Bola.com, Jakarta Pebalap Petronas Yamaha SRT, Fabio Quartararo, tengah banjir sanjungan berkat performa dan prestasi apik dalam debutnya di MotoGP tahun ini. Meski begitu, kepada Speedweek, rider 20 tahun itu menyatakan perjalanannya menuju momen gemilang ini tidaklah mudah.
Quartararo menggebrak dunia balap motor saat masih berusia 15 tahun, saat menjuarai CEV Moto3 2013 dan 2014, hingga dijuluki 'The Next Marc Marquez'. Julukan itu kian melekat, karena ia juga dekat dengan Marc Marquez, karena kala itu keduanya di bawah manajer Emilio Alzamora.
Baca Juga
Advertisement
Alzamora memberi kesempatan Quartararo turun di Moto3 2015 bersama Estrella Galicia 0,0, dan dapat izin menjalani debut saat belum genap 16 tahun. Mengendarai Honda, ia hanya meraih dua podium akibat cedera engkel yang cukup parah dan membuatnya gagal kompetitif di sisa musim.
Pada 2016, ia pun pindah ke Leopard Racing, yang sukses juara bersama Danny Kent dan Honda.
"Saya tanda tangan kontrak dengan Leopard untuk mengendarai Honda. Semua berjalan baik, tapi saat uji coba, mereka tiba-tiba ganti ke KTM, tanpa bilang apa-apa kepada saya," tuturnya.
KTM membuat El Diablo harus adaptasi dari nol, karena sudah terbiasa dengan Honda, bahkan sejak masih di CEV.
"Saya juga yakin motor kami tak sama dengan tim pabrikan. Saat itulah lingkungan saya makin sulit, karena manajer saya tahu mereka akan ganti mesin, tapi merahasiakannya dari saya," kata Fabio Quartararo.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Sempat Paceklik Podium
Fabio Quartararo juga mengalami paceklik podium saat membela Leopard dan mengendarai KTM. Alhasil, ia berpisah dengan Alzamora. Momen buruk ini juga membuat orang-orang jadi berbalik meremehkannya, dan meyakini bahwa performa garangnya di CEV hanyalah kebetulan belaka.
Meski begitu, rider Prancis tersebut tak terlalu sakit hati. "Waktu itu saya masih 17 tahun, tapi saya banyak belajar. Hasil saya buruk, saya kesulitan, saya masih ingat betul momen-momen itu meski kini orang bilang saya bekerja dengan sangat baik," ungkap rider Prancis tersebut.
Quartararo juga sangat terbebani julukan 'The Next Marc Marquez'. Julukan itu membuat orang berekspektasi dirinya juga sedominan Marquez, dan jika gagal, ia jadi menyalahkan diri sendiri. "Pada masa-masa sulit, saya bertanya pada diri sendiri, 'Mengapa kau melakukan kesalahan?'" tuturnya.
"Sungguh beban besar dibanding dengan Marc dan dituntut menang. Saya pun berusaha melupakan semua, lalu ngotot dan menekan tombol 'reset' di kepala. Dalam momen buruk, saya bekerja keras. Meski berat, tapi usaha itulah yang membawa saya sampai ke titik ini," lanjutnya.
"Tahun 2016 adalah musim yang buruk jika dilihat dari sisi hasil, tapi musim yang baik untuk belajar. Saya belajar untuk tetap tenang, karena setiap balapan adalah cerita berbeda dengan masalah berbeda pada motor dan tim. Beban saya sungguh besar kala itu," ungkapnya lagi.
Advertisement
Kemenangan Penting di Catalunya
Pada 2017, Quartararo pun naik ke Moto2 lebih awal dari semestinya, akibat tubuhnya yang semakin tinggi besar. Ia membela salah satu tim prestisius, Pons Racing, dan mengendarai sasis Kalex. Ia tetap paceklik podium, dan manajer barunya, Eric Mahe, akhirnya menyarankan pindah ke Speed Up Racing pada 2018.
Quartararo sempat ragu, karena berarti ia membela empat tim berbeda dalam kurun empat tahun. Meski begitu, di bawah arahan sang manajer tim, Luca Boscoscuro, ia akhirnya merasa nyaman, karena ia tak dituntut meraih hasil baik, melainkan didorong untuk belajar. Alhasil, ia kembali menggebrak lewat kemenangan di Catalunya.
"Saat tiba di Speed Up, awalnya juga sulit, karena saya ganti tim tiga kali. Tapi bos tak pernah membebani saya untuk melaju cepat. Ia mengajari saya untuk tetap tenang, bekerja dengan metode sendiri, dan semua berhasil. Kami mengalami kemajuan besar di Barcelona, yang jadi momen terbaik dalam karier saya," ujarnya.
Kemenangannya di Catalunya bersama Speed Up pun membuat Quartararo dilirik oleh Sepang Racing Team, Yamaha, dan Petronas, yang ingin menurunkannya di MotoGP 2019. Orang-orang kembali meragukannya, karena ia belum genap berusia 20 tahun.
Meski begitu, dengan lingkungan tim yang sudah seperti keluarganya sendiri, Quartararo menemukan lingkungan kerja yang nyaman, dan menggebrak lewat enam pole dan tujuh podium. "Mereka tak pernah memberi tekanan. Mereka hanya ingin saya tenang dan bekerja sebaik mungkin," akunya.
"Mereka adalah tim yang saya langsung menyadari punya mentalitas macam itu. Tak ada yang menekan saya. Semua tenang dan bekerja dengan baik. Saat pekerjaan selesai, kami bisa bersenang-senang bersama. Kami menikmati waktu bersama di luar trek," pungkasnya.
Quartararo, yang musim depan akan mengendarai YZR-M1 2020 spek pabrikan, bakal kembali turun lintasan dalam uji coba pramusim MotoGP Sepang, Malaysia, 7-9 Februari. Tahun 2020 akan jadi musim krusial baginya, karena ia digadang-gadang akan pindah ke Monster Energy Yamaha.
Sumber: Speedweek
Disadur dari: Bola.net (Anindhya Danartikanya, published 26/12/2019)