Bola.com, Solo - Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, menjadi sasaran kekecewan publik setelah Timnas Indonesia tersingkir dari Piala AFF 2018. Selebaran yang meminta Edy Rahmayadi mundur bertebaran di Kota Solo dan sekitarnya.
Timnas Indonesia yang dibesut Bima Sakti sebagai penerus Luis Milla, gagal membawa Merah Putih melaju ke babak semifinal. Pada papan klasemen fase grup B Piala AFF 2018 hingga pertandingan keempat, posisi Indonesia terpaku di urutan empat hanya memiliki nilai tiga, dengan satu laga tersisa. Kans Indonesia ke semifinal sudah tertutup karena Thailand dan Filipina sudah mengantongi tujuh poin.
Advertisement
Baca Juga
Desakan agar Ketum PSSI, Edy Rahmayadi untuk segera mundur dilakukan di sejumlah daerah, seperti di Kota Solo dan sekitarnya. Selebaran tuntutan untuk Edy Rahmayadi tertempel di tiang listrik dan tembok di sejumlah kawasan Kota Bengawan, bahkan hingga ke wilayah sekitarnya seperti Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo.
Ketua kelompok suporter Pasoepati Solo, Aulia Haryo Suryo, mengatakan yang memasang dan menempelkan selebaran tersebut bukanlah anggotanya. Menurutnya, selebaran itu dipasang masyarakat yang ikut bereaksi atas kinerja orang nomor satu di PSSI dan Provinsi Sumatra Utara itu.
"Saya kira wajar selebaran yang tersebar mendesak agar Pak Edy untuk mundur masih ada di mana-mana. Itu sebagai bentuk ekspresi kekecewaan masyarakat Indonesia yang masih peduli dengan kemajuan sepak bola. Hanya saja caranya kurang elegan karena termasuk tindakan vandalisme," beber Aulia Haryo Suryo kepada Bola.com, Jumat (23/11/2018).
Menurutnya, Edy Rahmayadi lebih baik bersikap legawa melepaskan PSSI kepada pihak yang lebih bisa memajukan sepak bola Indonesia. Prestasi PSSI di bawah kendali Edy Rahmayadi disebutnya belum baik dan cenderung merosot di tengah berbagai problem sepak bola Indonesia.
"Sepak bola Indonesia dalam kondisi darurat kepemimpinan, Pak Edy Rahmayadi lebih baik mundur. Apa yang bisa dibanggakan dengan pemimpin rangkap jabatan, kualitas kompetisi yang masih buruk, kinerja wasit, isu pengaturan skor, suporter tewas, sampai Timnas yang menjadi korban di tingkat Asean saja tidak mampu bersaing," imbuh pria yang sering disapa Rio. (Vincentius Atmaja)