Bola.com, Jakarta - Siapa tak mengenal Susi Susanti? Dia adalah legenda bulutangkis Indonesia yang sulit dicari padanannya. Berbagai gelar bergengsi berhasil dimenanginya, mulai All England, Kejuaraan Dunia, hingga yang tertinggi menjadi juara Olimpiade Barcelona pada 1992.
Setelah gantung raket, istri Alan Budikusuma tersebut fokus berkecimpung di dunia bisnis. Fontana Sports Massage and Reflexology yang merupakan bisnis Susi kini sudah memiliki delapan cabang.
Advertisement
Wanita yang kini berusia 44 tahun itu juga menekuni bisnis yang tak jauh-jauh dari dunia bulutangkis. Bersama sang suami, mereka mendirikan perusahaan yang memproduksi raket dengan merek sendiri, yaitu Astec (Alan-Susi Technology). Bisnis tersebut sudah berkembang hingga ke luar negeri.
Meski sudah lama gantung raket, Susi mengaku masih memperhatikan dunia yang sudah membesarkan namanya itu.
Bola.com berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan juara dunia lima kali itu, awal pekan ini. Susi berbagi cerita mulai dari kehidupan sehari-hari, resep kesuksesan, hingga pandangannya soal perkembangan dunia bulutangkis.
Halo Susi, setelah menggantungkan raket, apa kegiatan sehari-hari Anda?
Setelah pensiun, saya fokus mengurus ketiga anak saya sambil meneruskan bisnis Fontana dan Astec. Senang sekali, bisnis yang sudah dijalani bisa berkembang dengan baik.
Apakah masih sering berkunjung ke Pelatnas atau menjadi komentator?
Saya biasanya ke pelatnas jika ada meeting-meeting, karena saya hanya sebagai staff ahli. Ya, untuk jadi komentator masih, tapi biasanya saya sesuaikan waktu dulu.
Saat masih aktif menjadi pebulutangkis, apa resepnya supaya bisa menjuarai berbagai turnamen?
Sebenarnya sih tak ada resep khusus, kalau di bulutangkis saya dulu hobi. Selain itu sebagai pemain harus punya kemauan kuat dan tekad menjadi juara. Tentunya butuh perjuangan dan kerja keras untuk menjadi juara
Latihan pasti selalu sama ya, saya selalu melihat kekurangan dan kelebihan saya. Kesadaran dari saya untuk tidak mau kalah dan ingin selalu menjadi nomor satu. Itu dia.
Bagaimana tanggapan Anda soal tunggal putri Indonesia sekarang?
Saya lihat sebenarnya ada banyak yang perlu dicermati. Untuk jadi juara kan butuh proses, tak cuma teknis tapi juga nonteknik. Musuh kita bukan cuma di lapangan, tapi diri sendiri. Perasaan cepat puas, bosan, cepat capai, ini kan musuh diri sendiri. Jadi harus mampu mengalahkan itu.
Kemudian ketika memutuskan untuk menjadi pemain profesional, kita harus berkomitmen, mulai dari hal-hal kecil. Harus ada inisitif sebagai pemain untuk mandiri.
Bakat harus diiringi dengan kemauan keras. Proses jadi juara tidak mudah. Tapi ini bulutangkis, ada banyak faktor dan semuanya kembali lagi ke atlet masing-masing.
Adakah pemain yang menjadi favorit Anda sekarang?
Untuk sekarang kan tunggal putri tidak terlalu banyak ya. Namun dari semuanya, saya harapkan Linda Wenifanetri bisa berjaya di Olimpiade Rio 2016. Sebab di turnamen-turnamen sebelumnya ia sudah menunjukkan perkembangan. Tentu harus bekerja keras lagi.
Bagaimana tanggapan Anda tentang apresiasi pemerintah terhadap atlet?
Saya rasa pemerintah memang berkewajiban memperhatikan para atlet, baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun. Mulai dari bonus dan dana pensiun. Akan lebih baik lagi jika pemerintah bisa menyelenggarakan seminar-seminar khusus untuk atlet supaya mereka bisa mengatur keuangan.
Harus ada kepastian akan masa depan atlet di Indonesia. Jangan sampai para orangtua takut jika anaknya menjadi atlet, karena pemerintah tidak memberi jaminan.
Apa harapan dan pesan untuk bulutangkis Indonesia?
Saya berharap banyak muncul bibit-bibit untuk meneruskan tradisi medali emas di Olimpiade. Saya percaya Indonesia punya banyak SDM sehingga lebih mudah menemukan bibit itu.
Tentu saja harus ada kesinambungan dengan upaya pemerintah untuk memberi jaminan masa depan bagi para atlet.
Baca Juga:
Melongok Dapur dan Menu Makan Atlet di Asrama PB Djarum