Bola.com, Jakarta - Sepp Blatter mengatakan pilihan FIFA pada era kepemimpinannya soal Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 adalah sebuah kesalahan. Hal itu berlatar, seharusnya host perhelatan akbar sepak bola ini adalah negara yang berukuran besar.
Buat penulis, pernyataan yang sangat terlambat, pada dua pekan silam, ini adalah justifikasi bahwa alam pikiran sang mantan presiden memang korup. Kalau kata orang tua nan bijaksana, pernyataan tepat yang disampaikan pada waktu pas, bak menyajikan madu dalam pinggan emas.
Baca Juga
Advertisement
Sebaliknya, apa yang disampaikan Blatter itu, selain tak ada gunanya, justru seperti menepuk air di dulang dan tepercik ke muka sendiri. Blatter secara tidak langsung menunjukkan, kapitalisme yang dibangun di era presidensi dirinya, dan bahkan di era Joao Havelange sebelumya, telah membuat panca indera pria asal Swiss itu menjadi irasional demi kepentingan bisnis semata.
Semua pemain timnas Belanda terlihat menyimpan energi di klub demi tampil wah di pengujung tahun ini pada panggung yang lebih besar, Piala Dunia 2022
Semoga karma buruk perilaku tamak itu tak berimbas buruk saat Piala Dunia 2022 yang digelar di negeri petro dolar ini. Ah sudahlah, mari kita melihat ke depan.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Memilih Belanda
Siapa yang layak juara di Qatar menurut Anda pembaca? Saya memilih Timnas Belanda. Ya, saatnya jazirah Arab berkelir oranye di pengujung tahun ini.
Ramalan yang dibangun sebuah entitas analisis statistik olahraga Gracenotes, mengkalkulasi juara bertahan Prancis keluar dari lingkaran utama dan pengunggulan condong ke kutub-kutub Amerika Latin. Brasil dan Argentina jadi kandidat terkuat dengan peluang juara 20 persen, sedangkan Belanda dan Spanyol ada di urutan berikutnya dengan kisaran kans di 7 persen.
Hmm… coba kita berbelok sedikit ya. Latar pendidikan saya adalah ilmu fisika. Dalam spektrum warna ala pelangi dengan urutan Merah-Jingga-Kuning-Hijau, Biru, Nila-Ungu. Cahaya berwarna merah itu memiliki energi paling rendah, sedangkan ungu di ujung mekanika kontinuum ini berenergi paling tinggi.
Dalam konteks ini, berarti Argentina memiliki energi paling besar dengan dominasi warna biru muda pada jersey Tim Tango. Sementara itu, urutan energi berikutnya adalah Brasil (kuning), Belanda (jingga/oranye), dan terakhir adalah Spanyol (merah).
Advertisement
Team Order Van Gaal
Kelihatan tidak berhubungan memang, tapi metode analisis warna jersey ini pernah dipakai seorang spiritualis, Suhu Kwan Lukito, untuk memprediksi siapa juara Piala Eropa 2000, dan prediksinya (maaf) meleset. Dari sisi statisik dan energi warna sebenarnya Belanda tidak favorit, tapi intuisi saya mengarah pada pasukan Louis van Gaal.
Banyak yang meragukan kelengkapan amunisi De Oranje di Qatar lantaran pilar belakang mereka, Virgil van Dijk, tampil buruk bersama Liverpool di paruh pertama musim 2022/2023. Justru karena alasan yang sama saya, melihat fenomena buruknya penampilan para pilar Timnas Belanda di liga-liga domestik Eropa sebagai sebuah team order 'meneer' Van Gaal.
Semua pemain timnas Belanda terlihat menyimpan energi di klub demi tampil wah di pengujung tahun ini pada panggung yang lebih besar, Piala Dunia 2022. Itulah penjelasan di balik intuisi saya. Pada sisi lain, mata saya juga tertuju pada timnas Jepang, yang berpeluang memunculkan kejutan pada piala dunia kali ini.
Jangan lupa, Qatar memang berada di jazirah Arab, tapi mereka adalah bagian dari konfederasi Asia (AFC) lantaran posisi geografisnya ada di bagian Asia Barat. Wajar bila kita berharap ada satu di antara negara Asia tampil moncer kali ini.
Selamat menikmati piala dunia pembaca, lupakan Blatter yang keblinger. Hayya… hayya… hayya…
*Penulis adalah wartawan, VP Operations dan Editor in Chief untuk Merdeka.com, Bola.com serta Bola.net. Kolom ini berisi wawasan pribadi yang terlepas dari sikap kolektif institusi.