Bola.com, Madrid - Pebalap Repsol Honda, Marc Marquez, selalu menghindari konfrontasi dengan rider Movistar Yamaha, Valentino Rossi. Pebalap asal Spanyol itu lebih memilih berbicara lewat aksi di atas lintasan ketimbang berseteru di luar trek.
Rivalitas Marquez dan Rossi mulai meruncing pada MotoGP 2015. Pemicunya adalah komentar Rossi yang menuduh Marquez membantu sang kompatriot, Jorge Lorenzo, menjadi juara dunia.
Advertisement
Baca Juga
Serangan verbal tersebut berujung pada kontroversi di Sirkuit Sepang, Malaysia, kala Rossi menyenggol Marquez hingga terjatuh yang dikenal sebagai "Sepang Clash".
Insiden "Sepang Clash" berperan besar membuyarkan impian Rossi meraih titel ke-10 di kejuaraan dunia balap motor grand prix.
Usai kejadian itu, Marquez dan Rossi terlibat perang dingin. Tak ada lagi istilah fans dan idola di antara keduanya. Yang tersisa hanya kebencian dan permusuhan.
Relasi Marquez dengan Rossi sebenarnya sempat mencair pada MotoGP 2016. Di depan kamera televisi, keduanya besalaman pada MotoGP Catalunya.
Namun, kehangatan itu bersifat semu. Ketika Marquez dan Rossi mulai berduel dalam perebutan gelar pada pertengahan musim, benih-benih permusuhan itu mencuat kembali.
Lagi-lagi Rossi yang memantik api permusuhan. Pebalap Movistar Yamaha itu mengungkit kembali luka musim lalu dengan menyebut Marquez membentuk persekongkolan jahat dengan Lorenzo untuk mencuri gelarnya.
Respons Marquez tetap sama. Dia enggan meladeni serangan verbal Rossi. Marquez tak mau fokusnya terganggu karena terlibat perang urat syaraf dan memilih berkonsentrasi penuh untuk merebut gelar.
Keteguhan hati Marquez berbuah manis. Dia sukses merebut gelar MotoGP ketiga di Motegi, Jepang.
Hebatnya, Marquez meraih gelar kelima di grand prix bukan dengan motor yang awalnya paling kompetitif. Lebih manis lagi, Marquez mengalahkan Rossi yang tersungkur di Motegi.
Situs Marca menyebut ada tiga pesan ancaman di balik pencapaian Marc Marquez kepada Valentino Rossi, yaitu:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Gelar yang Sempurna
1. Gelar yang Sempurna
"Titel ini rasanya sangat spesial mengingat semua hal yang terjadi sepanjang 2016." Itulah salah satu komentar Marc Marquez setelah merebut titel MotoGP ketiga dalam empat tahun di Motegi.
Pernyataan tersebut merujuk pada dua hal, yaitu masalah motor dan perseteruan dengan Rossi.
Melihat performa Honda pada pramusim, Marquez tak pernah menduga bisa menjadi juara dunia apalagi saat musim masih menyisakan tiga seri lagi.
Awalnya, motor RC213V kalah kompetitif dari rival. Marquez sampai mengubah gaya balapnya dari agresif menjadi konservatif.
Hasilnya positif. Marquez tampil konsisten sepanjang musim. Dia menjadi satu-satunya pebalap yang selalu meraih poin pada setiap balapan. Saat Honda mulai beradaptasi dengan ban Michelin dan elektronik, Marquez pun semakin sulit dibendung.
Terkait perseteruan dengan Rossi, Marquez berkali-kali menegaskan enggan meladeni perang di luar trek. Marquez pun memetik buah dari kemampuan menjaga fokus pada kejuaraan.
Dengan gelar juara ini, Marc Marquez seolah memberi pesan bahwa dalam kondisi apapun dia tetap bisa menjadi nomor satu. Bahkan, gangguan dari luar pun tetap tak bisa menggoyahkan Marquez.
Advertisement
Incar Rekor The Doctor
2. Incar Rekor The Doctor
Sejak debut di MotoGP pada 2013, Marc Marquez sudah mencetak banyak rekor. Namun, Si Bayi Alien belum puas. Dia terus saja menorehkan tinta emas dalam kariernya yang masih singkat.
Ketika menjadi juara dunia di Motegi, Marquez resmi menjadi pebalap termuda yang merebut tiga titel MotoGP/500cc dan meraih lima gelar grand prix. Marquez melakukannya saat masih berusia 23 tahun atau setahun lebih muda dari Mike Hailwood (24).
Kini, target Marquez hanya satu. Dia ingin melewati pencapaian Valentino Rossi yang sudah mengoleksi sembilan titel grand prix.
Marc Marquez seolah memberi pesan bahwa dirinya siap menggagalkan ambisi Rossi meraih gelar grand prix ke-10 sembari mengingatkan apa yang terjadi pada MotoGP 2015. Tahun lalu, Marquez boleh tak jadi juara dunia, tapi dia juga mampu menggagalkan pesta Rossi di akhir musim.
Lihai Bersilat Lidah
3. Lihai Bersilat Lidah
Selama ini, Marc Marquez lebih sering diam saat mendapat serangan verbal dari Rossi. Namun, bukan berarti Marquez tak bisa membuat kuping sang rival panas lewat komentar pedas.
Pada lap-lap awal balapan MotoGP Jepang, Marquez dan Rossi sempat terlibat duel sengit untuk memperebutkan posisi kedua.
Rossi yang ingin menunda pesta Marquez tampil agresif. Dia beberapa kali mencoba menyalip Marquez. Namun, Marquez selalu bisa merebut posisinya kembali. Terlalu ngotot, Rossi akhirnya crash out dan memuluskan langkah Marquez merebut titel.
Tahun lalu, Marquez jatuh tapi Rossi gagal juara. Kali ini, Rossi jatuh dan Marquez malah juara.
Selepas balapan, Marquez melontarkan komentar menarik. Marquez mengatakan aksi overtaking Rossi yang agresif menunjukkan bahwa sang rival gugup.
Marc Marquez seolah ingin menunjukkan bahwa dirinya juga lihai bersilat lidah. Hanya, dia memilih waktu yang tepat untuk melakukannya. Momen itu adalah setelah memastikan diri jadi juara MotoGP dengan mengalahkan Valentino Rossi, sang rival utama yang sering melontarkan perang urat syaraf kepadanya. Sempurna.
Advertisement