Stadio Olimpico, Roma, Italia, 8 Juli 1990. Dua raksasa berhadapan di partai pamungkas Piala Dunia: Jerman vs Argentina.
Bola.com, Jakarta - Di bawah sorot mata ribuan penonton yang memadati stadion, baik Jerman maupun Argentina mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya. Argentina, empat tahun sebelumnya di Meksiko, merupakan juara setelah mengalahkan Jerman (Jerman Barat) 2-3 di Estadio Azteca, Mexico City.
Jerman sebenarnya tampil spartan. Kendati sempat tertinggal 0-2, Jerman mampu menyamakan skor menjadi 2-2 via lesakan Karl-Heinz "Kalle" Rummenigge pada menit ke-74 dan Rudolf "Rudi" Völler (80'). Sayang, mereka akhirnya menyerah usai Jorge Luis Burruchaga mengunci kemenangan Argentina tiga menit berselang.
Baca Juga
Kejutan, Kode Keras Erick Thohir Tegaskan Rela Mundur dari Ketum PSSI, jika...
Panas Usai Dihajar Jepang, Ini 5 Hot News Timnas Indonesia yang Bikin Perasaan Fans Campur Aduk : Curhat Kevin Diks sampai Ancaman Evaluasi
Bikin Geger, Pengakuan Shin Tae-yong dan Sindiran Keras Malaysia Setelah Timnas Indonesia Disikat Jepang, Ini 5 Hot News Tim Garuda
Advertisement
Â
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Dua Sosok
Jadi, bisa dibilang, duel di Stadio Olimpico, Roma, tak saja melibatkan emosi rakyat kedua negara melainkan juga dua pilar mereka: Diego Maradona dan Lothar Matthaus.
Ketika Maradona mengangkat trofi, Matthaus, seperti juga rekan-rekannya, hanya bisa pasrah menerima nasib. Terlebih, sebelum laga, pelatih Franz Beckenbauer memberikan instruksi khusus kepada Matthaus agar mematikan pergerakan Maradona.
Â
Advertisement
Bersua Lagi
Dan kini, Maradona dan Matthaus kembali bersua dan lagi-lagi di laga krusial. Beckenbauer yang masih dipercaya sebagai juru taktik melakukan banyak perombakan di starting XI dari skuad sebelumnya.
Di lini depan misalnya, Beckenbauer tak lagi memasang Klaus Allofs dan Karl-Heinz Rummenigge sebagai tombak. Gantinya, Der Kaiser memainkan Rudi Völler serta JĂ¼rgen Klinsmann. Matthaus sendiri naik pangkat jadi kapten.
Â
Laga Seru
Pertandingan berlangsung sengit dan Jerman akhirnya memenangkan laga berkat gol semata wayang Andreas Brehme pada menit ke-85 lewat eksekusi tendangan penalti. Kekalahan yang menyesakkan bagi Argentina, terlebih Maradona, mengingat La Albiceleste, dalam kapasitasnya sebagai juara bertahan, sedikit lebih dijagokan.
Sebelum bergabung dengan rekan-rekannya merayakan kemenangan, Matthaus berjalan ke arah Maradona lalu memeluk. Tak hanya itu, ia berusaha menghibur El Pibe de Oro.
Â
Advertisement
Momen Terhebat
Piala Dunia 1990 merupakan momen terhebat Matthaus selama berkiprah bersama timnas, 1980 – 2000. Mantan pilara Bayern Munchen itu sudah lima kali tampil di ajang balbalan terakbar.
"Saya pikir bermain di Piala Dunia adalah pencapaian terbesar bagi seorang pesepakbola. Saya cukup beruntung untuk bermain di lima Piala Dunia. Saya rasa rekor pribadi saya bersama Jerman cukup sukses," kata Matthaus, dilansir FIFA.
Â
Kagumi Maradona
Matthaus juga mengaku kagum kepada Maradona yang pernah mengalahkan sekaligus dikalahkannya. "Saya sering bermain melawan Maradona. Tak hanya di Piala Dunia 1986, tapi juga Piala Dunia selanjutnya. Dia adalah pemain terbaik selama dua dekade saya sebagai pesepakbola profesional. Tidak hanya di level internasional tetapi juga untuk klubnya," kata Matthaus.
Memenangkan Piala Dunia 1990 menempatkan Matthaus di daftar elite legenda Der Panzer yang sudah menorehkan tinta emas. Pada area ini, ada nama-nama luar biasa, seperti Helmut Rahn (1954), Beckenbauer, Berti Vogts, dan Gerd Muller (1974).
Â
Advertisement
Contoh Loyalitas
Ihwal loyalitas, tak ada yang meragukan Matthaus. Saat berusia 19 tahun, kelahiran 21 Maret 1961 yang juga pernah membela Borussia Mönchengladbach (1979–1984) itu sudah mencolong perhatian publik berkat kontribusi besarnya di balik kedigdagyaan Jerman di Piala Eropa 1980.
Di timnas, Matthaus melaju sendiri. Dia pengoleksi caps terbanyak timnas dengan 150 laga.
Pujian setinggi langit juga diberikan Inter Milan, klub di luar Jerman yang pernah memakai jasa Matthaus (1988–1992). Itu tersaji tatkala Matthaus menyambangi Giuseppe Meazza beberapa tahun lalu.
Â
Nasib Jerman
"San Siro adalah rumah saya dan akan begitu selamanya," kata Matthaus yang kemudin direspons tepukan riuh tifosi I Nerazzurri. Setelah Matthaus menggenggam dunia di Italia, Die Mannschaft butuh waktu yang sangat lama untuk kembali ke podium kehormatan yakni di edisi 2014.
Lantas, bagaimana nasib Jerman di Piala Dunia 2022 Qatar? Apakah armada Hansi Flick bisa mengulang sukses pendahulunya? Tak mudah untuk menjawabnya, mengingat Manuel Neuer dkk. berada di Grup E bersama Spanyol, Kosta Rika, serta tim yang bisa mengejutkan, Jepang.
Advertisement