Bola.com, Solo - Kerja-kerja para volunteer alias sukarelawan yang bertugas selama Piala Dunia U-17 2023 memang terhitung jauh dari sorotan kamera utama. Padahal, tanpa mereka, hajatan ini tak bisa bergulir mulus sesuai harapan.
Pekerjaan awak media yang meliput penyelenggaraan Piala Dunia U-17 2023 juga tak luput dari jasa para volunteer ini. Mereka selalu sigap mengawal jurnalis baik saat meliput sesi latihan tim hingga hari pertandingan.
Baca Juga
Advertisement
Penugasan spesifik semacam ini dijalankan para Volunteer yang bertugas di bawah Divisi Media Operations. Salah satu personilnya yang bertugas di Kota Solo ialah, Luthfi Zakaria.
Sebelum Piala Dunia U-17 2023, Luthfi telah mengenyam berbagai pengalaman serupa sebagai sukarelawan di ajang-ajang internasional. Beberapa di antaranya ialah Asian Paragames 2018 di Jakarta hingga ASEAN School Games 2019.
“Alasan utamanya sebetulnya ingin merasakan vibes Piala Dunia serta ingin berkontribusi untuk negara. Yang jelas ingin mengabdikan tenaga dan pikiran untuk kesuksesan hajatan ini,” kata Luthfi saat berbincang dengan Bola.com, Minggu (26/11/2023).
“Bisa terlibat di event menjadi kesempatan emas buat saya dan kesempatan ini mungkin tidak bakal datang lagi seumur hidup. Kapan lagi Indonesia bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia,” ia melanjutkan.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Suka Duka Mendampingi Awak Media
Luthfi mengatakan, tugasnya sebagai Media Operations tak hanya berlangsung pada saat pertandingan saja, tetapi juga di sesi latihan. Pengalamannya bersinggungan dengan awak media meninggalkan kesan tersendiri.
Sebab, saat bertugas mendampingi para jurnalis asing maupun dalam negeri,
“Pada saat matchday memang yang paling menarik, karena kami bisa berjumpa banyak jurnalis, baik yang asing maupun lokal. Terkadang, para jurnalis ada yang nurut, ada juga yang ngeyel,” katanya.
“Kami juga pernah berdebat dengan Media Officer asal Mali. Akhirnya, setelah debat-debat sedikit, diputuskan bahwa memang mereka yang salah,” lanjut lelaki berusia 26 tahun tersebut.
Advertisement
Perdebatan dengan Jurnalis Maroko
Lelaki asal Kediri ini juga sempat merasa gerah saat harus berdebat dengan awak media asal Maroko. Ini berkaitan dengan penempatan jurnalis di tribune media Stadion Manahan yang dibagi menjadi dua sektor.
Sisi atas disediakan untuk para jurnalis tulis, sedangkan tribune bagian bawah dikhususkan untuk para jurnalis televisi, baik yang berkategori Media Right License (MRL) maupun Non-Right Holder (NRH).
Jurnalis asal Maroko ini kedapatan duduk di lokasi yang tidak semestinya. Namun, saat diminta
“Kami juga pernah ada sedikit perdebatan dengan jurnalis asal Maroko yang berbahasa Arab. Mereka merasa di stadion lainnya tak ada peraturan ketat seperti di Stadion Manahan,” ujarnya.
“Setelah berdebat lama, saya akhirnya menyerah dan meminta teman saya yang bisa berbahasa Arab. Saya sebetulnya menghindari debat-debat seperti itu,” tambahnya.
Belajar Banyak dari FIFA
Selain itu, Luthfi juga merasa beruntung bisa bersinggungan langsung dengan personel FIFA yang bertugas di Stadion Manahan. Dari pertemuan ini, dia mendapatkan banyak sekali pengalaman dan pengetahuan baru seputar dunia sepak bola.
“Yang terpenting lagi, saya bisa dapat kesempatan bertemu orang-orang FIFA di bagian VAR. Kami sempat ngobrol-ngobrol untuk menambah ilmu saya. Bisa kenalan dengan ahli lapangan FIFA juga menjadi kesan tersendiri,” ujarnya.
“Momen-momen seperti ini bisa membuat kami berbagi pengalaman. Ternyata negara lain yang lebih maju teknologinya memang luar biasa. Saya pun sempat speechless saat mengetahuinya,” lanjutnya.
Advertisement