Bola.com, Jakarta - Achraf Hakimi bahu membahu bersama rekan setimnya, membawa Maroko mencetak sejarah lolos ke semifinal Piala Dunia 2022.
Dalam setiap momen usai pertandingan, bek PSG itu langsung berlari ke tribune menuju ibunya. Sang ibu telah berjuang mengantarkan Hakimi mencapai puncak karier di Eropa.
Baca Juga
Advertisement
Sebelum Hakimi lahir, kedua orang tuanya, Hasan dan Saida pindah dari Afrika untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Ibunya bekerja sebagai pembersih rumah, sedangkan ayahnya berjualan buah di jalan. Hakimi tak malu mengakui kehidupan masa lalunya yang penuh perjuangan
"Ibu saya adalah seorang pembersih rumah, dan ayah saya adalah seorang pedagang kaki lima. Kami berasal dari keluarga berpenghasilan rendah yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan," kata Achraf Hakimi kepada Bundesliga.com pada tahun 2020, seperti dikutip The Sun.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Keluarga Imigran
Perjuangan masa kecil yang begitu keras, membuat Achraf Hakimi tak melupakan setiap tetes keringat orang tuanya.
Maka, ia selalu menyertakan orang tua dalam setiap momen. Piala Dunia 2022 adalah saat yang tepat untuk menunjukkan bakti kepada orang tua.
"Hari ini, saya berjuang untuk mereka setiap hari. Mereka menyerahkan hidup untuk saya. Mereka mengambil banyak hal dari saudara laki-laki saya agar saya berhasil," kata Hakimi.
Orang tua Hakimi pindah dari desa kecil Maroko dekat Casablanca ke Getafe, untuk membangun kehidupan yang lebih bai.
"Mereka datang dari daerah di mana hampir tidak ada pekerjaan. Mereka harus berjuang sangat keras. Saya tidak punya kata-kata untuk menggambarkan orang tua saya," katanya.
Advertisement
Jalan Berawal dari Madrid
Sebagai seorang anak, Hakimi tidak bisa duduk diam saat mencapai kesuksesan. Sang ibu, selalu ada dalam setiap langkahnya.
"Ketika saya masih muda, ibu saya mencoba memasukkan saya ke judo atau berenang, saya mengatakan kepadanya bahwa itu harus sepak bola," katanya.
Hakimi yang gemar bersepak bola sejak bocah, bermain untuk tim lokal CD Colonia Ofigevi, sebelum Real Madrid menawarinya uji coba ketika dia baru berusia tujuh tahun.
Dia bahkan tak percaya ada tawaran itu karena dikirimkan lewat surat.
"Sejujurnya saya mengira itu bohong dan ayah saya menarik kaki saya," kata Hakimi.
Diadu dengan pemain terbaik negara di kelompok usianya, Hakimi tidak gentar. Dia unggul dalam sesi latihan, dan Los Blancos segera memberinya tempat di akademi.
Melawan Ketidakadilan
Pada 2016, Hakimi terkena larangan FIFA menyusul penyelidikan apakah Real Madrid secara ilegal merekrut pemain di bawah umur dari luar negeri.
Padahal, Hakimi lahir di Madrid dan memegang paspor Spanyol.
"Ini adalah kesalahan yang tidak pernah benar-benar dijelaskan sepenuhnya. Dia tidak menduganya dan tidak mengerti apa yang telah terjadi," kenang Nabil, saudara laki-laki Hakimi.
"Mereka mengadakan pertandingan di dekat Bilbao dan ketika mereka sampai di sana, mereka mengatakan kepadanya bahwa dia tidak bisa bermain."
Real Madrid dan keluarganya memberikan semua surat-surat yang diperlukan yang menunjukkan bahwa dia lahir di sebuah rumah sakit di Madrid, belajar di Madrid, dan menghabiskan seluruh hidupnya di Spanyol.
Advertisement
Terima Kasih, Zidane..
Hakimi menjalani debutnya di Real Madrid melawan Espanyol ketika masalah birokrasi itu diselesaikan.
Itu adalah usaha keras Real Madrid dan kemudian Zinedine Zidane yang memberinya kesempatan.
"Saya berterima kasih padanya atas keyakinannya pada saya dan cara dia memperlakukan saya," ungkap Hakimi.
"Saya akan selalu berterima kasih padanya."
Sumber: The Sun
Laporan Langsung dari Qatar
Advertisement