Sukses


Kisah di Balik Sikap Wolves Lewatkan Curry pada NBA Draft 2009

Bola.com, Minnesota - Mantan Manajer Umum Minnesota Timberwolves, David Kahn, menulis untuk Sports Illustrated tentang NBA Draft 2009, saat timnya melewatkan Stephen Curry. Seperti yang diungkapkan Kahn, ayah Curry, Dell, punya andil dalam insiden tersebut.

Insiden yang tak banyak diketahui publik, itulah yang terjadi pada saya. Pada 2009, hanya beberapa hari setelah pada 22 Mei saya menjadi Presiden Operasional Basket Minnesota Timberwolves, agen Stephen Curry mengatakan kepada saya bahwa ayah Steph, Dell, tak ingin anaknya di-draft oleh Minnesota. "Tak bermaksud apa-apa," begitulah agen Curry, Jeff Austin, bilang kepada saya di draft kombinasi Chicago.

Jeff Austin mewakili Dell Curry saat dia masih bermain. Dia menangani Steph karena koneksinya dengan Dell dan dia mengatakan kepada saya bahwa ini keinginan keluarga. "Saya benar-benar membutuhkan bantuanmu soal ini," kata Jeff, saat menjelaskan mengapa tak ada kunjungan dan mungkin tak ada transaksi. (Ini mungkin satu-satunya momen di Wolves saat saya menghadapi masalah draft seperti ini).

Pesan dari balik layar tersebut berpengaruh besar dalam proses saya membuat keputusan dalam kondisi apapun, terutama di Minnesota. Tak lama setelah diangkat menempati posisi ini, saya hampir menghabiskan setiap pagi pada akhir pekan di ruang pertemuan tim, mendengarkan penjelasan rekan bisnis dan pemegang tiket musiman, sembari menikmati kue dan kopi.

"Anda tak pernah bisa menarik pemain bebas agen ke sini," kata mereka. "Pemain tak ingin bermain di tempat bercuaca dingin."

Saya menilai mungkin itu bukan saat yang tepat untuk memberi tahu mereka tentang Curry.

Intensitas fans yang meyakinkan saya bahwa pemain tak akan datang ke Minneapolis membuat saya terkejut. Saya pernah bekerja di pasar yang lebih kecil, Indianapolis, selama hampir satu dekade dan selalu memahami ada keuntungan berada di New York atau Los Angeles. Tapi, kami tak pernah merasa tak mampu berkompetisi memperebutkan pemain.

Yang membuat masalah menjadi tambah rumit adalah Ricky Rubio, pemain berusia 18 tahun asal Spanyol yang memiliki teknik memberikan umpan yang langka dan juga jago dalam menyusun skema meraih poin. Dia memukau saya. Dua pekan sebelum draft, saya melakukan trade dengan Washington, mengirim Randy Foye dan Mike Miller, untuk pilihan kelima dalam draft. Kondisi ini membuat kami leluasa menggaet Rubio, yang punya klausul buyout di kontraknya, yang membuatnya tak bisa langsung ke NBA, dan beberapa orang yakin dia tak mungkin datang ke Minnesota.

Jadi, kami punya pilihan kelima dan keenam di draft. Mengambil bukan hanya satu, tapi dua pemain yang mungkin tak ingin bermain di Minnesota? Kami akhirnya menggaet Rubio dan Jonny Flynn, seorang point guard yang tampil 81 laga untuk kami sebagai seorang rookie dan kemudian mengalami cedera pinggul parah. Pada saat itu, menggaet Flynn sangat masuk akal: kami tak punya point guard di roster dan staff kami menempatkannya di posisi pertama di antara seluruh point guard yang juga berpotensi punya kualitas kepemimpinan yang mumpuni, seperti yang sangat dibutuhkan tim.

Flynn melesat ke urutan tertinggi pada daftar kami berdasar kunjungannya yang impresif. Absennya Curry jadi catatan. Rubio juga tak ada di sana (dalam daftar), tapi saya rasa kemampuannya dalam mengumpan dan bertahan luar biasa untuk pemain berusia 18 tahun. Dia juga berani mengambil risiko. Itulah pemain yang saya inginkan.

Ada dua alasan mengapa saya membagi cerita ini sekarang. Yang pertama, Dell Curry mengungkapkan permintaan keluarganya ke Minnesota tentang Stephen Curry pada tahun lalu, tapi tak mengungkapkan detailnya. Tentu saja juga untuk alasan ini, saya tak pernah membicarakan ini kepada publik saat saya masih di Minnesota karena hanya bakal menguatkan persepsi di sana bahwa pemain tak ingin datang ke sana. (Kekhawatiran yang telah padam, saya meyakininya).

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer