Bola.com, Jakarta - SEA Games 2015 sudah berakhir bagi kontingen Indonesia. Perolehan medali emas mentok di angka 47 keping. Bila mengacu pada proyeksi medali emas Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), 46 keping, jumlah itu memenuhi proyeksi. Namun, bila mengacu pada target pemerintah dengan berada di peringkat kedua dengan minimal pengumpulan medali emas sebanyak 72, pencapaian itu tentu dikatakan tak memenuhi target.
Berikutnya dari segi pencapaian posisi di klasemen, Indonesia dipastikan finis di peringkat kelima. Posisi itu memang terburuk sejak Indonesia mengikuti SEA Games mulai 1977. Namun, bukan kali ini saja posisi itu ditempati Indonesia. Pada SEA Games 2005 Bacolod, Filipina, kontingen Tanah Air juga finish di peringkat kelima.
Advertisement
Dari segi sejarah partisipasi sejak 1977, Indonesia tercatat hanya empat kali berada di luar posisi tiga besar papan atas perolehan akhir medali. Empat momen itu terjadi pada SEA Games edisi 2005 di peringkat kelima, 2007 peringkat keempat, 2013 peringkat keempat, dan 2015 peringkat kelima.
Itu berarti dalam 20 kali partisipasi, Indonesia selalu berada di tiga besar sebanyak 16 kali. Sementara untuk posisi juara umum Indonesia sudah meraihnya sebanyak 10 kali.
Dari situ jika disebut pencapaian SEA Games tahun ini merupakan kegagalan maka bisa dikatakan relatif. Relatif orang yang melihat. Bila ukuran yang dipakai hanya kebanggaan di level regional Asia Tenggara, berarti pencapaian tahun ini sudah gagal. Tapi, jika ukuran yang dipakai hasil SEA Games merupakan ajang pemanasan untuk level yang lebih tinggi, katakanlah Asian Games dan Olimpiade, hasil di Singapura bisa jadi bahan evaluasi bagus.
Bicara masalah evaluasi, target medali emas yang dicanangkan Satlak Prima sebagai penanggung jawab persiapan atlet di SEA Games Singapura kali ini adalah 46 keping. Setidaknya itulah yang tercantum dalam laporan proyeksi Satlak Prima pada 7 Mei 2015. Untuk cabang olahraga terukur diraih 24 medali emas, beladiri 12 medali emas, akurasi 7 medali emas, dan permainan 3 medali emas.
Lalu bagaimana hasilnya?
Untuk cabor terukur, kontingen Indonesia mendapatkan 26 medali emas alias lebih dua emas dari target 24 keping. Dari target yang diberikan untuk cabor terukur itu atletik, dayung, perahu tradisional, dan skir air, mengalami surplus medali emas. Sedangkan yang gagal memenuhi target adalah renang yang diharapkan mendulang lima emas ternyata hanya mendapat satu.
Kemudian untuk cabor beladiri, kontingen Indonesia mendapatkan 14 medali emas dari target 12 keping. Cabor beladiri yang mampu melebihi target adalah judo dan taekwondo sedangkan yang memenuhi target adalah tinju dan wushu. Sebaliknya, yang gagal mencapai target Satlak Prima adalah anggar dan pencak silat. Meski begitu, raihan tiga emas dari pencak silat dari target sebelumnya sebanyak empat keping bisa dikatakan sudah lumayan.
Di cabor akurasi ternyata hanya bisa menyumbangkan empat medali emas, padahal target yang ditetapkan Satlak Prima sebanyak tujuh emas. Dari cabor akurasi yang gagal memenuhi target medali emas adalah biliar, bowling, dan senam. Sementara panahan mampu surplus emas dari target hanya satu dapat dua. Dari cabor berkuda target dua medali emas, bisa dipenuhi sebanyak itu.
Terakhir di cabor permainan, Indonesia mengoleksi tiga emas. Bulutangkis mampu melewati target dari dua emas jadi tiga emas. Kegagalan justru terlihat di tenis lapangan saat dibebani target satu emas, tetapi malah gagal total. Basket dan voli yang diharapkan membuat kejutan juga tidak mampu memenuhi keinginan.
Dari evaluasi target medali emas dan fakta yang didapat dalam pesta olah raga ini tentu memberi banyak tafsir. Tapi, sebaik-baiknya tafsir adalah melihat pencapaian itu dengan membandingkan cabor emas SEA Games yang nanti dipertandingkan di Olimpiade Rio De Janeiro 2016.
Dari sekian banyak cabor yang menghasilkan emas untuk Indonesia di Singapura, ada 10 yang ikut diselenggarakan di Olimpiade tahun depan. 10 cabor itu adalah renang, panahan, atletik, bulutangkis, tinju, kano, balap sepeda, berkuda, dayung, dan taekwondo.
Satlak Prima, Komite Olimpiade Indonesia, dan Kemenpora, seharusnya sudah tahu harus bagaimana membina, mengawasi, mendorong, dan mendukung penuh pendanaan, bagi 10 cabor itu untuk bisa lolos ke Olimpiade Rio. Mumpung saat ini merupakan masa kualifikasi berbagai cabor untuk lolos ke Olimpiade, seluruh stakeholder olah raga wajib fokus menyukseskan para atlet cabor itu lolos kualifikasi ke Olimpide.
Bila kesadaran itu sudah ada, niscaya apa yang didapat di pesta olahraga regional Asia Tenggara ini tidak perlu jadi perdebatan lagi. Apalagi memperdebatkan soal Indonesia gagal jadi juara umum, medali emas kurang banyak, kalah dari Malaysia, dan lain-lain. Pembinaan, sarana, dan prasarana memang sudah jadi problem klasik di olah raga nasional. Lebih-lebih kurang dana karena persiapan SEA Games berbarengan dengan perubahan anggaran pemerintahan baru dari SBY ke Jokowi.
Penting untuk diketahui, dalam daftar peringkat perolehan medali emas di Olimpiade sepanjang masa, Indonesia hanya kalah dari Thailand yang sudah mengumpulkan tujuh medali emas dan ada di peringkat 56 dunia. Indonesia sekarang ini baru mengumpulkan enam medali emas dan ada di peringkat 58 dunia.
Sementara tiga negara yang ada di lima besar SEA Games 2015 ini, yaitu Singapura, Vietnam, dan Malaysia, sama sekali belum pernah mengoleksi medali emas. Dengan begitu cara pandang bangsa ini seharusnya tidak lagi meributkan berapa keping medali emas yang didapat negara Asia Tenggara di SEA Games.
Tetapi, sebaiknya Indonesia harus mulai gelisah kalau-kalau Singapura, Vietnam, Malaysia, atau bahkan Timor Leste bisa meraih medali emas di Olimpiade.
Baca Juga:
Taufik Hidayat: Mohon Maaf Pencapaian Indonesia di SEA Games
SEA Games 2015: Jadi ‘Anak Tiri’, Basket Malah Berprestasi
SEA Games 2015: Evan Dimas Masuk Dalam 10 Atlet Paling Bersinar