Bola.com, Jakarta - Piala AFF 2020 tuntas sudah. Timnas Indonesia kembali harus meratapi nasib kandas di final dan untuk kali keenam meraih status runner-up. Namun, seperti yang sudah-sudah, muncul bek kiri dengan segala magisnya, Pratama Arhan.
Performa Pratama Arhan sepanjang Piala AFF 2020 memang sangat mengesankan. Tidak heran, sumbangsihnya untuk Timnas Indonesia membuahkan hasil berupa gelar pemain muda terbaik.
Baca Juga
Teka-teki Klub Baru Pratama Arhan Jika Pulang Kampung di BRI Liga 1 2024/2025: Pilih Ikut Kakak atau Tepati Janji?
Bukan Hanya Blunder Rotasi, Shin Tae-yong juga Telat Lakukan Pergantian Pemain saat Timnas Indonesia Dihajar China
Baru Masuk, Sekali Lempar Berujung Gol, Pratama Arhan Masih Menjadi Senjata Rahasia Timnas Indonesia
Advertisement
Sebagai bek kiri, Arhan adalah salah satu pemain yang paling penting dalam proses serangan Indonesia. Selain itu, Arhan juga dibekali dengan kemampuan distribusi bola yang bagus dan tendangan yang keras dan terukur serta lemparan ke dalam yang sangat jauh.
Pratama Arhan menempati posisi puncak dalam daftar sepuluh pemain Indonesia dengan akurasi tembakan terbaik pada ajang Piala AFF 2020. Fullback 19 tahun tersebut memiliki akurasi tembakan sebesar 66,7 persen.
Terlepas dari pesona Pratama Arhan di Piala AFF 2020, agaknya sudah menjadi tradisi bahwa Timnas Indonesia kerap memunculkan bek kiri legendaris dari masa ke masa. Siapa saja?
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Aji Santoso
Hingga saat ini, Aji Santoso masih dipercaya sebagai bek kiri terbaik yang pernah dimiliki Timnas Indonesia. Prestasi terbaiknya adalah membantu Merah Putih meraih emas SEA Games 1991 Filipina.
Etos kerja Aji Santoso telah terlihat sejak dini. Lahir dari keluarga pas-pasan, pria yang kini melatih Persebaya Surabaya itu terbiasa bekerja keras, yakni dengan membantu berjualan kerupuk hingga jadi kuli.
Mentalitas itu ia bawa di ranah sepak bola. Kerja keras plus keberuntungan menerbangkannya ke klub lokal Argo Manunggal Sawunggaling medio 1980-an, sebelum bakatnya dicium Arema Malang.
Tidak butuh waktu lama bagi Si Kancil, julukan Aji Santoso karena ukuran tubuhnya yang kecil, untuk memikat pelatih Timnas Indonesia yang kala itu hendak menyiapkan tim menuju SEA Games 1991. Padahal, tipikal bek kiri Merah Putih tempo dulu bertubuh tinggi, sebut saja Sutan Harhara.
Ada kesamaan antara Aji dengan Pratama. Keduanya sama-sama lincah, ngotot, dan memiliki umpan serta tendangan yang akurat. Mereka juga tidak lahir dari keluarga yang serbaberkecukupan.
Â
Advertisement
Ortizan Solossa
Nama berikutnya yang tak boleh dikesampingkan adalah Ortizan Solossa. Legenda PSM Makassar yang merupakan kakak kandung Boaz Solossa ini juga lekat dengan posisi bek kiri Timnas Indonesia.
Meski tidak dikenal secara masif seperti Boaz, pencapaian Ortizan terbilang lumayan. Bersama PSM, ia meraih trofi juara pada 1999-2000, tiga kali runner-up (2001, 2003 dan 2004) dan sekali empat besar (2002).
Di level internasional, Ortizan jadi bagian penting sukses PSM Makassar menembus 8 Besar Liga Champions Asia 2001. Berkat penampilan di PSM pula, Ortizan masuk dalam skuat tim nasional Indonesia pada Piala AFF 2004.
Selepas dari PSM pada 2005, Ortizan berlabuh ke Persija Jakarta. Bersama Macan Kemayoran, Ortizan tampil di final Liga Indonesia 2005. Menariknya, di laga itu, ia berhadapan dengan adiknya, Boaz Solossa yang memperkuat Persipura Jayapura.
Seperti diketahui, Persija akhirnya takluk 2-3 dari Persipura.Ortizan sempat memperkuat Arema Malang (2006-2008) sebelum kembali ke Persipura, klub tempatnya mengawali karir profesional.
Di Persipura, Ortizan dua kali meraih trofi juara yakni musim 2008–2009 dan 2010–2011. Selain gelar liga, Ortizan dan Persipura juga meraih trofi juara di Community Shield 2009 dan Inter Island 2011. Jadi kalau ditotal, Ortizan tiga kali meraih trofi juara Liga Indonesia dan empat runner-up.
Selain Sajojo, panggilan akrabnya, Ortizan juga dikenang dengan julukan Roberto Carlos-nya Indonesia. Tentu itu tak lepas dari kecepatan dan tendangan kerasnya.
Lagi-lagi, sama seperti Pratama Arhan, kedua pemain memiliki tipe permainan yang relatif sama, yakni mengandalkan speed, daya jelajah tinggi, dan rajin membantu penyerangan.