Bola.com, Jakarta - Timnas Inggris berada di ujung bedil saat berhadapan dengan Swiss di perempat final Euro 2024. Inggris dan Swiss bertarung sengit di Düsseldorf Arena, Sabtu (7/7/2024) malam WIB dan The Three Lions hampir saja harus angkat koper lebih awal dari Jerman.
Inggris tampil kurang meyakinkan sebelum akhirnya mereka memenangkan duel via drama adu penalti.
Baca Juga
Advertisement
Swiss sudah unggul lebih dulu pada menit ke-75 lewat striker andalannya, Breel Embolo. Gol ini membuat pelatih Gareth Southgate dan ribuan fans setia Tiga Singa di pinggir lapangan terlihat gelisah. Pertandingan sebentar lagi usai.
Tapi untung ada Bukayo Saka. Pemain muda milik Arsenal itu, yang pada laga sebelumnya banjir kritik lantaran nihil gol maupun assist, menjelma menjadi bintang sekaligus juruselamat.
Tendangan kaki kiri penyerang 22 tahun itu dari luar kotak penalti pada menit ke-80 meluputkan Inggris dari kekalahan. Skor imbang bertahan sampai laga usai.
Adu tendangan penalti digelar, Inggris menang 5-3. Semua algojo yang ditunjuk Gareth Southgate yakni Cole Palmer, Jude Bellingham, Ivan Toney, Trent Alexander-Arnold, dan tentu saja Bukayo Saka sukses menjalankan tugas dengan baik.
Kemenangan ini disambut haru seluruh penggemar Inggris di seluruh dunia, terlebih rakyat Inggris. Di semifinal, Bukayo Saka dan kawan-kawan ditunggu Belanda. Keduanya akan saling bunuh pada Kamis (11/7/2024).
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Belanda Tak Kalah Mengharukan
Belanda tak kalah mengharukan. Mereka sempat terseok-seok sebelum akhirnya kembali bangkit untuk mengejar mimpi besarnya.
Di fase Grup D, Belanda begitu mengecewakan. Gairah bertarung mereka seperti hilang entah ke mana. Virgil van Dijk cs. hanya mampu mengemas satu kemenangan, sekali seri, serta sekali kalah.
Tapi nasib baik masih sayang kepada De Oranje. Tim besutan Ronald Koeman lolos ke babak 16 besar dengan status peringkat ketiga terbaik. Di fase gugur pertama, Belanda mengamuk dengan menggiling Rumania tiga gol tanpa balas.
Kedigdayaan Belanda berlanjut ke perempat final. "Timnas Pusat" menang 2-1 atas Turki, meski sempat tertinggal 0-1 sejak menit ke-35. Dwigol balasan Stefan de Vrij pada menit ke-70 serta gol bunuh diri Mert Müldür enam menit berselang memastikan Belanda melangkah ke semifinal.
Advertisement
Spanyol Jemawa
Spanyol mungkin pengecualian dari Inggris dan Belanda. Di fase Grup B, Spanyol jemawa tak ada lawan. La Furia Roja menyapu bersih tiga dan keluar sebagai jagoan dengan nilai sempurna, 9.
Di babak 16 besar, mesin perang Luis de la Fuente dengan mudahnya menghancurkan Georgia 4-1. Saat berjumpa Jerman di perempat final, Spanyol sempat diragukan. Jerman adalah tuan rumah dan Der Panzer juga digdaya pada laga sebelumnya.
Namun, Spanyol bukanlah kesebelasan yang gampang ditakut-takuti. Penuh percaya diri, Spanyol menang 2-1 lewat aksi Dani Olmo dan Mikel Merino.
Kemenangan atas Jerman disambut haru biru, seolah-olah Tim Matador sudah juara. Wajar, Jerman merupakan musuh terbesar Spanyol di Euro. Keduanya sama-sama mengantongi tiga gelar juara dan tahun ini merupakan penentuan siapa yang terhebat dalam sejara Euro.
Spanyol juara pada 1964, 2008, dan 2012. Sedangkan Jerman memenangkan Euro di edisi 1970, 1980, dan 1996.
Kekalahan dari Spanyol tak hanya menyudahi perburuan gelar terbanyak trofi Euro, melainkan juga membuat Jerman seperti dilanda kiamat. Tak ada yang menyangka, tim besutan Julian Nagelsmann harus hancur lebur secepat itu.
Tapi Spanyol jangan senang dulu. Di tahapan selanjutnya, jalan semakin sempit dan mendaki. Prancis pastinya tak mau di-Jermankan. Dengan segala cara, Les Bleus siap bertarung sampai mati melawan Spanyol di semifinal.
Prancis Kehilangan Nafsu Bermain
Seperti Belanda, Prancis asuhan Didier Deschamps juga seperti kehilangan nafsu bermain. Padahal, juara Piala Dunia 2018 dijejali pemain top. Akan tetapi, di fase Grup D, Kylian Mbappé and kolega sama sekali tak begitu meyakinkan. Dari tiga laga, Prancis cuma memenangkan satu laga sedangkan dua laga lainnya berakhir imbang.
Bertanding versus Belgia di babak 16 besar, Prancis juga kepayahan. Menang 1-0, gol kemenangan diperoleh berkat gol bunuh diri pemain Belgia, Jan Vertonghen.
Di semifinal, saat berhadapan denngan Portugal, lagi-lagi Prancis tak menunjukkan kelasnya sebagai tim yang pernah menaklukkan dunia. Kalau pun pada akhirnya mereka berangkat ke semifinal itu tak lepas dari keberuntungan menang adu penalti.
Advertisement
Italia Tak Punya Napas Panjang
Puncak dari keharuan Euro edisi ke-17 adalah Italia. Jika Inggris, Prancis, dan Belanda masih bisa bernafas panjang, tapi tidak bagi Italia.
Gli Azzurri, sang juara bertahan, terkubur hidup-hidup di babak 16 besar. Swiss, tim yang mereka kira bisa dijinakkan dengan mudah, justru menang mudah dua gol tanpa balas.
Di hadapan anak-anak Swiss, juara Euro 2020 tak ada apa-apanya. Italia yang terkenal dengan pertahanannya yang kuat, kali ini rapuh serapuh-rapuhnya.
Gianluigi Donnarumma sadar betul, fans dan rakyat Italia terluka sekaligus kecewa. Kiper Paris Saint-Germain tersebut melayangkan permintaan maaf dan mengaku Italia bermain setengah hati.
"Kami benar-benar tak pernah tampil baik. Kami harus akui itu dan saatnya untuk bertanggung jawab," kata Gianluigi Donnarumma. Gianluigi Donnarumma sah-sah saja meminta maaf. Tapi nasi sudah menjadi bubur.
Entah keharuan apa lagi yang akan tersaji di semifinal dan final nanti.