Bola.com, Jakarta - Dalam beberapa dekade terakhir, begitu banyak pemain asal Jepang yang bersinar ketika memulai kariernya di Eropa dengan bergabung bersama klub Jerman. Apa yang membuat para pemain asal Negeri Matahari Terbit itu begitu senang bisa bergabung bersama klub Jerman.
Dalam peliputan Euro 2024, Bola.com sempat bertemu dengan banyak suporter dari tim-tim peserta. Dua di antaranya adalah pendukung Belanda asal Jepang yang tengah menimba ilmu di Jerman.
Baca Juga
Advertisement
Kei dan Akira, yang awalnya saya sangka merupakan orang Belanda keturunan Asia, merupakan dua mahasiswa yang tengah menimba ilmu di Jerman, tepatnya di Dusseldorf. Keduanya hadir di fan zone Burgplatz ketika Belanda bermain melawan Turki dalam laga perempat final.
Dalam kesempatan itu, Bola.com terpikirkan mengenai alasan mereka menimba ilmu di Jerman. Seperti halnya mahasiswa Indonesia di Jerman, ternyata mereka juga senang dengan berbagai fasilitas yang diberikan Jerman ketika ada pelajar dari luar negeri yang datang untuk menimba ilmu.
Kemudian yang terpikirkan dalam benak adalah begitu banyak pemain Jerman yang juga bergabung bersama klub Jerman, sebelum melanjutkan karier ke klub Eropa lainnya.
Sebut saja Shinji Kagawa yang bergabung bersama Borussia Dortmund dan kembali ke klub tersebut setelah sempat bermain bersama Manchester United.
Lalu ada juga Makoto Hasebe yang bergabung bersama VfL Wolsburg pada 2008 saat kali pertama datang ke Jerman dan kemudian pensiun bersama Eintracht Frankfurt dalam usia 40 tahun pada akhir musim lalu.
"Ya sepertinya kami memang cocok dengan Jerman. Jadi banyak juga pemain sepak bola yang melanjutkan karier dari Jepang ke Eropa di Jerman," ujar Akira saat berbincang dengan Bola.com sembari mengantre untuk membeli makanan.
"Jerman ini negara baik, banyak hal yang mereka berikan kepada kami yang datang untuk menetap. Mungkin itu alasan bagi pesepak bola Jepang juga datang ke Jerman," timpal Kei yang mengaku tidak tahu banyak soal pemain sepak bola asal Jepang di Jerman.
Bola.com pun teringat dengan sebuah wawancara dengan Timo Scheunemann tentang kemungkinan pemain Indonesia bisa berkarier di Eropa, khususnya di Jerman yang merupakan negara asalnya.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Mengapa Pemain Jepang Cocok Main di Jerman?
Saat ini ada dua pemain keturunan Indonesia yang berkarier di Liga Jerman, yaitu Ethan Kohler yang bermain bersama Werder Bremen U-21 dan Daniel Klein yang merupakan kiper FC Augsburg. Namun, mereka adalah pemain-pemain yang lahir di Jerman tetapi memiliki garis keturunan Indonesia.
Terakhir pemain kelahiran Indonesia yang main di Eropa adalah Marselino Ferdinan, yang berkarier bersama KMSK Deinze. Sebelumnya ada pula Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman yang sempat berkarier di Polandia dan Serbia. Namun, dua nama terakhir itu akhirnya kembali ke Indonesia.
Hingga saat ini belum ada pemain Indonesia yang pernah mencoba atau mendapatkan kesempatan berkarier di klub Jerman. Jika bisa, tentu level pemain Indonesia bisa seperti Jepang dan Korea yang kini sudah banyak dipakai klub Jerman.
Namun, tidak semudah itu. Bola.com sempat mewawancarai Timo Scheunemann, pelatih kebangsaan Jerman yang lahir di Kediri dan lama tinggal di Indonesia, untuk mendapatkan jawabannya. Timo pun punya jawaban tersendiri mengapa pemain dari Jepang, dan juga Korea Selatan bisa bersaing di Jerman.
"Jepang dan Korea secara teknis cocok dengan Jerman, karena ketika berada di Jerman itu harus super disiplin. Jadi itu cocok dengan mereka yang berasal dari Jepang," ujar Timo kepada Bola.com.
"Jepang itu seperti militer dalam arti positif. Mereka mengandalkan kesatuan tim, secara keseluruhan, tidak hanya memikirkan satu orang. Jepang seperti itu, intinya disiplin dalam keseharian, bisa dikasih tahu, mengandalkan kerja sama, dan tidak mengedepankan ego," lanjutnya.
Advertisement
Bicara Kans Pemain Indonesia Menembus Klub Jerman
Lalu bagaimana pemain dari Indonesia bisa berkarier di Jerman suatu saat nanti? Menurut Timo, banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan klub di Indonesia untuk bisa mempersiapkan pemain muda ke level yang lebih baik.
Saat ini mungkin ada Marselino Ferdinan yang bisa ke Eropa, tetapi untuk jumlah yang lebih banyak belum ada yang menyusul. Marselino Ferdinan pun harus bisa meningkatkan lagi performanya ke level yang lebih baik meski sudah ada di Eropa.
"Marselino dan Egy sudah bisa, sudah masuk ke level tiga Eropa. Sekarang bagaimana caranya bisa masuk dan bersaing di level tiga Eropa setelah itu mampu tidak naik ke level kedua," ujar Timo Scheunemann yang kemudian mengingatkan untuk meningkatkan level permainan itu dibutuhkan menit bermain yang cukup teratur.
"Kalau dia pemain muda, kemudian dia tidak bermain, kemampuannya akan drop. Marselino terbantu dua hal, yaitu kultur keluarganya yang punya latar belakang orang tuanya itu guru. Dia untuk ke luar negeri cocok, dia pasti bisa. Saya pun optimistis ketika dia ke luar negeri."
"Kemudian secara karakter dan mentalitas juga sudah bisa, dan tinggal dari segi kemampuan harus dilihat apakah dia bisa bersaing di sana? Sudah bagus dia ke sana sekarang, karena dalam usia muda dia akan dikasih menit bermain. Tinggal keberuntungan situasi di dalam tim. Ketika pelatih yang percaya, dia bisa berkembang karena mendapat menit bermain," lanjutnya.
Kriteria yang Dicari Scouting Jerman
Timo Scheunemann juga menegaskan bahwa sepak bola Jerman tidak memiliki tradisi untuk mencetak pemain bintang, tetapi bagaimana membentuk tim yang hebat. Tim yang diisi pemain-pemain yang benar-benar memahami kekuatan untuk bermain bersama dan bukan mengedepankan ego.
"Makanya kalau ada scouting, yang saya perhatikan itu adalah bisa dilatih enggak pemainnya, dikasih tahu. Jepang dan Korea itu punya karakter yang coachable," ujar Timo.
"Jepang dan Korea itu kontrak pemainnya enggak panjang, jadi bisa dibeli dengan harga murah. Nah di situ saat scouting, klub akan melihat pemain yang tersedia bisa dilatih enggak dan kalau mereka berkembang, harganya akan naik di masa depan. Jadi ada faktor bisnis juga."
"Enggak semua negara di Eropa mempertimbangkan itu. Banyak yang mengedepankan disiplin tapi individualis. Namun, kalau di Jerman tidak bisa seperti itu," ujar Timo.
"Bundesliga itu harus atau wajib bicara bisnis. Mereka enggak bisa mengandalkan uang dari pemerintah seperti di Spanyol. Enggak ada status khusus untuk usaha sepak bola. Kalau rugi ya tutup. Bayern Munchen kalau sampai rugi, ya tutup tidak ada bantuan dari pemerintah. Makanya mereka menjalankan bisnis lewat pengembangan pemain," lanjutnya.
Advertisement
PR Sepak Bola Indonesia Masih Banyak
Namun, sembari menanti pemain seperti Marselino Ferdinan bisa mampu mengembangkan level permainannya hingga bisa menembus sepak bola Jerman, Timo Scheunemann menegaskan dengan persoalan di sepak bola Indonesia, terutama di level klub, akademi, dan SSB, membuat ssemua itu masih sangat jauh.
"Kalau ada fans kita, orang-orang sepak bola kita, berharap pemain kita main di luar negeri itu legitimate, karena itu adalah salah satu jalan tol untuk bisa bermain lebiih baik. Pemain yang ke luar negeri itu harus punya kelebihan tertentu dan jadi keunggulan di sana," ujar Timo.
"Namun, secara mental dan taktis, itu masalahnya. Itu yang sulit karena kompetisi, pendidikan, dan kualitas latihan sejak usia dini sangat kurang."
"Akademi klub profesional harus terkoneksi dengan SSB. Kemudian SSB harus ditingkatkan kualitasnya, baik dalam latihan keseharian maupun banyaknya mengikuti kompetisi. Itu semua terkait."
"Jadi kalau saat ini pemain kita belum banyak yang bisa ke luar negeri, ya pemainnya enggak bisa disalahkan. Ada kata-kata 'kok enggak ke luar negeri sih, kok enggak bisa bersaing sih', ya karena memang tidak mampu. Potensi ada, tetapi karena latihan kesehariannya tidak baik, jadi enggak bisa bersaing," tegasnya.
Timo pun menegaskan bahwa perbedaan kondisi pengembangan pemain di Indonesia dan di Jepang menjadi salah satu bukti konkret kenapa lebih banyak pemain Jepang bisa menembus klub Eropa, terutama Jerman.
"Jepang situasinya berbeda, mereka datang dari sekolah teknik sejak kecil. Klub punya jaringan scouting akademi yang rapi. Jadi secara teknis mereka bisa bersaing, memiliki kecepatan. Bahkan di beberapa posisi tertentu di dalam tim, orang Jepang itu dicari dan dipakai di Jerman, sangat dihargai," ujar Timo.
"Jadi Jepang itu bisa bersaing karena latihan dan kompetisi mereka punya kelebihan. Kedua karakter mental yang cocok antara Jerman dan Jepang atau Korea tadi," lanjutnya.
Laporan dari Jerman
Advertisement