Bola.com, Rio de Janeiro - Sejarah baru bakal tercipta saat atlet anggar Amerika Serikat, Ibtihaj Muhammad, berpartisipasi di ajang Olimpiade Rio de Janeiro, pada 5 Agustus 2016. Dia akan menjadi atlet perempuan pertama asal AS yang bertanding di kancah olimpiade dengan mengenakan hijab .
Ibtihaj melalui jalan yang sangat berliku untuk bisa tampil di Rio de Janeiro. Perempuan berusia 30 tahun tersebut harus bangkit dan berjuang keras setelah gagal tampil di Olimpiade London 2012. Anggar tak seperti renang atau atletik, di mana hasil pada sebuah turnamen bisa mengantarkan atlet ke ajang olimpiade.
Advertisement
Baca Juga
Di cabang anggar, atlet lolos berdasarkan poin yang diraih dari seluruh jadwal kejuaraan internasional. Sistem itulah yang menggagalkan ambisi Ibtihaj menjadi olympian pada 2012. Namun, dia tak mengulangi kesalahan serupa. Ibtihaj malah makin terpacu meraih tiket untuk Olimpiade Rio.
"Saya tak pernah melupakan momen saat seorang gadis kecil datang dan menanyai saya. 'Apakah Anda atlet Olimpiade?' Sebelum saya sempat merespons, teman saya menjawab, 'dia bukan seorang olympian'. Itulah momennya. Saya mendapat pencerahan dan secara sadar membuat keputusan tak akan membiarkan orang lain untuk mengambil perjalanan saya dan menyebut saya bukan seorang olympian. Saya tak bisa menerima hal seperti itu, makanya saya bekerja keras supaya bisa terkualifikasi (ke olimpiade)," urai Ibtihaj mengenang kegagalannya lolos ke Olimpiade London empat tahun silam.
Selama empat tahun, Ibtihaj sangat fokus mengejar tiket olimpiade. Bisa dibilang Ibtihaj terobsesi. Dia mulai berlatih keras, dibarengi latihan lari dan melahap berbagai buku dan majalah untuk mencari informasi bagaimana menjadi atlet anggar yang lebih baik. Ibtihaj juga merekrut seorang psikolog khusus atlet. Perjuangan itu tak sia-sia. Dia berhasil menempati peringkat delapan dunia pada tahun ini. Tiket ke Olimpiade Rio de Janeiro pun masuk genggaman.
Sosok Ibtihaj langsung meroket. Publik memberikan perhatian besar bukan hanya karena prestasinya, tapi juga fakta dirinya adalah atlet berhijab pertama yang memperkuat tim olimpiade AS. Apalagi Ibtihaj populer di tahun yang sama dengan mencuatnya kontroversi calon presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump, yang berniat melarang muslim datang ke Negeri Paman Sam.
"Saya merasa ini seperti mimpi yang dibangun di antara keluarga saya, teman-teman, dan komunitas saya. Saya rasa hal itu membantu saya berada di posisi sekarang. Ini sangat penting untuk semua orang, seperti menghancurkan stereotip bahwa muslim tak bisa mencapai sesuatu yang penting," kata Ibtihaj, seperti dilansir LA Times, Sabtu (30/7/2016).
"Bagi saya, inilah saya. Tumbuh sebagai seorang muslim dan perempuan, saya harus selalu mengubah baju saya (untuk atletik). Orang tua saya kemudian mencari olahraga yang atletnya bisa memakai celana panjang dan jaket (tetap berhijab). Itulah mengapa kami memilih anggar," imbuh dia.
Tokoh Berpengaruh
Ibtihaj kali pertama menjajal anggar pada usia 12 tahun, berlatih di garasi milik pelatihnya. Sang pelatih direkomendasikan oleh tetangganya. Sang Ibu Ibtihaj, Denise Muhammad, meminta sang putri mencoba berlatih anggar. Ternyata, saat itu Ibtihaj tak menyukainya.
"Sebagai seorang bocah muslim, rasanya aneh. Saya harus berlatih bersama seorang pria, yang mengatur-atur tangan saya, kaki saya, dan posisi saya. Rasanya tak nyaman," kenang Ibtihaj.
Ibtihaj sempat berhenti berlatih anggar. Baru bertahun-tahun kemudian, tepatnya saat duduk di bangku SMA, dia mencoba lagi. Kali ini, atlet Afro-Amerika ini bisa menikmatinya. Perlahan tapi pasti dia mengukir berbagai prestasi hingga kini menggenggam tiket Olimpiade Rio.
Hari-hari Ibtihaj pun menjadi lebih padat dan berwarna. Sejak terpilih masuk tim olimpiade, Ibtihaj diundang buka puasa bersama oleh Presiden AS, Barack Obama. Dia juga mendapat kehormatan mengajari Michelle Obama bermain anggar. Perempuan yang memiliki dua saudara kandung ini juga terpilih menjadi salah satu dari 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia versi majalah Times. Telepon genggamnya terus berdering.
"Orang-orang tertarik mengamati dari berbagai sudut, meminta melakukan wawancara, ingin melihat setiap momen dalam hidup saya. Rasanya luar biasa."
Di tengah perhatian besar dan hiruk pikuk tersebut, Ibtihaj bertekad tetap fokus pada target utamanya. Tak mau tanggung-tanggung, dia langsung mengincar medali emas di Olimpiade Rio.
"Saya sudah memprediksi bisa terkualifikasi rasanya sangat menyenangkan. Tapi, pada akhirnya, saya adalah seorang kompetitor. Saya adalah seseorang yang selalu memasang target untuk diri sendiri. Saya telah mematok target dan kini saya akan melangkah ke target selanjutnya. Saya ingin tampil bagus di Rio dan meraih emas," tegas dia.