Bola.com, Jakarta - Timnas Uruguay memiliki sejarah panjang dalam rentang perjalanan Piala Dunia. Mereka tak hanya tuan rumah edisi perdana, melainkan juga tim yang selalu menndapat atensi.
Kini, mereka memiliki pelatih baru, yang tentunya erat dengan misi baru. Itulah yang kini diemban Timnas Uruguay di bawah besutan pelatih anyarnya, Diego Alons.
Baca Juga
Advertisement
Video Penting Nih
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Area Regenerasi
Sang entrenador menggantikan juru taktik gaek berusia 75 tahun, Oscar Tabarez, sejak 2021. Pada level klub, Alonso punya jam terbang mumpuni.
Pria kelahiran 1975 ini pernah menukangi Inter Miami (AS), Monterrey (Meksiko), Pachuca (Meksiko), dan Penarol. Tapi, di timnas, Alonso nol pengalaman.
Bandingkan dengan Tabarez yang tak tergantikan di takhta La Celeste hampir 16 tahun. Penunjukan Alonso bukan tanpa alasan.
Advertisement
Asam Garam
Sebagai pemain, dia banyak makan asam garam. Terhitung dari 1995 hingga gantung sepatu pada 2011, ia berada di banyak klub. Di antaranya Bella Vista, Valencia yang kemudian dipinjamkan ke Atletico Madrid, Shanghai Shenhua, dan Penarol. Dia pernah pula membela Timnas Uruguay, dari 1999 hingga 2001.
Bermaterikan sederet pemain bintang macam Fernando Muslera, Luis Suarez, Diego Godin, serta Edinson Cavani, Alonso kini membidik trofi Piala Dunia 2022 Qatar. Uruguay berada di Grup H bersama Portugal, Ghana, dan Korea Selatan.
Kembalikan Hegemoni
Alonso dan pasukannya mencoba mengembalikan hegemoni mereka di pesta terakbar empat tahunan dan itu tentulah tidak mudah. Pada edisi 1930, di mana Piala Dunia pertama kali digelar di Uruguay, La Celeste berhasil tampil sebagai kampiun. Di final, mereka mengalahkan Argentina.
Final yang mentas di Stadion Centenario, Montevideo, 30 Juli meninggalkan kesan mendalam bagi kedua pendukung tim. Kisah klasik itu dikisahkan lintas generasi.
Advertisement
Cerita Tegang
Bagaimana tidak, sebelum duel dimulai, ketegangan sudah terasa di seluruh Montevideo. Soalnya, dengan keterbatasan transportasi, ribuan suporter Argentina nekat melintasi perbatasan demi menyaksikan langsung tim pujuan bertarung.
FIFA mencatat, Stadion Centenario saat itu dijejali 93 ribu orang dan jadi satu di antara jumlah penonton terbesar dalam sejarah Piala Dunia. Pendukung tamu pun harus pulang dengan kepala terkulai, karena La Albiceleste tersungkur 2-4.
Berbeda dengan di di jalan-jalan Uruguay yang berpesta, di Argentina terjadi kericuhan. Konsulat Uruguay di Buenos Aires jadi sasaran lemparan batu.
Bisa Apa di Qatar?
Uruguay kembali menjadi yang terbaik di Piala Dunia 1950 di Brasil. Padahal, mereka sempat absen dalam dua edisi berturut, 1934 dan 1938.
Setelah itu, Uruguay tak pernah lagi angkat trofi. Pemcapaian terhebat hanya sampai peringkat ketiga yakni edisi 1954, 1970, dan 2010.
Di Rusia empat tahun lalu, Suarez dkk hanya mampu bertahan sampai perempatfinal. Tinggal menunggu waktu, mampukah Suzrez dkk kembali menggenggam dunia? Kita tunggu bersama.
Advertisement