Bola.com, Jakarta - Bagi setiap pemain, terpilih masuk skuad untuk Piala Dunia sangat membanggakan. Rasanya seperti terbang ke langit ke tujuh. Maklum, agar bisa terpilih sebagai duta bangsa di ajang balbalan paling bergengsi empat tahunan itu, setiap pemain kudu melewati seleksi ketat nan melelahkan.
Baru terpilih saja sudah mabuk kepayang. Bagaimana pula kalau sampai juara? Wow, tak terlukiskan betapa gembiranya.
Baca Juga
Kejutan, Kode Keras Erick Thohir Tegaskan Rela Mundur dari Ketum PSSI, jika...
Panas Usai Dihajar Jepang, Ini 5 Hot News Timnas Indonesia yang Bikin Perasaan Fans Campur Aduk : Curhat Kevin Diks sampai Ancaman Evaluasi
Bikin Geger, Pengakuan Shin Tae-yong dan Sindiran Keras Malaysia Setelah Timnas Indonesia Disikat Jepang, Ini 5 Hot News Tim Garuda
Advertisement
Sekelas superstar seperti Diego Maradona saja senangnya bukan main. Itu tersuguh kala seniman lapangan hijau itu memimpin Argentina memenangkan Piala Dunia 1986. Demikian juga dengan sederet legenda lainnya macam Pele, Lothar Matthäus, dan Zinedine Zidane.
Jika Maradona, Pele, Matthäus, dan Zidane berdarah-darah berjuang mati-matian untuk membawa negaranya masing-masing ke podium kehormatan, maka ada pula pemain yang tak perlu susah payah atau bahkan tak main sama sekali tapi tetap kecipratan rezeki menyandang status juara.
Nggak percaya? Nih buktinya.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Mario Genta
Piala Dunia 1938 di Prancis. Italia datang sebagai juara bertahan. Empat tahun sebelumnya di kampung sendiri, Gli Azzurii sukses menjadi yang terbaik di edisi 1934. Dari sederet pemain beken seperti Giuseppe Meazza dan Luis Monti, terseliplah nama Genta.
Genta bukanlah siapa-siapa, jika dibandingkan dengan dua legenda tadi. Dia hanya sebatas pemain cadangan. Sepanjang turnamen hingga Italia sukses mempertahankan gelar usai mengalahkan Hongaria 4-2 di final, Genta hanya duduk manis di bangku cadangan. Tak sebutir pun peluhnya jatuh.
Advertisement
Baldocchi
Ketika namanya masuk skuad Brasil di Piala Dunia 1970 besutan Mario Zagallo, Baldocchi tentu saja senang tingkat dewa. Bek tengah Palmeiras itu bakal setim dengan Pele, Jairzinho, Gerson, dan Rivellino.
Baldocchi siap mati di lapangan, jika memang diinginkan Zagallo. Namun, apa yang diangan-angankan Baldocchi tak kesampaian sama sekali. Sampai turnamen bubar setelah Brasil menghempaskan Italia 4-1 di partai pamungkas, Baldocchi tak pernah main.
Stephane Guivarc'h
Di Piala Dunia 1998, Prancis juara. Di final, Zinedine Zidane dkk menggiling Brasil 3-0. Prancis berpesta. Inilah kali pertama Les Bleus menggenggam dunia.
Zidane, Lilian Thuram, Thierry Henry, Didier Deschamps, Marcel Desailly, dan Fabien Barthez dielu-elukan dan kini menjadi legenda. Masih adakah yang mengingat Guivarc'h?
Pada edisi itu, Guivarc'h sebenarnya cukup ngos-ngosan. Meski tak melulu tampil penuh, namun pelatih Aimé Jacquet memberinya kesempatan dalam lima laga.
Advertisement
Kleberson
Setelah 1994, Brasil zonk alias tak pernah lagi juara. Tim Samba kembali ke jalur digdaya pada Piala Dunia 2002. Di partai puncak, mesin perang Luiz Felipe Scolari menghacurkan Jerman dua gol tanpa balas.
Satu di antara bakat yang luar biasa saat itu adalah Kleberson. Walau tak main penuh selama turnamen, tapi setidaknya gelandang pengangkut air asal Atlético Paranaense itu sukses mencolong perhatian.
Sehabis Piala Dunia, Kleberson banjir tawaran dari banyak klub Eropa. Dia akhirnya memilih Manchester United sebagai ajang pembuktian selanjutnya. Eh, di Old Trafford Kleberson malah kelelep. Dia gagal bersinar dan lama-lama redup digilas roda waktu.
Franco Selvaggi
Pelatih Enzo Bearzot tentunya punya banyak alasan kenapa sampai memanggil Selvaggi ke Timnas Italia, jelang bergulirnya Piala Dunia 1982. Masih muda 19 tahun, Selvaggi merupakan bakat menonjol di Italia kala itu.
Sayang beribu sayang, sampai Italia memenangkan final usai mengalahkan Jerman Barat 3-1, Selvaggi tak pernah masuk televisi. Dia cadangan mati. Meski begitu, Selvaggi setidaknya masih berbangga karena punya cerita buat anak cucu.
Advertisement
Aldo Donati
Bermain tidaknya seorang pemain, seutuhnya wewenang pelatih. Sebagai pejuang yang sudah terpilih ke dalam skuad Italia di Piala Dunia 1938, Donati pastilah ingin berjuang hingga tetes darah terakhir.
Tapi apa mau dikata, kesempatan tak pernah menghampirinya. Lelah menanti, pelatih tak jua memberi isntruksi. Walhasil, sampai Italia naik podium kehormatan sebagai kampiun Donati hanya jadi penonton abadi.
Sumber: Thesportster