Bola.com, Jakarta - Kendati sudah lebih dari dua dekade sejak terakhir kali menjuarai Premier League, Arsenal tetap menjadi satu di antara klub yang patut dihormati di Inggris.
Sejak kemenangan legendaris mereka pada musim 2003/2004, publik dan media terus menyoroti paceklik gelar Arsenal di liga domestik.
Advertisement
Musim ini pun tampaknya akan berakhir dengan kekecewaan serupa, mengingat mereka tertinggal 12 poin dari Liverpool di klasemen.
Namun, berfokus hanya pada kegagalan meraih trofi tanpa melihat konteks yang lebih luas akan mengabaikan tantangan besar yang dihadapi Arsenal.
Di tengah dominasi finansial klub-klub yang didukung dana luar biasa, Arsenal memilih jalur yang berbeda: membangun stadion baru, menjaga kestabilan finansial, dan berkembang secara berkelanjutan.
Sementara Chelsea mendapatkan suntikan dana besar dari Rusia dan Manchester City tumbuh berkat investasi masif dari Timur Tengah, Arsenal justru mengutamakan kemandirian ekonomi.
Keputusan ini memang mengorbankan daya saing mereka dalam jangka panjang, tetapi juga membentuk identitas klub yang berbeda dan dihormati.
Sebagai Penasihat Teknis PSSI, Jordi Cruyff akan fokus membangun sepak bola Indonesia Indonesia dalam lima aspek
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Tetap Kompetitif
Meski belum pernah lagi mengangkat trofi Premier League, Arsenal tetap mampu meraih lima gelar FA Cup sejak 2004—jumlah yang sama dengan Chelsea dalam periode yang sama, serta lebih banyak dari Manchester City, Manchester United, atau Liverpool.
Ini membuktikan bahwa mereka tetap kompetitif, walau tidak menikmati kemewahan finansial seperti rival-rivalnya.
Di sisi lain, kontroversi seputar dugaan pelanggaran aturan keuangan Manchester City dengan lebih dari 100 dakwaan yang belum terselesaikan masih terus menggantung tanpa kejelasan.
Media tampaknya menghindari membahas kasus ini secara mendalam, sementara keputusan yang dinanti-nantikan publik terus tertunda.
Advertisement
Menolak Jalan Pintas
Ironisnya, Arsenal yang selalu mengikuti aturan justru harus menghadapi keterbatasan dalam pengeluaran, sementara klub lain bisa bebas belanja besar dan cukup menunggu hasil investigasi.
Dengan anggaran yang lebih ketat, Meriam London harus mempertimbangkan setiap investasi dengan cermat. Padahal, mereka telah finis sebagai runner-up dalam dua musim terakhir, hanya kalah dari tim yang masih berada dalam bayang-bayang dugaan "financial doping".
Arsenal bukan gagal karena mereka lemah, tetapi karena mereka menolak jalan pintas.
Di era di mana keadilan dalam sepak bola kerap menjadi barang langka, keberhasilan Arsenal mempertahankan etika olahraga sambil tetap bersaing di level tertinggi adalah sesuatu yang layak dihargai, bukan sekadar dikritik.
Baca Juga
Perjalanan Jack Wilshere dari Pesepak Bola hingga Menjadi Pelatih: Terinspirasi Arsene Wenger dan Mikel Arteta
5 Fakta Duel Arsenal vs Real Madrid: Kemenangan Dramatis Tim Wanita hingga Tantangan di Liga Champions!
Nasib 6 Penggawa The Invicibles Arsenal yang Terlupakan: Ada yang Menjelma Jadi Bintang Besar