Sukses


Cover Story: Ribuan Anak Bermimpi Jadi Pebulutangkis Dunia (I)

Bola.com, - Zulfan Dehan Maylano, 12, tertunduk lesu di salah satu sudut GOR Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (4/9/2015). Matanya tampak masih merah tanda habis menangis. Sang ibunda duduk di belakangnya, sembari beberapa kali mengusap-usap pundak Zulfan. Mata sang ibu juga tampak sembab.

Zulfan dan ibunya sedang bermuram durja. Sang anak baru saja menelan kenyataan pahit gagal lolos ke babak grand final tahap kedua di Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis 2015. Namanya tak tercantum dalam daftar 62 pebulutangkis U-13 dan U-15 yang diumumkan penyelenggara audisi untuk mengikuti tahap seleksi berikutnya. Impian bocah asal Bekasi Utara tersebut untuk bergabung ke PB Djarum itu lagi-lagi kandas.

Ini bukan kali pertama Zulfan mencoba peruntungan lewat audisi Djarum. Dalam tiga tahun beruntun, anak pertama dari dua bersaudara tersebut selalu mengikuti audisi. Sebanyak itu pula dia gagal.

“Pertama kali ikut audisi pada 2012 di Kudus. Kemudian 2013 dan 2014 ikut lagi di Kudus, tapi gagal juga. Tahun ini mencoba lagi ikut audisi umum di Purwokerto dan berhasil lolos ke grand final,” urai Zulfan, saat berbincang dengan Bola.com, sehari sebelum pengumuman.

Dalam perbincangan itu optimistismenya meletup-letup. Kegagalan demi kegagalan tak membuat Zulfan patah arang. Pemain yang menimba ilmu di klub bulutangkis Mandiri Jaya Bekasi tersebut malah semakin giat berlatih. Tak ada kata malas dalam kamusnya. Setiap pagi dan sore dihabiskan di lapangan bulutangkis. Teknik terus diasah, sedangkan fisik digenjot dengan latihan keras.

“Waktu gagal dulu ya sedih. Tapi kata ibu saya enggak boleh putus asa, harus dicoba terus. Jangan lupa berdoa juga. Pelatih juga ngomong gitu. Makanya coba ikut audisi lagi di Purwokerto dan berhasil masuk grand final. Saya pengin masuk PB Djarum. Pengin jadi juara dunia dan Olimpiade. Kalau kali ini terpilih, saya pasti bakal lebih semangat,” ujarnya sembari melempar senyum.

Tapi, takdir berkata lain. Impian besarnya lagi-lagi harus tertunda. Zulfan hanya bisa tertunduk sedih.

Perjuangan Keras Menuju Kudus

Kekecewaan Zulfan kontras dengan senyum lebar yang menghiasi wajah Nurul Ismi Aprilia. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini berhasil lolos ke grand final tahap kedua. Bocah asal Makassar, Sulawesi Selatan, berambut pendek ini tinggal selangkah lagi menggenggam beasiswa dari PB Djarum. Hanya tes fisik dan fase karantina yang memisahkan Nurul dari beasiswa yang sangat diidamkannya.

Grand final Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis 2015 meloloskan 46 pebulutangkis U-13 dan U-15 ke tahap karantina. Pengumuman dilaksanakan seusai tes fisik di GOR Djarum, Kudus, Minggu (6/9/2015). (Bola.com/Arief Bagus)

Nurul tak sendirian bertolak ke Kudus. Dia berangkat bersama kakaknya, Muhammad Nur Ikhram, yang sama-sama lolos dari audisi umum Makassar. Ayah dan ibu mereka turut mendampingi. Keluarga ini butuh perjuangan keras untuk sampai ke Kudus. Berbekal uang pas-pasan, mereka terpaksa memilih moda transportasi kapal laut dari Makasar menuju Surabaya. Perjalanan ke Kudus dilanjutkan dengan travel. Kemewahan pesawat yang lebih praktis dan efisien jauh dari jangkauan kemampuan finansial mereka. 

Ayah Ikhram dan Nurul, Ishak Rusli, berprofesi sebagai supir taksi. Istrinya, Salawati, seorang ibu rumah tangga. Mereka terpaksa meminjam uang ke tetangga senilai Rp 2 juta untuk menggenapi uang saku ke Kudus. Pihak PB Djarum sebenarnya memberikan subsidi senilai Rp 2 juta untuk tiap anak lolos audisi yang berasal dari luar Jawa dan Rp 1 juta untuk anak asal Jawa. Namun subsidi itu tak cukup untuk membiayai perjalanan Nurul sekeluarga. Oleh karena itu, orang tua Nurul dan Ikhram masih perlu meminjam ke tetangga. Semuanya demi kedua buah hati mereka. Perjuangan keras itu mulai membuahkan hasil.

“Kami berdua ini sama-sama suka bulutangkis. Ya cuma main tarkam dan antar RT. Dulu Ikhram suka ikut nonton, kemudian dia termotivasi ikut latihan. Lalu kami masukkan ke klub. Kalau Nurul dulu disuruh ikut main enggak mau. Tapi setelah kakaknya pulang dari audisi Kudus pada 2013 (saat itu Ikhram gagal), dia akhirnya mau ikut latihan,” kata Salawati mengenang awal mula kedua anaknya menggeluti bulutangkis.

Prestasi Nurul melesat bak roket. Tiga bulan berlatih, bocah berusia 12 tahun tersebut langsung juara saat mengikuti Kejuaraan Bulutangkis Sidu di Jakarta. Setelah itu dia langganan juara di berbagai turnamen. Kemonceran Nurul menular ke kakaknya. Ikhram yang awalnya tak pernah serius berlatih, perlahan berbenah. Dia tak mau kalah dari adiknya. Gelar juara akhirnya juga mulai rutin dinikmati Ikhram. 

Pebulutangkis asal Makassar, Muhammad Nur Ikhram, menangis saat mendapati senar raket kesayangannya putus.

Berbekal deretan prestasi itulah mereka percaya diri menjajal ikut audisi umum Djarum Beasiswa Bulutangkis 2015 di Makassar pada 27-30 Mei 2015. Keduanya sama-sama lolos ke grand final di Kudus. Perjalanan jauh menyeberang pulau pun dilakoni.

“Secara finansial memang berat harus membiayai mereka ikut turnamen dan lain-lain. Capek juga harus menunggui latihan setiap hari. Tapi ketika mereka juara, rasa capek itu langsung hilang,” ujar Salawati membeberkan suka duka mendampingi kedua buah hatinya.

Saat grand final di Kudus, kakak-adik ini kompak menaklukkan rintangan seleksi tahap pertama. Sayang, saat pengumuman hasil seleksi tahap kedua, nama Ikhram tak dipanggil. Nurul berhasil melenggang masuk ke fase karantina, di sisi lain Ikhram harus mengubur mimpinya. Wajah Nurul terus menebar senyum. Ikhram memang tak meneteskan air mata, tapi kekecewaan tergambar nyata di wajahnya.

“Sejak dulu Ikhram ini memang pemalu. Adiknya malah lebih berani dan mandiri. Lebih bisa mengurus diri sendiri dibanding Ikhram. Tapi tak apalah. Mungkin belum rezekinya Ikhram,” kata Salawati membesarkan hati sang putra.

Audisi Djarum di Sembilan Kota 

Nurul, Ikhram, dan Zulfan, hanyalah segelintir dari ribuan bahkan mungkin jutaan anak Indonesia yang menggantungkan cita-cita di dunia bulutangkis. Magnet bulutangkis sangat menggiurkan. Sejarah membuktikan bulutangkis selalu menjadi andalan utama Indonesia untuk mengukir prestasi di kancah internasional. 

Sosok-sosok seperti Rudy Hartono, Liem Swie King, Christian Hadinata, Susi Susanti, Alan Budikusuma, Hariyanto Arbi, hingga generasi Taufik Hidayat, Mohammad Ahsan/Henda Setiawan, dan lain-lain, silih berganti mengharumkan nama Indonesia di percaturan dunia. Tak heran, banyak bocah-bocah di negeri ini bermimpi ingin mengikuti jejak gemilang mereka.

Berbagai cara ditempuh untuk meretas jalan menuju tangga juara dunia. Berlatih keras, mengikuti bermacam-macam turnamen, hingga menjajal audisi masuk klub ternama di Indonesia. Bergabung dengan klub bulutangkis bonafit bisa menjadi jalan pintas menembus pentas nasional. Muara dari semua itu adalah harapan dipanggil masuk pelatnas, yang menjadi gerbang utama untuk mendulang prestasi di pentas internasional.

Indonesia punya sejumlah klub bulutangkis yang tak perlu diragukan kualitasnya. Ada PB Djarum, PB Jayaraya, PB Tangkas, hingga Sangkuriang Graha Sarana (SGS) Bandung. Salah satu klub yang rutin menggelar audisi untuk merekrut angggota baru adalah PB Djarum. Lewat Bakti Olahraga Djarum Fondation, klub yang bermarkas di Kudus, Jawa Tengah, ini setiap tahun rutin menggelar audisi guna menjaring bibit-bibit bulutangkis berbakat.

Sebelum berlaga di audisi grand final, peserta harus lolos audisi kota yang diselenggarakan di sembilan kota. (Bola.com/Arief Bagus)

Pada tahun-tahun sebelumnya, Audisi Beasiswa Bulutangkis PB Djarum selalu dipusatkan di Kota Kudus. Setelah mempertimbangkan berbagai faktor, tradisi tersebut akhirnya diubah. Pada tahun ini PB Djarum menggelar audisi di sembilan kota di Tanah Air. Istilahnya, mereka menggunakan sistem jemput bola. 

Audisi dimulai di Medan, Sumatra Utara dan Palembang, Sumatra Selatan (7-12 April), kemudian berlanjut ke Jember, Jawa Timur dan Balikpapan, Kalimantan Timur pada 5-9 Mei. Audisi juga digelar di Manado, Sulawesi Utara dan Makassar, Sulawesi Selatan pada 26-30 Mei. Sedangkan audisi di Pulau Jawa kembali digelar di tiga kota, Tasikmalaya (Jawa Barat), Purwokerto (Jawa Tengah), dan Kudus (Jawa Tengah). Total ada 1.903 peserta yang berpartisipasi dalam audisi yang berlangsung di sembilan kota Tanah Air tersebut.

Dari semua peserta yang mengadu keberuntungan, terpilih 141 anak yang lolos ke babak grand final yang digelar di Kudus, pada 4-6 September 2015. Namun, tak semuanya melakukan registrasi ulang. Sebanyak 10 peserta memilih mundur dengan berbagai alasan. Para peserta tersebut kemudian dibagi berdasarkan kategori usia, yaitu U-13 putra, U-13 putri, U-15 putra, dan U-15 putri.

Mereka berasal dari berbagai sudut Indonesia. Ada Aceh, Mataram (Nusa Tenggara Barat), Jayapura (Papua), Kotamobagu (Sulawesi Utara) dan Kendari (Sulawesi Tenggara), Deli Serdang (Sumatra Utara), Tarakan (Kalimantan Timur), Barito Kuala (Kalimantan Selatan), Muna (Sulawesi Selatan), Bone Bolango (Gorontalo), Musi Banyuasin (Sumatra Selatan), Lampung, Jambi, dan dari berbagai kota di Jawa. Semuanya kemudian berkumpul ke Kudus. Mereka harus berkorban waktu, tenaga, dan biaya demi menjemput setangkup impian jadi pebulutangkis dunia. 

“Menggelar audisi di sembilan kota ini memang ada tujuan khusus. Kami ingin menjemput bola untuk mencari dan menemukan bibit-bibit pemain berbakat yang terserak di berbagai pelosok penjuru Tanah Air. Djarum juga berharap bisa membangkitkan gairah dan menjaga api semangat bulutangkis masyarakat di setiap kota penyelenggara audisi tetap berkobar,” terang Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin.

Langkah memperlebar area pencarian bakat ternyata berefek positif. Peserta yang mendaftar lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Saat audisi hanya dipusatkan di Kudus, jumlah peserta berkisar 1.000 hingga 1.500 orang. Setelah digelar di sembilan kota peserta meningkat hingga hampir mencapai 2.000 orang. Alhasil, PB Djarum semakin leluasa mencari pemain sesuai kriteria yang diharapkan. “Secara langsung PB Djarum juga bisa melihat pola pembinaan di daerah,” ujar Pelatih Kepala PB Djarum, Fung Permadi.

Maria Kristin, pelatih PB Djarum, membagikan amplop berisi pengumuman lolos tidaknya peserta dalam Audisi Grand Final Djarum Beasiswa Bulutangkis 2015. Minggu (6/9/2015). (Bola.com/Arief Bagus)

Untuk mendapatkan Beasiswa Bulutangkis PB Djarum, para peserta yang lolos ke grand final harus menjalani sejumlah tes dan tahap penjaringan. Pada tahap pertama, para finalis tiga kali bertanding dengan sesama finalis. Setelah melalui penilaian dan penjurian, dari 131 peserta, akhirnya hanya 62 anak yang lolos ke tahapan berikutnya. Perjuangan peserta berlanjut pada tahap kedua. Mereka kembali menjalani dua kali bertanding melawan sesama finalis atau atau atlet PB Djarum yang usianya sejajar. Selain itu, PB Djarum juga menerapkan tes fisik berupa beep test terhadap para peserta untuk penentuan menuju babak karantina.

Dalam seleksi ini, ada 16 peserta tereliminasi. Sebanyak 46 pemain yang dianggap memenuhi kriteria oleh Djarum berhak melenggang ke babak karantina. Selama sepekan mereka dipantau oleh para pelatih. Ini merupakan seleksi pamungkas sebelum diputuskan siapa saja yang berhak memperoleh beasiswa untuk dibina di PB Djarum Kudus.

Legenda Bulutangkis Jadi Pemandu Bakat

Inovasi audisi Djarum tahun ini tak sebatas memperbanyak lokasi penyelenggaraan. Sistem penilaian juga diubah. PB Djarum rela bergerilya mengumpulkan legenda-legenda bulutangkis untuk dijadikan tim pemandu bakat. Ini bukan misi mudah. Salah satu keberhasilan terbesar PB Djarum adalah memancing pemain legendaris Indonesia, Lim Swie King, “turun gunung”. Pemain yang dikenal memiliki smash maut ini telah lama “menepi” dari ingar bingar dunia bulutangkis.

Namun, bujukan PB Djarum-klub yang membesarkan namanya-berhasil meluluhkan hati King. Pengoleksi tiga gelar All England itu bersedia bergabung dengan 13 legenda lain untuk menjadi tim pemandu bakat di Audisi Umum Djarum.

Legenda bulutangkis Indonesia, Lim Swie King (tengah), menyemangati salah seorang peserta Audisi Djarum Bulutangkis 2015 di GOR Djarum, Kudus, Kamis (3/9/2015). (Bola.com/Arief Bagus)

Kualitas para pemandu bakat ini tak perlu diragukan. Selain King, ada Christian Hadinata, Johan Wahyudi, Simbarsono Sutanto, Bobby Ertanto Kurniawan, Kartono Hari Atmanto, Heryanto Saputra, Hastomo Arbi, Lius Pongoh, Hariyanto Arbi, Denny Kantono, Maria Kristin, dan Fung Permadi. Mereka berkolaborasi dengan jajaran pelatih Djarum untuk memantau bibit-bibit potensial di sembilan kota. Jangan sampai ada bakat “emas” yang terlewat. Biasanya para pelatih hanya terpaku pada kemampuan teknis para pemain. Para legenda diharapkan melengkapi penilaian menggunakan insting mereka yang telah terasah berkat pengalaman tampil di berbagai turnamen nasional dan internasional.

“Tentu ada bedanya kalau pemantauan melibatkan para legenda ini. Mereka ini mengandalkan insting, intuisi, dan pengalamannya untuk melihat bibit-bibit berbakat. Hal-hal yang tak ditangkap mata pelatih, mungkin bisa ditangkap oleh mata para legenda ini. Mereka juga tahu atlet yang jika dibina bisa jadi unggul. Keberadaan mereka meringankan pekerjaan staf pelatih PB Djarum juga. Tapi legenda ini hanya dilibatkan dalam seleksi awal. Setelah masuk grand final, murni penilaian jajaran pelatih tim Djarum,” kata Fung Permadi.

Pendapat Fung Permadi diamini sang legenda, King. Pria kelahiran Kudus 59 tahun silam ini mendapat jatah memantau bakat pemain-pemain cilik saat audisi umum di Jember. Instingnya kemudian kembali diandalkan dalam audisi umum pamungkas di Kudus.

“Mantan atlet itu lebih awas, terutama kalau cari pemain muda berbakat. Kalau dijabarkan seperti apa agak sulit. Yang jelas kami tahu mana yang berbakat, dan mana yang kurang,” beber King.

 

 (Bersambung)

Baca Juga: 

Cover Story: Ribuan Anak Bermimpi Jadi Pebulutangkis Dunia (II)

33 Pebulutangkis Muda Terima Beasiswa Bulutangkis PB Djarum

46 Pebulutangkis Muda Masuk Tahap Karantina Beasiswa Djarum

 

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer