa seperti Real Madrid, Manchester United, dan Barcelona tampak tidak terjangkau oleh yang lain. Mereka bisa membeli pemain mana pun yang mereka mau, dengan harga berapa pun, semahal apa pun.

FFP diciptakan untuk mencegah transfer-transfer liar itu, demi sepak bola yang lebih adil. Mengutip BBC, berikut penjelasan FFP secara lengkap, biang kerok di balik kasus yang menjerat Man City.

 

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 7 halaman

1. Apa Sebenarnya FFP Itu?

FFP dikenalkan oleh UEFA, dengan maksud mencegah klub-klub yang berada di bawah naungan mereka untuk mengeluarkan uang leih besar daripada pendapatan. Michael Platini menyebutnya dengan istilah financial doping dalam sepak bola.

Platini percaya pembelian besar-besaran oleh beberapa klub bakal mengacaukan keindahan sepak bola. Dia merasa klub sebenarnya tak mampu melunasi utang besarnya. 

 

3 dari 7 halaman

2. Apa yang perlu dilakukan klub untuk memenuhi FFP?

UEFA pertama kali menerapkan FFP pada April berdasarkan laporan keuangan klub di musim 2011/2012 dan 2012/2-13.

Klub hanya boleh mengeluarkan lebih 5 juta euro dari total pendapatan mereka di setiap periode penilaian. Biar begitu, pada periode monitoring ini, total kerugian sebesar 45 juta euro masih diperbolehkan asalkan klub berada di bawah pemilik yang mampu menambal kerugian.

Mulai saat ini, penilaian FFP tersebut bakal dilakukan setiap tiga tahun sekali. Pada musim 2014/2015, kerugian masih dibatasi pada angka 45 juta euro. Pada musim 2015/2016, UEFA menghitung tiga musim sebelumnya, tetapi batas rugi menurun menjadi 30 juta euro.

Pola ini diulangi pada musim 2016/2017 dan 2017/2018, dan beberapa tahun ke depan batas rugi akan kembali diperkecil.

 

4 dari 7 halaman

3. Apa saja yang dinaungi FFP?

Klub harus mencapai keseimbangan pengeluaran dalam bidang sepak bola - transfer dan beban gaji - dengan pendapatan televisi dan tiket, juga keuntungan yang didapat dari departemen komersial.

Uang yang dikeluarkan untuk mengembangkan stadion, fasilitas latihan, perkembangan usia muda, atau komunitas tidak termasuk dalam ranah FFP.

 

5 dari 7 halaman

4. Siapa yang mengawasi?

Peraturan tanpa pengawas tak ada guna. UEFA membentuk badan bernama Club Financial Control Body (CFCB) yang bertugas mengawasi Club Licensing System dan Financial Fair Play Regulations.

Liga juga berhak mengawasi penyelenggaraan FFP untuk setiap klub yang berada di bawah naungannya. Dalam kasus Man City, pihak Premier League berhak melakukan pengawasan.

 

6 dari 7 halaman

5. Sanksi apa saja yang bisa diterima klub pelanggar?

"Bom atomnya adalah larangan bermain di kompetisi Eropa," ujar Jean-Luc Dehaene, direktur pertama dan pimpinan investigator CFCB, pada 2011.

CFCB dapat membantu klub dengan menawarkan langkah untuk menemukan kesepakatan penyelesaian masalah, dengan potensi hukuman termasuk peringatan, denda, memotong uang hadiah, larangan transfer, pengurangan poin, larangan mendaftarkan pemain baru, dan pembatasan jumlah pemain yang bisa didaftarkan untuk kompetisi UEFA.

Contoh yang paling akurat: Chelsea dijatuhi hukuman larangan membeli pemain pada dua bursa transfer karena terbukti melanggar regulasi pembelian pemain usia muda.

 

7 dari 7 halaman

Jadi, bagaimana dengan kasus Man City?

Beberapa tahun lalu Man City pernah didakwa oleh UEFA terkait pelanggaran sejumlah aturan FFP. Namun, kala itu Man City berhasil lolos dengan cara mengajukan banding ke Court of Arbitration in Sport (CAS).

Man City awalnya dihukum karena dinilai melanggar aturan FFP, sudah ada beberapa bukti. Namun, hukuman dua tahun yang dijatuhkan UEFA dicoret sepenuhnya, Man City diizinkan kembali bermain di Eropa.

Sekarang, kasusnya berbeda. Yang mengajukan dakwaan adalah pihak Premier League dan jelas ada aturan di Liga Inggris pihak klub tidak bisa mengajukan banding ke CAS.

Artinya, Man City hanya bisa membela diri dalam komite lokal yang dibentuk untuk mengatasi kasus ini. Jika bukti-bukti Man City lemah, kemungkinan besar mereka bakal dijatuhi hukuman berat.

Sumber: BBC 

Disadur dari: Bola.net (Penulis Richard Andreas, published 7/2/2023)

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer